Kalau nggak tahunya Bintang udah punya pacar gimana?
•••
Setelah bertos-tos ria dengan teman-teman futsalnya yang sempat menjadi tim lawannya pada latihan hari ini, Bintang yang semula hendak langsung menuju ruang loker, tiba-tiba derap kakinya terhenti spontan. Ketika samar-samar ia mendengar seperti ada suara teriakan seseorang yang menyerukan namanya. Pandangan Bintang berkeliling, menyapu area sekitar lapangan. Mencari dari mana sumber suara itu berasal. Sampai tak sengaja ia menangkap sosok seorang gadis dengan wajah yang tidak begitu asing baginya. Sosok Kejora yang hanya sekali muncul di hadapan Bintang, dan Bintang pun melihatnya kurang dari satu menit, membuat Bintang lupa dan tidak mengingatnya.
Tapi berhubung Kejora yang terlalu percaya diri, gadis itu sudah ketakutan duluan kalau sampai Bintang mengenalinya. Dan tentunya ia panik bukan main sekarang.
"Nom, gimana, nih, dia ngeliatin gue!" Buru-buru Kejora menyembunyikan wajahnya, di balik kedua telapak tangannya yang dirapatkan. "Kita keluar aja, yuk!"
Dengan gusar, Kejora main langsung tarik tangan Naomi yang kelamaan merespon itu. Ya, memang tidak heran juga, kalau selama pertandingan latihan berlangsung, kepala Naomi terus menunduk, memainkan ponselnya, tanpa memerhatikan Bintang atau pemain siapa pun di lapangan sana. Tidak seperti Kejora yang tidak lengah sedetik pun untuk tidak memerhatikan Bintang berlaga. Karena sebetulnya keberadaan Naomi saat ini cuma sebatas menemani Kejora saja. Tidak lebih.
Melihat gadis yang berwajah familiar itu tiba-tiba pergi, sambil mengelap keringat, Bintang mencoba-mengingat-ingat. Apakah ia pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnya? Keheningan menyesap di kepala Bintang. Hingga akhirnya ia putuskan untuk menyerah.
Ah, entahlah. Bintang lupa. Dengan tak acuh, Bintang tidak mau ambil pusing. Lebih baik ia sekarang segera ganti baju agar tidak telat menjemput Rasi.
⛈
"Woi, bagi air dong air air air! Gila, gue haus banget, nih."
Belum-belum Bintang sampai di ruang loker, suara Yogi yang teriak-teriakan persis seperti kenek angkot sudah terdengar memekak telinganya.
Tak lama disusul oleh pekikan Oskar. "Sama, gue juga. Hampir mati, nih, saking hausnya. Air mana, sih? Masa nggak ada yang punya air sama sekali di sini?"
Kebiasaan anak-anak futsal. Selesai latihan pasti berisik kehausan. Meributkan air, karena tiap latihan kebanyakan dari mereka memang tidak pernah sedia air. Paling hanya satu atau dua orang yang selalu siap sedia air mineral sebelum latihan dimulai. Dan salah satunya Oskar. Tapi sayang sekali, giliran latihan kali ini Oskar lupa menyisakan uang jajannya untuk membeli air.
"Waduh, jangan hampir mati gitu lo, Kar." Bintang yang baru datang langsung ikut menyeruak. "Nih, minum air ludah gue aja, nih. Lumayan nyegerin, kok. Lebih seger dari es teh botol Bang Erwin malahan."
"Idih, najis! Najis mugoladoh! Mending mati kehausan gue, daripada harus minum air ludah lo, asli!" sumpah serapah Oskar sambil membanting handuk kecilnya. Membuat anak-anak yang lain tertawa mendengarnya.
"Lagian, tumbenan lo teriak-teriak haus, Kar? Kalau si Yogi, sih, udah nggak heran," Untuk mengeringkan badan dari keringat, Bintang duduk sejenak nimbrung dengan anak-anak yang lain. "Biasanya kan justru lo yang suka bawa minum?"
"Iya, Kar." Tahu-tahu Gino menceletuk. "Gue mau minta dong!"
"Apaan lo minta-minta!" sentak Oskar. "Duit jajan gue aja habis. Lupa nyisain buat beli air, tadi. Ada juga lo beli. Gantian. Uang jajan lo kan ngalahin uang jajan anak presiden."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Ada Selamanya 1&2
Teen Fiction'Selamanya' hanya kata penenang. Hanya sebuah peralihan kata bagi mereka yang tidak percaya adanya sebuah akhir. Karena pada kenyataannya di semesta yang mudah rapuh ini, tak ada yang kekal. Tak ada yang abadi. Dan tak ada... Selamanya. Tentang sela...