Sania Andara Louise, sang nyonya besar, ibu dari seorang Tavish. Wanita yang sangat cantik, ramah dan lemah lembut. Meskipun hidup sebagai istri dari seorang konglomerat di Singapura. Sania adalah gambaran wanita sempurna yang tidak pernah membedakan kasta seseorang. Maka dari itu semua keluarga mengikuti sifatnya yang tidak boleh membedakan kasta.
Istri dari Geraldino Tsara Hopper adalah seorang ibu rumah tangga biasa, katanya. Dia tidak ingin bekerja setelah melahirkan anak kedua mereka, Annastasha.
Sejak dulu, dia ingin lebih fokus untuk mengurus kedua anaknya. Dan tentu saja hal itu didukung oleh sang suami. Geraldino yang posesif dan bucin, kata Annastasha anak perempuannya. Dia tidak rela jika istrinya di lihat dan di kagumi oleh pria - pria di luar sana. Meskipun sudah berumur, kecantikan Sania tidak pernah surut sepanjang jaman. Gaya pakaian dan dandannya selalu menjadi dambaan banyak orang. Natural dan Elegan tapi tetap tidak berlebihan.
Saat ini, mobil milik Tavish sudah masuk ke dalam mansion keluarganya. Tempat yang sempat di datangi Sierra ketika baru saja menginjakkan kakinya di Singapura. Saat itu memang Sierra belum bertemu dengan kedua orang tua Tavish karena mereka sedang ada urusan di luar. Tapi sejak mendengar gosip dari Annastasha. Jelas membuat Sania yang sedang sibuk bercengkrama dengan para saudarinya langsung buru-buru mengajak suaminya pulang.
Mengingat kedatangannya pertama kali ke mansion keluarga Tavish. Sierra tiba - tiba teringat sosok Stuart. Supir pribadi keluarga Tavish. Pria ramah yang menjemputnya di bandara dan mengajaknya berbincang selama perjalanan. Stuart yang pintar dalam memilih obrolan membuat Sierra nyaman berbicara dengannya. Sejak dirinya sampai, dia lupa jika memiliki janji dengan Stuart untuk berkeliling Singapura.
"Pak, saya boleh tanya?"
"Hmm. Apa?"
"Stuart dimana? Saya ingin bertemu. Soalnya saya punya janji sama dia." Mata Tavish langsung menghunus tajam ke arah Sierra. Tatapan tidak suka akan objek yang disebut Sierra membuat Tavish kesal.
"Janji apa? Kamu lupa kalau kamu datang kesini untuk bekerja." Katanya membalas dengan nada datar dan dingin.
"Ya saya juga kan punya hak untuk libur pak. Masa iya saya terus-terusan kerja."
Tavish tak menjawab. Dia masih terlihat kesal jika Sierra dekat dengan Stuart. Membayangkannya saja sudah membuat wajah Tavish memerah karena menahan amarah.
"Ada. Dan kamu akan tetap sama saya bagaimana pun juga." Kekeuh nya tak mau ada bantahan.
"Loh! Kok gitu pak? Masa iya saya harus sama bapak terus?!"
Kini suasana mobil Tavish berubah menjadi dingin. Dia baru saja memberhentikan mobilnya di depan rumah orang tuanya. Dan saat ini Tavish memilih untuk mengunci pintu mobilnya. Tavish harus menjelaskan dulu kepada Sierra kenapa dia tidak ingin Sierra dekat dengan Stuart.
"Harus! Karena saya tidak suka kamu dekat - dekat dengan dia."
Tatapan yang Sierra berikan berisikan pertanyaan untuk Tavish. "Kenapa bapak gak suka? Emangnya saya kenapa? Kan saya bertemen sama Stuart juga gak merugikan bapak." Balas Sierra tak mau mengalah.
"Sekali tidak tetap tidak Sierra! Kamu hanya boleh dekat dengan saya. Dan tidak ada bantahan." Tegas Tavish.
"Ih! Bapak ini kenapa jadi aneh gini. Saya kan juga mau cari temen. Dan Stuart temen yang asik dari pada bapak." Sierra sedikit memelankan kalimat akhirnya berharap Tavish tidak mendengar jika dirinya menyindir Tavish. Tapi, Tavish sudah jelas mendengar kata - kata sindiran itu.
"Jadi kamu lebih suka dekat dengan dia?"
"Bapak ini kenapa? Itu kan hak saya untuk deket sama siapa aja."
Tavish menatap Sierra tajam. "Saya tidak suka. Jadi, jika kamu masih membantah, akan saya beri hukuman." Kedua bola mata Sierra terbuka lebar. Apa - apaan pria ini. Bertingkah seenaknya saja mengatur hidup orang.
"Saya tanya deh, emangnya bapak kenapa gak suka? bapak siapanya saya? Kalo di kantor oke. Bapak bos saya. Tapi kalo di luar kita gak ada status apa-apa. Jadi bapak gak bisa larang-larang saya."
Tavish tidak bisa menjawab. Pria itu kini bergerak ke arah Sierra hingga membuat wanita cerewet itu terdiam kaku. Jaraknya dan Tavish sangat dekat. Bahkan nafas Tavish bisa Sierra rasakan di wajahnya. Hingga bunyi klik membuat Sierra sadar jika Tavish berniat membuka seatbelt-nya.
Wajah merona Sierra membuat senyuman kecil muncul dari bibir Tavish. Pria itu masih belum bergeser dari hadapan Sierra. Dia senang melihat wajah malu dan merah merona milik Sierra saat ini.
Wanita cerewet ini bisa juga tersipu malu. Senyuman kecil muncul disudut bibir Tavish.
"Kamu terpesona? Wajah mu memerah." Kata Tavish membuat Sierra mau tidak mau mendorong dada bidang pria itu agar menjauh darinya.
"Huh! Mana ada!" Elaknya. Dia memalingkan wajahnya ke arah jendela. Tidak ingin menatap mata Tavish yang saat ini terlihat mengejeknya.
"Ayo turun. Kita sudah ditunggu. Atau perlu saya bukakan pintunya juga?"
Tanpa mau membalas ledekan bosnya, Sierra bergegas membuka pintu mobil Tavish sebelum Tavish kembali meledeknya lagi.
^^^
KAMU SEDANG MEMBACA
RED: He is A Mr. Perfect (Revision)
RomanceA SERIES OF 'COLOR OF LOVE'. 1st Sequel 'RED' 2nd Sequel 'PINK' 3rd Sequel 'GREY' 4th Sequel 'BLACK' Do not copy my works. If you find any similarities in names, places, or situations. It is just inadvertence. Rank: #3 keinginan (16/09/2020)...