09. Impossible

2.9K 451 47
                                    

"Impossible is nothing. Nothing is impossible."

•••

Setelah memesan makanan di sebuah restoran cepat saji, sambil menunggu makanan itu datang tiba-tiba Rasi menyentuh kening Biru dengan punggung tangannya. Nampak sedang mengecek suhu tubuh cowok itu.

"Nggak panas," ucap Rasi.

"Ya, emangnya siapa yang bilang gue sakit?" Biru bertanya bingung.

"Emang nggak ada yang bilang, sih. Tapi sikap kamu yang nggak biasa-biasanya hari ini, yang bikin aku mikir kalau kamu itu lagi sakit."

Biru mengernyit, di saat yang sama ia menahan senyumnya. "Maksud lo gimana?"

"Jemput aku di sekolah tanpa bilang dulu, ngajak jalan, nonton, terus makan. Kan nggak biasa-biasanya perlakuan kamu semanis itu ke aku."

"Emang biasanya gue kayak gimana?" tanya Biru seakan memancing Rasi untuk menjelaskan lebih tentang dirinya. Ingin tahu bagaimana pandangan gadis itu mengenai dirinya selama ini.

"Biasanya kamu itu cuek. Jangankan jemput tanpa bilang dulu kayak tadi, aku minta jemput kalau Bintang lagi nggak bisa jemput aku aja kamu jarang banget mau. Pasti ada aja alesannya. Terus juga biasanya kamu itu kalau sama aku paling minta temenin buat menuhin memori kamera kamu aja. Ke taman, ke bukit, ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi orang. Makanya sekarang kamu ngajak jalan, nonton, dan makan kayak gini, aku pikir semua ini nggak akan pernah terjadi di antara kita. Apalagi aku tau banget kalau kamu itu anti sama tempat-tempat ramai semacam mal ini. Impossible."

Sesaat Biru tersenyum. Rasi memang begitu mudah dipancing untuk berbicara panjang. Tidak heran, hobi gadis itu memang bicara. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya.

"Impossible is nothing. Nothing is impossible," timpal Biru kemudian. "Lagian lo itu, ya, kalau gue cuek, salah. Gue manis, salah. Ternyata emang bener apa kata orang-orang, cowok itu selalu serba salah di mata ceweknya."

Dalam sedetik Rasi melotot, terkejut mendengarnya. "Apa? Kamu bilang apa?"

"Nggak, gue nggak bilang apa-apa," singkat Biru.

"Serius. Kamu bilang serba salah di mata siapa tadi?" desak Rasi yang masih penasaran. Ingin memastikan kembali apa yang didengarnya barusan dari mulut Biru.

"Gue cuma bilang serba salah di mata cewek."

"Nggak. Tadi kamu nggak bilang begitu!" Rasi menggeleng cepat. "Hayo ngaku, tadi kamu bilang apa?"

"Iya, gue bilang begitu. Lo-nya aja kali yang budi. Budek dikit," goda Biru, yang berusaha untuk memasang raut serius.

"Ih, Biru! Aku siram, nih!"

"Eh, jangan-jangan!" tahan Biru sambil tertawa memegangi tangan Rasi yang sudah memegang gelas minuman, seakan bersiap untuk menyiramnya.

Untuk pertama kalinya, Rasi akhirnya bisa melihat Biru tertawa. Benar-benar tertawa bersamanya.

Mesin mobil Milka berhenti berdesing, bersamaan dengan empat roda yang berhenti berputar.

"Sudah sampai. Ayo, turun." Usai melepas sabuk pengamannya, Milka turun dari mobil, disusul oleh Kejora.

"Ini rumah rekanan Tante?" tanya Kejora seraya mengeluarkan koper besarnya.

"Iya, ini rumah―"

"Milkaaa!" Pekikan heboh seseorang yang memotong pembicaraannya, seketika membuat Milka merasa terpanggil dan menoleh. "Malam sekali kamu. Aku tunggu-tunggu dari tadi," ujar seseorang itu lagi, yang Kejora pastikan dia pasti rekanan kerja terdekat yang dimaksud tantenya, di kantor. Sembari membukakan gerbang untuk dua tamunya, Milka dan Kejora.

Tak Ada Selamanya 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang