Hati Bintang patah untuk yang kesekian kalinya.
•••
"Nomor yang anda tuju, tidak menjawab. Silakan⸻"
Rasi mematikan sambungan ponselnya sebelum operator itu selesai bicara. Di saat Biru sudah mulai berubah, kenapa juga Bintang malah mengikuti jejaknya yang suka menghilang-hilang dan tidak bisa dihubungi seperti sekarang ini?
"Bintang, nih, kebiasaan, deh. Di saat-saat penting gini susah banget dihubunginnya! Ntar giliran nggak dikasih tahu marah-marah." Kalau Biru yang sulit dihubungi biasanya Rasi pasti sedih. Akan tetapi kalau Bintang yang sulit dihubungi, tidak tahu kenapa pokoknya Rasi malah emosi jiwa. Kesal, yang membuatnya jadi marah-marah sendiri.
Menyebalkan! Rasi melempar ponselnya sesaat. Namun sekian detik berselang ia mengambilnya lagi. Mencoba untuk menghubungi nomor ponsel yang sama lagi, entah ini untuk yang ke berapa kalinya.
Calling Bintang...
"Maaf, nomor yang anda tuju⸻"
"Maaf-maaf! Dikiranya ini lebaran apa, minta maaf terus!" gerutu Rasi yang malah jadi kesal sendiri.
Usai mematikan lagi, sesaat Rasi berpikir, apa ia sambangi saja rumah Bintang? Ah, tapi ini sudah terlalu malam. Kalau saja rumah mereka bertetangganya dengan bersebelah-sebelahan, mungkin sekarang ini Rasi sudah nekat memanjat balkon kamarnya sendiri demi mendatangi Bintang. Kenapa? Karena yang ingin ia ceritakan pada Bintang ini adalah hal penting. Sangat-sangat penting, maka dari itu Bintang selaku sahabat terbaiknya sejak kecil dan tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun, harus menjadi orang pertama yang mengetahuinya. Sebelum ia masuk sekolah besok dan bertemu Aurel.
Karena tanpa Rasi bercerita pun, biasanya Aurel langsung tahu walau hanya dari melihat wajah saja. Entah ilmu apa yang anak itu miliki, tetapi yang jelas sejauh ini tebakan Aurel selalu benar mengenai apapun yang Rasi alami.
Katanya, sih, bilang pada Rasi, "Lo itu orangnya ekspresif banget, Ras. Jadi apa-apa aja semua udah ketebak dari ekspresi lo. Kelakuan lo. Jangan heran!" Katanya, ya. Cuma katanya. Jadi Rasi pikir itu hanya opini Aurel semata.
🌩
Di dalam gudang dengan pencahayaan yang ala kadarnya, untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, Bintang dan Kejora kompak melakukan suatu hal tanpa perlu diperintah-perintah ataupun dipaksa-paksa. Yaitu menggedor pintu gudang dan berteriak-teriak agar dibukakan oleh Naina.
"Ma! Bukain, Ma!"
"Buka pintunya dong, Tan! Anak Tante ngeselin. Kejora nggak mau kekunci sama dia!"
"Yee, siapa juga yang mau kekunci sama cewek mesum kayak lo!"
Mereka berteriak saling bersahutan. Begitu saja terus berulang-ulang. Sampai tiba-tiba Bintang berhenti duluan, ketika kebetulan matanya bertemu dengan mata bulat Kejora.
Padahal Kejora menatapnya biasa saja. Tetapi Bintang was-was, buru-buru menyilangkan tangannya di depan dada. "Mau apa lo?!"
"Ha?" bingung Kejora.
Bintang langsung menggedor kembali pintu yang terkunci itu, dan berteriak sekencang-kencangnya. "MA! SELAMETIN BINTANG, MA, PLIS! BINTANG MASIH MAU PERJAKA, MA! BINTANG NGGAK MAU JUNIOR BINTANG SAMPAI KENAPA-NAPA SAMA SI MESUM INI! MA, PLIS, INI MENYANGKUT MASA DEPAN BINTANG, HARGA DIRI BINTANG!"
Di saat Bintang benar-benar ketakutan, Kejora dengan polosnya malah bertanya, "Lo beneran takut gue perkosa, ya?"
"Iyalah! Kacau lo! Cewek macem apa, sih, lo?" kesal Bintang. "Awas aja kalau sampai masa depan gue hancur gara-gara sifat mesum lo!" Bintang terus mengomel, meski tiba-tiba omelannya tertahan ketika ponsel dalam kantung celana boxernya bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Ada Selamanya 1&2
Teen Fiction'Selamanya' hanya kata penenang. Hanya sebuah peralihan kata bagi mereka yang tidak percaya adanya sebuah akhir. Karena pada kenyataannya di semesta yang mudah rapuh ini, tak ada yang kekal. Tak ada yang abadi. Dan tak ada... Selamanya. Tentang sela...