"wajah mu memerah." Kata Tavish kepada Sierra yang sampai saat ini masih menutup matanya.
Sierra perlahan membuka matanya. Dia berkedip menyesuaikan keadaan kamar Tavish yang sedikit terang.
Bodoh!
Dia merasa sangat bodoh. Ketika memikirkan apa yang baru saja dilakukan Tavish padanya.
Sierra segera tersadar. Tangannya tanpa di sadari masih tetap berada di dada Tavish. Hingga kini akhirnya Sierra berhasil mendorong pria itu agar sedikit memberinya jarak.
"Ap...apa yang bapak lakukan?"
"Mencium mu." balas Tavish dengan santai.
Dia masih belum menggerakkan tubuhnya untuk menjauh. Melihat Sierra yang menunduk malu dengan wajah memerah sangat menggemaskan. Tavish ingin terus melihatnya.
"Kenapa? Kenapa bapak melakukan itu?" Sierra bukanlah orang bodoh yang tidak tahu apa maksud dari tindakan bosnya tadi. Tapi, itu adalah ciuman pertamanya. Bagaimana bisa di curi begitu saja. Terlebih dia melakukan itu dengan bosnya sendiri.
"Karena saya ingin."
Tatapan Sierra yang tadinya tidak berani memandang Tavish. Kini justru menatap pria itu dengan tajam. "Maksud bapak apa?! Bapak pikir saya perempuan murahan yang bisa seenaknya bapak cium?"
"..."
"Kalau bapak mau, bapak bisa cari perempuan lain di luar sana. Karena saya bukan perempuan seperti itu."
Sierra mencoba untuk mendorong tubuh Tavish lagi. Dan kini berhasil. Tavish yang tangannya semula mengukung Sierra. Kini membiarkan kedua tangannya menggantung di kedua sisi tubuhnya.
"Jangan pernah bapak lakuin hal itu lagi sama saya. Karena saya gak suka."
Sierra langsung berjalan ke arah pintu kamar Tavish yang kini sudah terbuka.
Tavish hanya bisa terdiam melihat Sierra pergi meninggalkan nya. Dia baru menyadari kesalahan yang dilakukannya.
"Bodoh!"
Kenapa dirinya lupa jika sudah lepas kendali. Dia pasti sudah membuat Sierra marah dan salah paham.
Salahkan semua ini kepada Stuart. Dia yang harusnya menjadi tersangka akan kejadian yang baru saja terjadi.
Bodoh!
Ini jelas salahnya. Dia yang tidak bisa menahan kekesalannya dan emosinya karena Sierra terus membahas Stuart.
Tavish langsung berlari keluar dari kamar dan mengejar Sierra yang kini sudah sampai di teras rumahnya.
Dia melihat Sierra yang sedang berbicara dengan Stuart. Dan hal itu semakin membuat Tavish geram. Tanpa mau pikir panjang, Tavish langsung menarik tangan Sierra agar menjauh dari Stuart.
"Saya antar pulang." Tegasnya. Sambil memegang tangan Sierra dengan kencang.
"Auh! Sakit!"
Stuart tanpa sadar langsung melepas tangan Sierra dari genggaman Tavish. "Maaf tuan. Tapi anda menyakiti Sierra." Katanya dengan sopan.
Entah kenapa Tavish menjadi tambah geram. Jika saja Stuart bukan supir kesayangan keluarganya dan juga bukan teman masa kecilnya. Tavish pasti sudah memecat si supir sok tampan ini.
"Stuart. Jangan lancang!" Ancam Tavish. Dia kembali mengambil tangan Sierra. Dia sempat melihat Sierra yang mengelus pergelangan tangannya. Tapi Tavish tidak mau memikirkan hal itu saat ini. Dia harus membuat Sierra menjauh dari Stuart.
"Lepas pak! Saya mau pulang sama Stuart aja!" Dengan menghentak tangan Tavish, Sierra menggeser kan tubuhnya mendekat ke arah Stuart demi meminta perlindungan dari pria itu.
"Jangan membantah Sierra. Kamu disini bawahan saya." Tekannya.
"Tapi kita bukan di kantor pak. Jadi bapak gak bisa seenaknya atur - atur saya."
"Kamu masih berada di rumah saya Sierra. Dan kalau saya bilang tidak boleh membantah. Jangan membantah!" Dengan sekali tarikan, tubuh Sierra kini berada dalam pelukan Tavish.
Tangan pria itu memegang pinggangnya dengan kencang. "Kamu pulang. Saya bisa antar Sierra sendiri."
Stuart hanya bisa terdiam tanpa berani membantah. Sikap Tavish entah kenapa terlihat sangat posesif dimatanya. Sepertinya Tavish memiliki rasa yang lebih kepada wanita unik yang menjadi teman ceritanya itu.
Tavish langsung membawa Sierra masuk kedalam mobilnya. Melihat Sierra yang mendiamkan dirinya membuat Tavish kesal. Tapi melihat wanita itu lupa memasang seatbelt-nya entah kenapa langsung membuatnya senang.
Tavish mengarahkan tubuhnya ke depan Sierra. Wanita itu yang sejak tadi menatap ke luar jendela tentunya terkejut melihat bosnya kini sudah berada di depan wajahnya.
"Ba..bapak mau apa?" Sierra gugup berada dalam jarak seperti ini lagi dengan Tavish. Tanpa sadar dia menutup mulutnya dengam kedua tangannya.
Sudut bibir Tavish sedikit naik. Lihat, betapa polosnya gadis didepannya saat ini.
Tanpa bicara, Tavish menarik seatbelt itu sampai terdengar bunyi klik. Meskipun sudah terkunci. Tavish masih belum menjauhkan wajahnya. Dia sengaja. Tentunya. Karena dia melihat Stuart masih berdiri di sana dan pasti melihat ke dalam mobilnya. Dan tebakan Tavish benar. Stuart langsung melenggang pergi dari tempatnya berdiri tadi.
"Apa kamu berharap saya cium lagi?" Ledeknya kepada Sierra yang masih tetap tidak bergerak.
Tidak mau membuat Sierra marah. Tavish langsung membalikkan tubuhnya ke tempat semula.
"Kalau kamu bicara tentang Stuart lagi. Hukuman seperti tadi yang akan kamu dapat Sierra." Tekannya sebelum membawa mobilnya pergi meninggalkan mansion orang tuanya.
^^^
KAMU SEDANG MEMBACA
RED: He is A Mr. Perfect (Revision)
RomanceA SERIES OF 'COLOR OF LOVE'. 1st Sequel 'RED' 2nd Sequel 'PINK' 3rd Sequel 'GREY' 4th Sequel 'BLACK' Do not copy my works. If you find any similarities in names, places, or situations. It is just inadvertence. Rank: #3 keinginan (16/09/2020)...