68. Masih Menaruh Harap

639 166 52
                                    

Halo, saya kembali setelah sekian minggu tidak update. Ehehe, maapkeun... Gimana kabarnya? Semoga baik yaa.

Btw di part sebelumnya aku udah janji bakal follback satu orang yang komentarnya paling pedes buat Bintang, ngalahin boncabe level 30. Dan dia adalaahhhh....

heynura Selamat, kamu aku follback yaa! Terus baca ceritaku, dan sisipkan komen di setiap chapternya!

Challenge kali ini, aku tantang kalian untuk spam komen sebanyak2nya. 3 akun yang paling banyak akan aku follback😊

~

Happy reading!

~

Music playing
Yoon Mi Rae - I'll Listen To What You Have To Say

Entah itu karena kekejaman Bintang, atau karena hati kecilnya yang tanpa sepengetahuannya masih menaruh harap pada cowok itu?

***

Persis seperti biasa sebelum dia mengenal Bintang dan tinggal di rumah cowok itu, Kejora berangkat menggunakan bus⸻namun hanya sampai stasiun terdekat. Kemudian selebihnya dia akan berjalan, kira-kira 200 meter, untuk benar-benar tiba di sekolahnya.

Sambil memerhatikan kakinya yang terus mengambil langkah gontai, Kejora tidak peduli akan sekitar, sekalipun seseorang yang sejak tadi mengintainya dari jauh. Karena yang Kejora pikirkan kini, hanya tentang bagaimana dirinya nanti kalau sampai bertemu Bintang di sekolah. Apa yang mesti dia lakukan? Haruskah dia menghindar? Supaya Bintang tidak perlu lagi untuk membencinya? Supaya keberadaannya tidak lagi mengingatkan Bintang akan kasus kepergian papanya?

Baiklah. Sepertinya memang begitu yang terbaik. Sepertinya, memang Kejora yang harus mengalah. Karena memang sejak awal, kesalahan sudah terletak pada keluarganya. Pada ayahnya yang telah menembak mati papanya Bintang. Maka memang seharusnya dia yang menjauh dari Bintang. Tidak peduli walau dia sendiri tidak tahu kenapa mesti dirinya yang harus menanggung kesalahan ayahnya. Tidak tahu, kenapa hanya dirinya yang mesti disalahkan dalam hal ini. Tidak tahu, kenapa hanya dirinya yang mesti menebus semua kesalahan yang tidak dia perbuat. Dia tidak tahu, namun dia memanglah harus mengerti. Sekalipun takdir terlalu sulit untuk mengerti.

Hari ini adalah hari Senin. Jadi ketika Kejora tiba di sekolahnya, banyak murid yang sudah hadir meramaikan lapangan dengan menggunakan atribut lengkap.

"Lo baru dateng?" kaget Naomi.

Yang seketika itu juga menyadarkan Kejora bahwa setibanya dia di sekolah, tinggal tersisa 5 menit lagi sebelum bel berbunyi. Pantas saja sudah seramai ini. Bel masuk akan berbunyi 15 menit lebih cepat di setiap hari Senin. Sudah menjadi peraturan resmi sekolah. Karena jika tidak begitu, waktu belajar dan mengajar akan terpotong banyak untuk kegiatan upacara.

"Gue naik dulu ke kelas sempat nggak, ya? Buat naruh tas," ujar Kejora.

"Nggaklah!" Naomi menggeleng. "Yang ada pas turun, lo jatohnya terlambat ikut upacara."

Kejora tampak berpikir. "Terus tas gue gimana dong?"

"Oh, gue tau! Mana tas lo sini." Seperti maling, Naomi merampas tas milik Kejora.

Sampai-sampai Kejora terkejut dibuatnya. "Eh, mau lo bawa ke mana tas gue?"

"Ntar gue kasih tau. Udah lo tenang aja!" pekik Naomi sambil berlalu.

Tak Ada Selamanya 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang