38. Jangan Datang

2.3K 361 78
                                    

AYO DONG SPAM KOMEMTAR YANG BANYAK BUAT BINTANG!

***

"Jangan pernah datang kalau cuma untuk pergi. Jangan pernah datang kalau cuma untuk singgah, bukan menetap. Dan jangan pernah memberi harapan kalau ujungnya lo nggak mampu untuk mewujudkan harapan itu. Karena pada akhirnya, kehadiran lo cuma menorehkan luka yang menyakiti dia."

•••

"Siapa Tante?"

"Hoamm! Ngantuk banget!" Bintang yang mengikuti langkah mereka dari belakang, langsung saja menginterupsi dengan ucapan tidak pentingnya.

"Nanti juga kamu tahu," bisik Naina di telinga Kejora, yang diam-diam mengulum senyum. Sementara Kejora dibuat bingung olehnya. "Udah, kamu ganti baju, gih. Habis itu Tante temenin makan malam."

Kejora menurut. Dengan tersenyum, ia mengangguk. Dan bergegas menjalankan apa yang diperintahkan oleh Naina.

🌩

Tepat hari ini, Maya dan Januar bercerai, dan Rasi menyaksikan persidangannya dari awal hingga akhir. Tidak ada air mata atau tangisan apapun. Rasi menyaksikannya hanya dengan terus menggenggam erat jari jemari mamanya. Karena untuk menguatkan mamanya melewati ini semua, ia sendiri pun harus lebih kuat dari apapun dalam menghadapinya.

Biru dan Bintang menemaninya, meski mereka berdua hanya duduk di kursi belakang tanpa berucap sepatah katapun, di saat sejujurnya ada ribuan kata yang sangat ingin mereka sampaikan kepada Rasi untuk membuatnya merasa lebih baik.

Biru yang kini sudah tampak merasa lebih membaik daripada hari-hari sebelumnya yang ia lewati tanpa Rasi ketahui, memutuskan untuk keluar dari ruang persidangan lebih dulu. Berharap dengan ini, ia dapat memberi waktu untuk Rasi dan mamanya lebih lama lagi. Namun tak lama berselang Bintang tiba-tiba menyusulnya.

"Lo nggak tahu apa-apa tentang Rasi." Satu kalimat pertama yang Bintang ucapkan tepat di depan pintu keluar, seketika membuat Biru otomatis menghentikan langkahnya. Sampai saat Biru telah berbalik menghadapnya, Bintang menyambung ucapannya yang sumbang. "Rasi nggak seperti yang lo bayangkan. Di balik senyumnya yang sering dia kasih ke lo, Rasi itu rentan. Lebih rentan dari yang lo perkirakan. Dia bisa nangis seharian ketika mendengar kata-kata yang menyakitkan dari orang lain. Bahkan tanpa lo tahu, dia selalu nangis berhari-hari dan mengurung diri di kamarnya, tiap kali lo menghilang dan nggak pernah menganggapnya ada."

"Walaupun gue sahabatnya dari kecil, tapi satu-satunya orang yang paling banyak mendapat maaf dan senyum dari Rasi itu lo. Sesakit apapun perasaannya karena lo, pilihan dia tetap akan selalu jatuh di lo. Selama ini gue ingin mempercayakan dia ke lo. Tapi tiap kali lo sakitin dia, hal itu selalu buat gue ragu. Apa lo bisa jadi orang yang tepat untuk menjaga dia?" lanjut Bintang.

"Terus mau lo sekarang apa?" Biru melontar tanya, lantaran sejujurnya ia tidak tahu harus berbuat bagaimana untuk membahagiakan Rasi, sedangkan untuk berada di sisi gadis itu saja dirinya tidak bisa berlama-lama.

Bintang menatap tegas sepasang mata Biru, menandakan ia tidak akan bermain-main dengan perkataannya kali ini. "Jangan pernah datang kalau cuma untuk pergi. Jangan pernah datang kalau cuma untuk singgah, bukan menetap. Dan jangan pernah memberi harapan kalau ujungnya lo nggak mampu untuk mewujudkan harapan itu. Karena pada akhirnya, kehadiran lo cuma menorehkan luka yang menyakiti dia."

"Nggak bisa menetap selamanya untuk dia bukan kemauan gue. Menyakiti dia juga bukan kemauan gue. Gue selalu berusaha melakukan yang terbaik buat dia semampu gue, melakukan segala sesuatu yang nggak menyakiti dia semampu yang gue bisa. Meski sekeras apapun gue mencoba, kadar kemampuan yang gue punya nggak sebesar yang lo bayangkan," balas Biru dengan sedikit penekanan. Sampai sesaat kemudian ia pun mengajukan pertanyaan balik pada Bintang. "Lo berlaku kayak begini apa karena lo suka sama Rasi?"

Tak Ada Selamanya 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang