06. The Days That'll Never Come

3.8K 456 11
                                    

SAMBIL MEMBACA PART INI, PLAY LAGU DI ATAS YA^

Lagu itu memiliki makna yang sangat mendalam, apakah ada maksud mendalam pula di balik permainan piano Bintang saat ini?

•••

Di dalam kamar yang bernuansa serba merah muda dengan pajangan-pajangan Hello Kitty di sekitarnya, seorang gadis cilik yang awalnya tengah tertidur tak lama pejaman matanya terbuka karena tiba-tiba ia merasa tenggorokannya serat akan kekeringan.

Pukul 11.23, itulah yang ditunjukan jam bekernya. Gadis cilik itu menengok ke kiri dan ke kanan, namun ia tidak menemukan siapapun. Padahal seingatnya tadi sebelum tidur, ada ibunya yang menemani ikut tertidur di sebelahnya. Gadis kecil itu beranjak dari ranjangnya. Keluar kamar berniat mengambil minum di dapur, sekalian mencari ibunya, karena ia tidak akan bisa tidur kembali jika tidak ditemani ibunya.

"Ibu..." Sambil mengucak mata gadis cilik itu memanggil di tengah rumahnya yang sepi dan sudah gelap. Mulut mungilnya menguap sesekali.

"Bu, Ibu di mana?" panggilnya lagi, sedang kaki-kaki mungilnya tidak berhenti mengambil langkah tanpa arah.

Bruk!

Langkah gadis kecil itu terhenti ketika tiba-tiba terdengar suara antukan keras dari dalam kamar yang tak terpakai. Perlahan tapi pasti, tangan gadis kecil itu terjulur untuk membuka pintu di hadapannya. Hingga saat pintu sudah terbuka, gadis kecil itu tergugu ketika ia mendapati ibunya dalam posisi tersungkur dan sedang berupaya bangkit. Sementara di depan ibunya terdapat ayahnya yang hanya berdiri dengan napas terburu amarah.

Mulut gadis kecil itu benar-benar terkatup rapat. Untuk yang ke sekian kalinya ia harus menyaksikan ibunya yang lagi-lagi dipukuli oleh ayahnya sendiri.

"Berani-beraninya kamu bohongi suami kamu sendiri?!" Ayahnya membentak kalap dengan sorot mata merah tajam menatap nanar ibunya.

"Nggak, Mas." Ibunya menggeleng kuat. "Saya berani bersumpah kalau saya tidak seperti yang Mas tuduhkan."

"Halah, sudah ketahuan masih saja kamu mengelak!"

Namun tiba-tba mata gadis kecil itu melebar, saat ia melihat sebelah tangan ayahnya sudah terangkat bersiap melayangkan tamparan keras andalannya yang biasa dipakai untuk menjatuhkan ibunya.

"Ibu!" ujar gadis kecil itu, pelan. Sehingga ibu dan ayahnya seketika menoleh di waktu yang bersamaan.

"Kejora?"

"Kejora?"

"Kejora, bangun, Ra."

Tiba-tiba Kejora merasa seseorang mengguncang-guncangkan tubuhnya. Saat Kejora membuka mata, Naomi menjadi objek yang ia lihat pertama kali. Karena kebetulan Naomi memang sedang menginap di rumahnya untuk satu malam.

"Kejora, lo mimpi buruk, ya?"

"Eh?" Kejora terperanjat bangun dengan deru napas yang masih terdengar jelas. "Emangnya gue kenapa?"

"Tadi lo nangis sampai terisak gitu, Ra. Lo mimpi buruk apa?" Naomi bertanya.

Sejenak Kejora bergeming. Memikirkan kembali masa lalu di waktu kecilnya yang sering kali hadir menjelma menjadi mimpi buruk semenjak kepergian ibunya.

"Ra, lo mimpi apa?" tanya Naomi lagi lantaran masih belum mendapat jawaban.

Kejora menggeleng cepat. "Nggak, kok. Gue nggak mimpi apa-apa," elaknya.

Kriiiingg

Bel istirahat berdering menandakan penderitaan para siswa babak pertama telah berhasil mereka lewati. Makanya tidak heran kalau kurang dari semenit banyak kelas yang sudah sepi, bergilir dengan area kantin yang ramai padat pengunjung.

"Kuy, Bi, cabut ngantin," ajak Oskar.

"Nggak lo aja. Nggak mood makan gue," sahut Bintang, tak acuh, sambil menutup buku-buku yang terbuka di atas mejanya.

"Kenapa lo? Diet?"

"Nggak. Udah lo duluan aja sama anak-anak. Ntar gue nyusul."

