"Terserah, sih, kalau lo mau cemburu juga, gue nggak nyalahin lo kalau lo suka sama gue. Karena gue tahu kadar kegantengan gue yang melebihi rata-rata ini, pasti bisa bikin siapapun langsung klepek-klepek cukup dengan melihat gue satu detik."
•••
Tanpa menyadari kepergian Kejora, seperti biasa Bintang hanya fokus pada Rasi. "Coba kamu tarik napas sedalam-dalamnya. Terus kamu buang perlahan-lahan." Sambil memberi instruksi, Bintang ikut melakukannya juga bersama Rasi. "Setelah aku hitung sampai tiga, kamu boleh teriak sekencang-kencangnya yang kamu bisa. Siap?"
Rasi mengangguk dengan senyum yang membentang di bibir manisnya.
"Satu... dua..." Sesaat Bintang menyempatkan diri untuk melirik Rasi. "Ti... ga!"
"AAAAAAAAAAAAAAAAA!!!"
Selama beberapa saat mereka berdua berteriak bersama-sama, sekencang-kencangnya yang mereka mampu.
"Huft!" lelah Rasi, mengatur napasnya kembali. Namun tiba-tiba bahak tawa menyeruak lolos dari rongga mulutnya. Yang berhasil memancing Bintang untuk menoleh.
Saat mata mereka saling bertemu, seketika kedua-duanya malah melepas bahak tawa masing-masing di waktu yang sama.
"Gimana? Mau coba lagi?" tanya Bintang dengan sisa tawanya.
Rasi menggeleng dengan dua ujung alis yang saling bertaut, berupaya mengakhiri tawanya. "Udah, cukup. Aku nggak mau besok nggak bisa masuk sekolah cuma gara-gara sakit tenggorokan."
"Tapi yang penting sekarang kamu udah merasa sedikit lebih baik, kan?"
"Hm...." Rasi berdeham cukup lama. "Kayaknya biasa aja, sama kayak sebelumnya," goda Rasi dengan disengaja.
"Dih, kok, biasa aja?!" Bintang menyentak spontan.
"Nggak tau, deh." Kedua bahu Rasi bergedik seolah tak acuh.
Setelah itu berlalu meninggalkan Bintang yang nampak sedang menggaruk-garuk kepala kebingungan. Akan tetapi ketika tidak sengaja mendapati Rasi sedang menertawainya dari kejauhan sana, Bintang akhirnya memahami. "Wah! Kamu bohongin aku, ya?!"
"Wlee!" Rasi menjulurkan lidahnya, meledek. Kemudian kabur begitu saja, tiada henti menertawakan Bintang yang sejak kecil masih saja belum berubah-berubah. Selalu mudah bingung jika dihadapkan suatu hal. Bahkan untuk hal yang tergolong sepele semacam ini.
"Eh, sini jangan lari! Awas kamu, ya, Ras! Beraninya udah bikin aku bingung!"
Bintang berlari, mengejar Rasi yang juga berlari, di pertengahan area bukit perkebunan teh yang kalau dilihat dari atas, nampak seperti labirin yang berkelok-kelok, dan lebarnya hanya muat dilewati oleh satu orang.
Sebetulnya pemandangan seperti ini pernah terjadi sebelumnya di tempat yang berbeda, jauh sekian tahun yang silam. Ketika Rasi dan Bintang masih berusia anak-anak dan menduduki bangku Sekolah Dasar. Namun bedanya, waktu itu Rasi yang mengejar Bintang karena Bintang telah usil dan mengganggunya lebih dulu.
Jika Rasi yang mengejar Bintang mungkin tidak akan tertangkap. Tetapi belum tentu jika sebaliknya. Terbukti ketika kenyataannya sekarang jarak Bintang sudah semakin dekat dengan Rasi, walau gadis itu masih terus berupaya berlari kencang.
Saat Bintang berlari dengan memperlebar langkahnya, saat itu juga tangannya berhasil meraih tubuh Rasi. Mengunci pergerakan Rasi dalam lingkar tangannya. Sehingga Rasi tidak bisa menghindar ke mana-mana lagi.
"Kena kamu!" tukas Bintang.
"Bintang lepasin. Ampun, aku minta ampun!" Tanpa bisa lepas dari tawa cerianya, Rasi berupaya keras melindungi pinggangnya dari jari-jari Bintang yang ia tahu pasti sudah siap untuk menggelitikinya. Karena hanya itu sisi lemahnya yang diketahui betul oleh Bintang. "Bintang jangan kelitikin aku. Aku nggak kuat geli!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Ada Selamanya 1&2
Teen Fiction'Selamanya' hanya kata penenang. Hanya sebuah peralihan kata bagi mereka yang tidak percaya adanya sebuah akhir. Karena pada kenyataannya di semesta yang mudah rapuh ini, tak ada yang kekal. Tak ada yang abadi. Dan tak ada... Selamanya. Tentang sela...