"Apa sebegitu sukanya lo sama gue, sampai menghalalkan segala cara kayak gini cuma buat berduaan sama gue?"
•••
"SELESAI!" Sesegera mungkin Bintang menekan tombol yang tersedia di atas meja yang sama di mana puzzle itu diletakkan.
Walau bodoh, jangan pernah meragukan pengetahuan Bintang mengenai piano. Karena segala sesuatu tentang piano terkadang bisa membuat Bintang tertarik untuk membaca beratus-ratus halaman. Cukup mengetahui gambar itu, nyatanya sudah sangat membantu bagi Bintang untuk menyelesaikannya.
"Huft!" Kejora bernapas lega. Karena akhirnya ia bisa menyelesaikannya, meski ini masih baru teka-teki yang pertama. Belum lagi yang kedua.
"SELAMAT! ANDA BERHASIL MEMECAHKAN TEKA-TEKI PERTAMA. SETELAH INI KITA AKAN MEMASUKI TEKA-TEKI TERAKHIR."
"UNTUK TEKA-TEKI BERIKUTNYA, SILA DIDENGAR DENGAN SEKSAMA, KARENA WAKTU MENJAWAB ANDA HANYA SATU MENIT. BENDA INI BERTEKSTUR LEMBUT, DIBUTUHKAN BANYAK ORANG, DAN HANYA BISA SEKALI PAKAI."
Lalu dengan penuh semangat Kejora menjawab, "Pembalut?"
"SALAH!" Mesin itu menjawab.
Kejora berpikir lagi. "Sutra?"
"SALAH!" jawab mesin itu lagi.
Pletak!
Dengan kesal Bintang menyentil kening Kejora.
"Aw!" Kejora meringis.
"Lo, tuh, nggak bisa, ya, sehari aja nggak mesum otak lo?"
"Kok, mesum, sih? Gue kan cuma jawab tebakannya aja!" sentak Kejora tidak terima akan tuduhan Bintang.
"Ya, jawaban lo itu jawaban otak-otak mesum semua!"
"Terus, emangnya lo tahu jawabannya apa?"
Memang bukan Bintang dan Kejora namanya kalau hidup tanpa pertengkaran. Bahkan di saat-saat genting seperti ini saja, masih sempat-sempatnya mereka meluangkan waktu untuk beradu mulut.
"TIGA PULUH DETIK TERSISA. JIKA TIDAK BISA MENJAWAB, MAKA ANDA AKAN GAGAL," interupsi mesin itu.
"Tuh, kan! Cepetan lo jawab, kalau gue nggak boleh jawab!" tuntut Kejora.
Sejenak Bintang terdiam, memutar otak 360 derajat. Bertekstur lembut, dibutuhkan banyak orang, dan hanya bisa sekali pakai. Tak kunjung menemukan jawaban, sampai tanpa sengaja ia melihat sesuatu berwarna putih yang dikeluarkan oleh Kejora dari dalam sling bag-nya untuk mengelap keringat. Bentuknya helaian lembut, dibutuhkan oleh banyak orang, dan hanya bisa sekali pakai.
"Tisu!" seru Bintang pada mesin itu.
"BENAR! SELANJUTNYA CARILAH BENDA ITU, BERWARNA BIRU."
"Kenapa warnanya harus itu, sih? Kenapa nggak merah? Hijau? Hitam, kek! Kan masih banyak warna selain warna itu! Bisa ganti nggak warnanya?" tanya Bintang, kesal, pada mesin. "Lagian, mana ada tisu warnanya ituan?!"
Bahkan saking alerginya menyebutkan 'biru', yang entah bagaimana bisa kepalanya mengait-ngaitkan warna itu dengan nama Biru, dan membuatnya kesal. Bintang sampai mengganti sebutan warna biru dengan 'ituan'.
"Lo kenapa jadi sensi gitu sama warna biru?"
Seketika Bintang tersadar. "Bukan sensi sama warnanya, tapi sama orangnya! Udah, cepetan cari tisu itu biar cepet keluar, nih, kita!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Ada Selamanya 1&2
Teen Fiction'Selamanya' hanya kata penenang. Hanya sebuah peralihan kata bagi mereka yang tidak percaya adanya sebuah akhir. Karena pada kenyataannya di semesta yang mudah rapuh ini, tak ada yang kekal. Tak ada yang abadi. Dan tak ada... Selamanya. Tentang sela...