Bintang memang sedang tidak ingin makan sekarang. Bintang hanya sedang ingin bermain piano. Entah kenapa jari-jarinya terasa kaku jika dibiarkan lebih dari tiga hari tidak bermain piano. Terakhir kali ia memainkan alat musik itu saat malam pensi waktu lalu. Dan itu sudah sekitar satu minggu yang lalu. Meskipun selain itu, sebenarnya Bintang memiliki alasan lain yang membuatnya saat ini merasa sangat ingin sekali bermain piano. Alasan yang tidak bisa ditebak oleh siapapun. Bahkan oleh Rasi, seseorang yang sudah bersamanya sejak kecil.

Maka dari itu di saat Oskar dan teman-temannya yang lain memilih berbelok ke kanan untuk menuju kantin, sebaliknya Bintang memilih belok ke kiri dan menjadikan ruang musik sebagai tempat berlabuh langkahnya saat itu.

"Ayo, Ra, cepet jalannya. Gue udah laper banget, nih. Pasti cacing-cacing di perut gue lagi pada dangdutan sekarang. Pokoknya nanti di kantin gue mau pesen semua makanan yang ada. Gue mau makan sebanyak-banyaknya! Gue―"

"Sssstt," Bersamaan langkahnya yang berhenti, tiba-tiba Kejora berdesis dengan memosisikan jarinya di tengah-tengah bibir, memotong segala ocehan Naomi. "Lo denger nggak, Nom?" Kejora bertanya. Melirik Naomi dengan ekspresi serius.

Beberapa saat Naomi terdiam. Memfokuskan pendengarannya akan apa yang Kejora dengar.

"Kayak ada yang lagi main piano, ya?"

Pertanyaan Kejora seketika membuat dahi Naomi berkerut. "Piano?"

"Iya, kayaknya dari ruangan itu, deh," tunjuk Kejora ke arah ruangan yang pintunya terbuka sedikit. Alunan yang kian terdengar jelas di telinga Kejora membuat Kejora semakin yakin berjalan mendekati sebuah ruangan yang di atasnya pintunya terdapat papan persegi panjang bertulisan; Ruang Musik.

"Eh, Ra, kan kita mau ke kantin?" bingung Naomi, namun tetap mengikuti ke mana Kejora melangkah.

Pendengaran Kejora memang tidak pernah salah, lebih-lebih soal piano. Terbukti saat Kejora lihat ke dalam ruang musik itu, memang ada seseorang yang bermain piano di dalam sana. Tadinya Kejora hendak melangkahkan kakinya untuk masuk, akan tetapi saat Kejora memperjelas penglihatannya, dan mengetahui bahwa seseorang yang duduk di balik piano besar itu adalah Bintang, niatnya mendadak urung.

"Kenapa nggak jadi masuk?" tanya Naomi ketika tiba-tiba Kejora kembali melangkah mengambil langkah mundur.

"Bintang yang main," bisik Kejora.

Senyum Naomi merekah. "Kalau gitu kita ke kantin aja, yuk! Gue udah laper banget, tau," rengeknya kemudian sambil mengusap perutnya.

Kejora tidak menjawab. Mendengarkan instrumental piano yang Bintang mainkan seolah benar-benar membuat kedua telinganya tertutup rapat. Sampai-sampai apapun yang Naomi katakan barusan sama sekali tidak terdengar olehnya, karena Kejora sudah terlanjur membiarkan dirinya terbawa oleh alunan melody instrumental itu.

The Days That'll Never Come, judul intrumental yang dimainkan Bintang saat ini.  Dapat diakui alunan yang tercipta pada tiap tuts dalam instrumental tersebut memang sangatlah lembut dan mendayu-dayu. Sehingga siapa saja―penyuka piano―yang mendengarkannya pasti akan merasa jiwanya terhipnotis selama melody itu sedang berlangsung.

Seharusnya Ruang Musik itu kedap suara. Namun kecerobohan Bintang yang lupa menutup pintu membuat Kejora kini bisa memerhatikannya cukup dengan berdiri di ambang pintu. Tanpa berkedip Kejora memerhatikan Bintang yang nampak menikmati permainan pianonya sendiri. Bintang bermain tidak hanya dengan jari-jemari tangannya. Tapi Bintang juga bermain dengan disertai hati yang tulus. Yang sebetulnya hal itulah yang membuat Kejora suka dengan Bintang. Suka, walau ia harus menghabiskan waktu istirahatnya hanya dengan menonton Bintang dari kejauhan tanpa perlu Bintang ketahui.

The Days That'll Never Come, sebenarnya apa yang membuat Bintang memutuskan untuk memainkan instrumental itu saat ini? Lagu itu memiliki makna yang sangat mendalam, apakah ada maksud mendalam pula di balik permainan piano Bintang saat ini? Kejora benar-benar semakin penasaran dengan sosok Bintang Andromeda.

===

Tbc...

A/n: akan up secepatnya, ditunggu saja:D

Tak Ada Selamanya 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang