"Di dunia ini nggak ada yang bersifat selamanya. Semua pasti akan berubah seiring berjalannya waktu."
•••
"Bintang, Kejora, cepat ke ruang makan, ya. Kita sarapan sama-sama," pekik Naina setelah mengetuk dua pintu kamar yang bersebelahan itu secara bergantian.
Dari sekian juta detik yang ada, entah kenapa bisa-bisanya baik Kejora maupun Bintang memilih detik yang sama untuk keluar dari kamar mereka masing-masing. Dan hal itu ternyata sungguh tidak Bintang sukai.
"Cepet lo turun duluan."
"Lo aja turun duluan. Kan lo yang lebih deket sama tangga?" sahut Kejora tidak mau kalah.
Bintang berdecak, menahan kesal. Hingga akhirnya ia putuskan untuk turun lebih dulu. Setelah itu barulah Kejora menyusul beberapa langkah di belakangnya.
"Galak banget, sih. Kalau bukan karena permainan pianonya gue juga nggak bakalan suka sama, tuh, cowok jutek!"
"Eh, eh, eh, tunggu!" titah Naina tiba-tiba, yang Bintang dan Kejora seketika sama-sama menahan langkahnya, sebelum mereka sampai di meja makan. "Kalian satu sekolah?"
Sesaat Bintang dan Kejora saling menoleh melempar tatap. Lalu dengan kompak mereka menjawab, "Enggak."
"Kalian berdua bohong. Jelas-jelas seragam kalian sama, tuh, lihat!"
Lagi-lagi dengan kompak untuk kali yang kedua Bintang dan Kejora menunduk. Saat keduanya melihat seragam masing-masing yang baru mereka sadari ternyata memiliki motif sama pada atasannya juga warna yang sama pada bawahannya, saat itu pula mereka langsung menyialkan kebodohan masing-masing.
"Bintang, kenapa kamu pakai bohong segala, sih, sama Mama?" tanya Naina sambil mencubit perut Bintang, sampai Bintang meringis kesakitan. Kemudian Naina beralih lagi pada Kejora namun tentunya tidak dengan cubita seperti yang ia lakukan pada Bintang. "Kamu juga Kejora, kenapa bohongin Tante sama Tante kamu semalam? Tadi juga, kalian samanya. Pakai pura-pura nggak kenal segala."
"Kita emang nggak kenal, Ma. Soalnya walaupun satu sekolah, tapi kita nggak sekelas. Beda jurusan juga. Apalagi Bintang masih anak baru di sana." Bintang mencoba menjelaskan dengan karangan indahnya yang muncul di pagi hari.
Menanggapi kebohongan Bintang yang kedengarannya sangat natural membuat Kejora hanya bisa mengangguk menyetujui apa yang dikatakan Bintang saja.
Sementara Kejora hanya membantu mengiyakan saja.
"Ya, ya, ya. Kamu itu kan emang paling jago ngeles dari kecil!" tukas Naina, sambil mengusap kepala Bintang. Meskipun Bintang tidak menggubris dan malah berlalu ke meja makan mendahului yang lain. "Ya sudahlah, lupakan saja. Tidak penting juga. Yang terpenting kita sarapan dulu. Ayo, Kejora, sini. Biar nggak terlambat ke sekolahnya."
"Iya, makasih, Tante," ucap Kejora seraya membungkukkan badannya. Sebelum akhirnya ia duduk menghampiri meja makan yang di atasnya sudah tersedia pilihan nasi goreng, roti, dan selai.
Sementara Bintang menyendok nasi goreng ke piringnya, Kejora lebih memilih untuk mengambil dua lembar roti, yang ia tumpuk menjadi satu, dan kemudian ia selipkan selai cokelat di tengahnya.
"Kejora, kamu kok cuma makan roti?" heran Naina. "Nanti kamu tidak kenyang, lho."
"Kenyang, kok, Tan. Di rumah kalau Tante Milka udah berangkat kantor duluan dan nggak sempat buatkan sarapan, biasanya juga aku sarapan roti selai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Ada Selamanya 1&2
Teen Fiction'Selamanya' hanya kata penenang. Hanya sebuah peralihan kata bagi mereka yang tidak percaya adanya sebuah akhir. Karena pada kenyataannya di semesta yang mudah rapuh ini, tak ada yang kekal. Tak ada yang abadi. Dan tak ada... Selamanya. Tentang sela...