"Kalau gitu jangan nangis lagi. Karena aku bakal temenin kamu buat menghadapi semua."
•••
Saat Kejora keluar kamar, kebetulan Bintang juga baru keluar dari kamarnya. Baik Kejora mau pun Bintang, mereka berdua sama-sama membawa buku. Karena memang, untuk saat ini mereka memiliki satu tujuan, satu janji, dengan satu orang yang sama. Rasi. Beberapa saat keduanya saling melempar lirik. Mengingat tadi, dan membandingkannya dengan raut wajah Bintang sekarang, Kejora betul-betul tidak bisa untuk tidak tertawa.
Namun karena Kejora merasa tidak baik menertawakan orang secara terang-terangan, Kejora tertawa dengan menutupi seluruh bagian mulutnya, atau hampir setengah dari wajahnya yang mungil itu.
Kejora terkikik sendiri, sementara Bintang mendelik tajam. Sumpah demi Tuhan, Bintang menyesal! Kalau saja waktu bisa diputar kembali, Bintang akan merasa jauh lebih baik dirinya tidak mandi, ketimbang harus menumpang mandi di toilet kamar si Cewek Mesum itu! Oke, sepertinya mulai sekarang Bintang memiliki sebutan baru untuk Kejora.
"Heh, awas lo, ya, ketawa-ketawa nggak jelas gitu, bikin curiga di depan nyokap gue!"
"Bodo! Wlee." Kejora menjulurkan lidahnya ke arah Bintang, lalu menjulingkan bola matanya. Meledek. Karena kebetulan sekali, Naina, mamanya Bintang sedang menonton televisi di bawah, Kejora jadi ingin lebih menggodanya. "Tante Naaiinaaa," panggil Kejora.
"Heh!" Bintang menyentak.
Kejora sudah turun duluan. "Tan, tau nggak? Tadi―hmffpm."
"Ada apa, Kejora?" Naina baru menjawab, sementara Bintang sudah keburu berhasil membekap mulut gadis itu. Akan tetapi malapetaka lagi bagi Bintang, ketika mamanya menyadari kekompakan mereka berdua akan sesuatu. "Eh, tunggu. Kalian mau ke mana? Sama-sama bawa buku gitu?"
"Hfmpffjfp." Kejora tetap berusaha untuk menjawab. Tangannya memberontak meminta tangan Bintang melepaskan bekapannya, meski Bintang tidak ada secuil pun iba untuk melakukan itu.
Bintang malah mengambil alih, dengan memberi jawaban ketus, "Belajar."
Naina terkekeh. "Nah, gitu dong belajar yang rajin. Sering-sering ajak Bintang belajar, ya, Kejora. Bintang itu nggak pernah mau belajar orangnya. Makanya Tante suka kesal sendiri nanggapin dia yang nilainya do-re-mi lagi, do-re-mi lagi."
"Yaelah, Ma! Bintang nggak pernah belajar? Terus hampir tiap hari, dari pagi sampe sore di sekolah, Bintang ngapain kalau nggak belajar? Ternak lele?" balas Bintang, membetulkan anggapan mamanya terhadap dirinya sendiri.
Yang kemudian Bintang membawa Kejora keluar, menuju rumah Rasi, dalam keadaan masih membekap mulut gadis itu. Untuk berjaga-jaga. Bintang tidak ingin kalau nanti bekapannya dilepaskan sekarang, mulut gadis itu akan kembali bocor tidak terkontrol.
🌩
"Si Bintang sebego itu, ya, Ras?" tanya Kejora yang hampir tidak percaya melihat Bintang, sosok yang sangat amat ia kagumi sebelumnya, ia sanjung-sanjung sebelumnya, ternyata tidak bisa menyelesaikan sebuah soal matematika, yang bahkan di dalamnya hanya ada perkalian silang antar pecahan.
Rasi mengangguk, mengiyakan. "Bintang ini, ya, jangankan perkalian pecahan, dikasih soal penambahan pengurangan aja kadang hasil hitungan dia masih keliru. Ada aja yang salah."
"Teroooss, gosipin gue terosss. Dasar cewek, udah di depan orangnya juga tetep aja gibah sampe mampoossss!" oceh Bintang, menyela, sambil belagak cuek melempar-tangkap pulpennya.
"Rasi, Mama sama Papa boleh bicara sama kamu sebentar?" Suara berat milik Januar seketika berhasil membuat tawa Rasi mau pun Kejora memudar.
Sehingga kini ekspresi mereka bertiga mendadak berubah menjadi serius hanya dalam satu jentikan jari.
"Soal apa? Bicara di sini aja emang nggak bisa?" ketus Rasi, tanpa sanggup menolehkan kepala, untuk menatap lawan bicaranya.
Jangankan untuk melihat wajah mereka, mendengar suara mereka saja rasanya sudah begitu menyakitkan bagi Rasi.
"Sebentar saja, Nak. Tidak lama. Paling hanya lima menit."
"Nggak. Rasi nggak mau!"
"Ya, sudah. Kalau gitu kita bahas lain kali saja."
"Nggak! Kalau Rasi bilang nggak mau, ya nggak mau! Pokoknya Rasi nggak mau bahas apa-apa!" sentak Rasi.
"Sejak kapan kamu jadi pembangkang seperti ini?! Sudah cukup sabar Papa menghadapi kamu, Rasi!" Januar yang seakan telah habis kesabaran, matanya melotot tajam, dengan emosi yang mulai berapi-api.
"Mas, Mas, sudah cukup! Jangan sakiti Rasi." Sekuat tenaganya, Maya berupaya menahan pergerakan tangan Januar, yang sudah terangkat tinggi, bersiap untuk menampar Rasi. "Kamu ini! Nggak perlu pakai kekerasan. Lagipula dia anak perempuan, Mas. Anak kita!"
"Lebih baik sekarang Mama sama Papa jangan ganggu Rasi lagi, atau Rasi akan pergi dari rumah!" lanjut gadis itu dengan nada mengancam.
Lantas dengan begitu, Maya ataupun Januar tidak bisa lagi memaksa putrinya. Kembali, seraya meningalkan desah, menyisakan Rasi, bersama Kejora dan Bintang di ruang tamu.
Rasi membisu. Kepalanya tertunduk dalam. Bahkan, ketika saat ini mereka tidak berbuat apa-apa pun, namun ketika mengingat apa yang telah mereka lakukan padanya, mampu membuat mata Rasi berkaca-kaca dalam terhitung detik.
Kejora yang tidak tahu apa-apa, tidak berani pula mengeluarkan kata sepatah pun. Lalu Bintang mengulurkan tangannya, memberi genggaman yang cukup erat pada tangan Rasi yang bergetar dan dingin. Mencoba untuk menenangkan Rasi, agar tidak lagi emosi.
Yang kemudian dengan suara pelan Bintang mengatakan, "Kamu boleh marah karena kamu mungkin kecewa sama mereka. Tapi mau sekecewa apapun kamu sama mereka, aku harap kamu jangan sampai membenci mereka, ya. Karena mau bagaimana pun juga, mereka adalah orangtua kamu."
"Kamu nggak ngerti, Bintang." Rasi menangis. Menyahut di sela-sela isakannya yang terhambat pernapasan.
"Aku ngerti perasaan kamu. Walau aku nggak tahu apa masalah yang terjadi di antara kamu sama Mama-Papa kamu, tapi aku tau kamu kecewa sama mereka. Marah-marah ataupun saling diam kayak gini nggak akan menyelesaikan semuanya."
"Tapi Bi...."
"Rasi," panggil Bintang lembut, dengan memegang salah satu bahu Rasi, di saat sebelah tangannya yang lain masih menggenggam jari-jemari gadis itu. Menghadapkan bahu gadis itu ke arahnya. "Kamu nggak perlu khawatir. Dari kita kecil, aku janji bakal selalu ada di sisi kamu buat dukung apapun yang terbaik buat kamu. Dan sampai detik ini aku juga masih sanggup untuk terus memegang janji itu. Janji aku ke kamu. Inget, kan?"
Rasi mengangguk.
Bintang tersenyum, seraya menyingkirkan bekas tetes air mata di pipi Rasi. "Kalau gitu jangan nangis lagi. Karena aku bakal temenin kamu buat menghadapi semua."
Bintang memang selalu memiliki cara jitu untuk menaklukkan ego Rasi. Meskipun yang Bintang harapkan saat ini ia juga bisa memiliki cara jitu, untuk menaklukkan hati Rasi.
Sorot mata Bintang yang nampak serius menatap sepasang mata bundar Rasi, keseriusannya saat bicara, genggaman tangannya yang erat menggenggam tangan Rasi, intonasi suaranya yang begitu lembut, semuanya benar-benar membuat Kejora tertegun berada di tengah-tengah mereka untuk pertama kalinya.
Antara sesak dan sesal, dua rasa itu benar-benar melebur menjadi satu. Rasa sesak yang ditimbulkan oleh kecemburuan yang tidak semestinya ini, dan rasa sesal mengapa tadi tidak ia tolak saja ajakan belajar bersama ini, dua-duanya sungguhlah membuat Kejora tidak mampu berbuat apa-apa lagi, selain menyaksikannya sambil diam-diam ia juga harus bersusah payah menahan air matanya agar jangan sampai jatuh di saat yang tidak tepat.
Kalau seperti ini kenyataannya, apa mungkin Kejora masih memiliki kesempatan untuk memiliki Bintang?
Tbc...
follow instagram: itscindyvir // amateurflies
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Ada Selamanya 1&2
Teen Fiction'Selamanya' hanya kata penenang. Hanya sebuah peralihan kata bagi mereka yang tidak percaya adanya sebuah akhir. Karena pada kenyataannya di semesta yang mudah rapuh ini, tak ada yang kekal. Tak ada yang abadi. Dan tak ada... Selamanya. Tentang sela...