RED 13

22K 1.2K 17
                                    

"Astaga Sierra!" Teriakan melengking milik Dino terdengar begitu Sierra membuka pintu apartemennya. Sierra menutup kedua telinganya. Telinganya sempat berdengung karena nyaringnya suara sahabatnya itu.  

"Kenapa sih Din! Gak usah teriak-teriak di apartment gua!" Mood Sierra yang sejak pagi sudah kacau, makin menjadi setelah mendapat sambutan tak ramah dari Dino.

Disisi lain, Dino yang kesal melewati Sierra yang menghalangi pintu. Dini masuk secara kasar ke dalam apartment Sierra, yang entah kenapa hari ini bertingkah sangat menjengkelkan. Dia langsung mendudukkan dirinya dan membanting tasnya secara asal ke atas sofa.

"Lo bikin hari gua kacau! Pagi - pagi telpon suruh datang ke apartment! Lo pikir gua nggak sibuk sama kerjaan gua yang lain!" Eluhnya.

"Gua juga kesel nyet! Lo pikir gua nggak pusing tiba - tiba si bos besar main perintah buat revisi dadakan dan harus dikirim beberapa jam lagi dari sekarang."

"Kok bisa sih! Lo pasti bikin dia sensi!" Tuduhnya.

"Nggak usah banyak cing cong! Bantuin dulu gua revisi novel si ocean lady ini. Dari tadi dia chat gua buat pastiin nggak lupa untuk kirim revisian novelnya."

"Emang kampret bos besar itu." Karena diburu waktu, mau tidak mau mereka harus segera memulai tugas istimewa ini.

^^^

Tugas dari Tavish baru Sierra kerjakan sekitar 50 persen. Bosnya itu harusnya masih membiarkan Sierra santai satu jam lagi sebelum dia mengirimkan tugas sesuai jam yang disepakati oleh Tavish. Tapi, kini laptopnya justru sudah menampilkan panggilan skype dari sang bos besar. "Tuh! Lo liat kan!" tunjuknya kearah panggilan yang sedang terlihat di laptopnya.

"Sejak tadi malam, sampai tadi pagi. Gua di teror muka dia terus! Kesel banget gua! Bahkan gua sampai takut liat laptop gua sendiri." Sierra memberikan tonjokan penuh emosi ke arah layar laptop nya yang saat ini masih menunjukkan panggilan Tavish yang belum di terimanya.

Ada tawa mengejek yang keluar dari mulut teman nya. "Gua ngerasa dia ada feeling sama lo."

"Ih! Amit - amit deh! Gua nggak mau sama laki - laki model begini. Freak!"

"Eh! Jangan salah. Dia masuk dalam salah satu list pengusaha muda terkaya dan tertampan loh di asia. Lima besar!" ucap Dino dengan semangat sambil menunjukkan jarinya ke angka lima.

"Bodo amat! Gua nggak peduli. Ganteng tapi bikin jantung gua maraton tiap kali dia ngomel pun nggak guna. Yang ada gua bakal di teror terus sama dia."

Tring tring

"Tuh jawab. Yang ada nanti dia ngoceh kalau lo angkatnya kelamaan."

Mau tak mau Sierra menekan tombol hijaunya. Sebelum itu dia menarik nafas dalam - dalam. "Sierra! Kenapa lama sekali mengangkat telpon saya!"

Suara nyaring yang penuh dengan amarah kini menyambut Sierra. Dia sudah menutup mata dan menutup kedua telinganya karena terkejut mendengar suara Tavish yang sempat membentaknya.

"Kenapa anda bersikap seperti itu?" Suara Tavish berubah normal begitu dia melihat Sierra yang terlihat takut padanya.

"Saya nggak kenapa-kenapa pak. Saya cuma kaget aja." Kini Sierra bisa menatap laptopnya dengan wajah normal. Dino disebelahnya hanya bisa berdoa untuk nasib sahabatnya ini. Siapa pun pasti terkejut dengan suara melengking itu. Dia bahkan menggeser tubuhnya supaya tidak terlihat masuk ke dalam kamera laptop Sierra. Dia tidak ingin Tavish melihatnya disini dan bukan di kantor. Bisa habis dirinya ditangan Tavish.

"Sudah anda kerjaan tugas dari saya tadi?" Tavish mencoba mengalihkan kesalahannya. Dia tahu wanita itu pasti masih terkejut dengan sikapnya. Entah kenapa Tavish kesal karena Sierra lama mengangkat sambungan telponnya. Tapi, kekesalannya sirna begitu dia melihat Sierra yang melihatnya penuh ketakutan. Tavish justru sedikit merasa bersalah. Hanya saja, Tavish gengsi untuk sekedar mengucapkan kata maaf. Baginya, hal ini adalah biasa. Sierra harus membiasakan diri jika bekerja dengannya.

"Saya masih tahap revisi pak." Sudah pasti Tavish akan kembali memakinya.

"Lama sekali kerjamu itu!" keluhnya.

Menatap Tavish dengan wajah kesal, Sierra kini memberanikan diri untuk membalas ucapan bosnya. Sudah cukup Tavish menekannya terus menerus. Dia juga bisa gila hanya karena satu projek ini. Sedangkan, tugas Sierra tidak hanya ini saja. Masih banyak yang lainnya. "Kalau bapak tidak menelpon dan meneror saya setiap saat mungkin saat ini saya sudah selesai."

Kening Tavish mengerut. Berani sekali wanita ini komentar didepannya. "Kamu..."

"Maaf pak. Saya lanjut revisi. Satu setengah jam lagi saya kirim ke bapak. Selamat sore."

Tut!

Dino menatap tidak percaya kepada sahabatnya ini. Dia melihat Sierra yang masih menarik nafasnya dalam - dalam. "Gila! Lo bener - bener gila" ejeknya sambil bertepuk tangan. Dino salut dengan keberanian Sierra. Jantungnya saja tadi sempat berhenti mendengar Sierra membalas ucapan bosnya. Benar-benar gila sahabatnya ini.

"Gua nggak bakal bisa seberani lo, Ra"

Kini Sierra menatap tajam Dino. "Diem! Lebih baik kita selesaiin ini lebih cepet."

Jangan ditanya bagaimana jantungnya bekerja saat ini. Di luar dari kerja jantung normal pada umumnya. Di dalam hatinya, Sierra meruntuki mulutnya yang terlampau berani karena sudah lancang membalas kata - kata Tavish. Dia juga harus meruntuki nasibnya. Mungkin ini akan menjadi perjalanan karir terakhirnya mulai saat ini.

Aku harus kirim lamaran kerja kemana? Ya Tuhan! Selamatkan aku!

^^^

RED: He is A Mr. Perfect (Revision)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang