70. Kebenaran

1.1K 180 35
                                    

Kejora tidak tahu kebenaran mana yang harus dia terima, sedangkan dia hanya menjadi satu-satunya orang yang paling tersakiti mau bagaimana pun kebenaran itu akan terungkap.

---

"Ayah kamu sudah menembak mati seseorang," tutur Milka yang sesaat menjeda sebelum kemudian berbicara lagi. "Sarungtangan, masker, dan pistol itu adalah bukti terkuat yang bisa membuat ayahmu kalah di persidangan kalau sampai tertangkap."

"Ayah tidak membunuh siapapun. Semua ini terjadi karena perbuatan tantemu. Milka."

Dengan pikiran yang menerawang ke mana-mana, mengingatkan dirinya akan dua pernyataan dari tantenya dan ayahnya, Kejora berjalan gontai memasuki rumahnya yang tampak sepi. Ucapan mereka yang secara tidak langsung sudah saling tuduh dan menyalahkan satu sama lain atas kasus pembunuhan itu, kini membuat kepala Kejora terasa sangat sakit memikirkannya.

Semua benar-benar membuat Kejora bingung. Tidak tahu siapa yang harus dia percaya sekarang. Karena baik Milka maupun Surya, keduanya semakin terlihat tidak ada bedanya di mata Kejora saat ini. Kejora tidak tahu siapa yang benar, dan siapa yang salah. Pasalnya yang dia tahu jelas hanya tentang dirinya yang sudah lelah merasakan sesak ini. Lelah untuk menangis. Lelah dengan takdir yang memaksanya untuk tetap kuat, sekalipun sejujurnya dia rapuh. Sangat rapuh, sampai-sampai dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya untuk menjabarkan segala sesak yang terasa hingga detik ini dengan kata-kata.

Kejora tidak tahu kebenaran mana yang harus dia terima, sedangkan dia hanya menjadi satu-satunya orang yang paling tersakiti mau bagaimana pun kebenaran itu akan terungkap.

Jika memang ayahnya yang membunuh Frans Wiguna, selamanya Bintang akan membenci dirinya. Pun jika tantenya yang melakukan kejahatan itu dan menjebak ayahnya, berarti selama ini dia telah tertipu daya oleh Milka. Bahkan membayangkannya saja sudah membuat gadis itu mengembus napas berat dengan tetap mengambil langkah.

Sampai saat melewati kamar Milka, langkah Kejora tiba-tiba terhenti. Melalui celah pintu yang terbuka cukup lebar, terlihat tantenya tengah memegang sebuah plastik yang berisikan sarung tangan, masker, dan pistol yang pernah ia temukan juga waktu lalu.

Dengan sengaja tidak bersuara, Kejora hanya berdiri di ambang pintu sana. Memerhatikan gerak-gerik Milka yang menurutnya agak tidak biasa. Namun di saat yang bersamaan, dia juga tengah mempertimbangkan sesuatu. Haruskah dirinya bertanya secara langsung mengenai hal ini?

Sesaat Kejora membuka pintu lebih lebar. Selangkah demi selangkah, ia ambil untuk menghampiri Milka. Namun saat tak lama tantenya itu menangis, seketika dia pun tertahan. Lalu tanpa sadar, sebuah sesak yang tak beralasan dengan jelas, terasa seolah menghimpit ruang rusuknya.

"Maafkan Tante, Kejora. Tante udah bohongi kamu, dan buat hidup kamu menderita," sesal Milka.

Detik itu juga, Kejora merasakan daya lututnya melemah. Langkahnya yang perlahan mundur secara otomatis, membuat tangannya harus meraba meja terdekat untuk berpegangan. Yang menyebabkan dirinya tanpa sengaja, menyenggol sebuah vas bunga hingga jatuh, di saat yang bersamaan dirinya juga tak kuat lagi berdiri.

Prang!

Suara pecahan benda beling seketika membuat Milka menoleh cepat. Dan sangat-sangat tidak menyangka, ia dapati Kejora terduduk lemah di dekat pecahan vas bunga tersebut.

Kejora bergeming tanpa suara. Menyorot wanita itu dari kejauhan, dengan air mata yang membendung hingga matanya memerah. Kejora ingin tidak percaya dengan semuanya. Ingin menepis semua kebenaran yang baru diketahuinya. Namun saja kenyataan, membuat Kejora melihat dan mendengar sendiri pengakuan tantenya itu. Yang juga membuatnya seketika menyadari, akan kebohongan terakhir mengenai pembunuhan Frans Wiguna.

Tak Ada Selamanya 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang