Waktunya pulang sekolah, guru sudah meninggalkan kelas beberapa menit lalu. Kali ini Icha bersiap ingin pulang.
"Ia, aku pulang dulu ya. Maaf gak bisa pulang bareng soalnya sopir aku udah didepan. Aku gak enak kalau minta dia nunggu lama." Kata Icha sambil berdiri.
"Iya, gak papa."
"Dani udah pulang ya?" Tanya Icha.
"Dia di ruang OSIS, mungkin sore baru pulang." Jawabnya.
"Oh, aku fikir dia juga mau pulang sekarang, supaya ada yang menemani kamu."
"Ya ampun, Cha. Emang kamu fikir aku anak SD yang minta ditemani waktu pulang." Ketus Ia.
"Bukan sih. Aku pulang dulu. Bye bye." Pamit Icha lalu keluar bersama murid yang lain.
Suasana mulai sepi, Ia baru melangkahkan kakinya keluar. Dia berjalan santai melewati satu demi satu koridor kelas. Kali ini langkahnya terhenti karena tiba-tiba Shila berada didepannya.
"Gue denger tadi elo marahin Alfa di kantin. Iya kan?"
Ia tak membalas.
"Padalah dia udah baik lho mau lindungin elo, tapi kok elonya kayak gitu. Gak tau namanya berterima kasih." Lanjutnya sambil melangkah ke depan dan membuat Ia melangkah mundur.
"Gue sampai gak habis fikir, kenapa Alfa sampai segitunya sama elo. Yang bagusnya dari elo apa sih? Haaaa." Kata Shila sambil mencengkeram lengan Ia.
"Kenapa? Kamu gak suka? Iri ya?" Balas Ia sambil melepas cengkeraman Shila dan berhasil.
"Iyaa..." Jawab Shila sambil mendorong Ia hingga terjatuh.
Ia merintih kesakitan. Shila justru duduk disampingnya dan langsung memegang tangan kanan Ia. Ia yang merasa Shila mempunyai niat buruk kepadanya berusaha melepasnya dengan tangan kirinya namun tidak berhasil. Dua teman Shila yang tiba-tiba muncul langsung memegangi kedua bahunya tanpa Shila perintah.
"Kamu mau ngapain?" Tanya Ia yang mulai curiga.
"Cuma mau main-main aja." Jawab Shila sambil mengelus-elus lengan Ia.
Tak lama ia mencubit keras lengan Ia hingga membuat Ia merintih kesakitan. Seakan kurang puas mendengar rintihan Ia, Shila mengulangi aksinya di tempat yang berbeda. Ia semakin kesakitan dan tidak bisa melawannya. Alfa yang sudah ada di parkiran motor dan hendak pulang langsung mengurungkan niatnya. Dia melihat Shila berulah terhadap Ia, Alfa segera berlari. Sampai disana dia kaget melihat aksi Shila mencubit keras Ia dari lengan satu ke lengan satunya. Rintihan Ia membuatnya lemah dan langsung menarik Shila untuk berdiri. Shila yang mengetahui kehadiran Alfa langsung melempar senyum. Sementara kedua temannya juga ikut berdiri.
"Lo apaan sih. Kayak anak kecil." Gertak Alfa.
"Cuma kasih dia cubitan gemas aja." Jawab Shila masih dengan senyumnya.
"Gemas gimana yang lo bilang. Dianya aja kesakitan." Balas Alfa.
Ia pun berdiri.
"Kan dia yang sakit, bukan gue. Terus kenapa?" Kata Shila dengan santainya.
"Elo jangan sampai bikin gue marah ya." Tutur Alfa sambil menunjuk-nunjuk Shila.
Shila yang melihatnya dibuat kesal dan ikut emosi.
"Kenapa? Mau tampar gue? Iya?" Tantang Shila.
PLAAKKKKKK.. Tangan Shila mendarat di pipi Ia. Alfa dibuat kaget melihatnya. Ia yang merasakan panas karena tamparan Shila langsung memegangi pipinya.
"Gimana rasanya lihat orang yang lo suka terluka tepat di hadapan elo sendiri. Elo gak terima kan. Sama kayak gue yang gak terima lihat elo dimarahin sama cewek hijab ini di depan anak-anak." Jelas Shila sambil memasang wajah sedih.
"Gila lo." Balas Alfa.
Shila tak membalas dan langsung pergi yang diikuti kedua temannya.
Alfa membawa Ia ke kantin. Setiba disana dia meminta lap bersih dan es Batu kepada penjaga kantin untuk mengompres pipi Ia. Tidak mau Alfa yang melakukannya, Ia mengompres sendiri pipinya. Alfa yang melihatnya merasa iba dan sedih.
"Gimana? Masih sakit?" Tanya Alfa cemas.
"Udah mendingan." Balas Ia sambil meletakkan lap ke rantang di depannnya.
"Gara-gara gue Shila makin menjadi. Gue minta maaf." Ucap Alfa.
"Aku yang minta maaf karena tadi udah marah sama kamu. Jujur aku gak suka ada orang main tangan di depan aku. tapi aku juga mau bilang makasih karena niat baik kamu yang udah melindungi aku dan membuat baju kamu basah." Jelas Ia.
Alfa tersenyum kecil mendengarnya. Sementara Ia melanjutkan mengompres pipinya. Melihat Alfa yang senantiasa menemaninya di kantin membuat Ia tak ragu untuk menjalin pertemanannya dengannya.
Hari libur tiba, kali ini Ia memilih berlari di salah satu taman. Berniat mengajak Icha, namun Icha tidak bisa. Jadilah dia seorang berlarian sendiri disana. Suasana taman yang belum ramai membuat Ia leluasa berlarian santai . Lima belas menit berlalu, langkahnya terhenti tak kala melihat Alfa berjalan pelan menuju sebuah kursi. Dia duduk sambil memegangi pipinya. Ia yang penasaran langsung menghampirinya. Setiba disana Ia kaget melihat wajah Alfa yang hidung dan mulutnya berdarah.
"Kamu kenapa, Al?" Tanya Ia khawatir melihatnya.
"Habis main sama orang." Jawabnya cuek.
"Main apa? Kok bisa kayak gini? Main tangan ya?"
Alfa tak menjawab.
"Kalau begitu ke rumah sakit aja, biar di kasih obat." Lanjut Ia.
"Gue yang sakit kok elo yang repot." Balas Alfa.
"Lusa sekolah, Al. kalau gak segera di obati luka kamu gak cepat hilang."
Alfa tak menjawab lalu memalingkan muka.
"Kalau gitu kamu pulang aja ke rumah. Supaya bibi kamu yang mengobatinya." Pinta Ia.
"Motor gue di bengkel, kalau mau elo antar gue pulang."
"Gak bisa lah." Jawab Ia yang tercengang mendengarnya.
"Ya udah gue disini aja, elo kalau mau pergi silahkan."
Ia yang merasa khawatir tidak bisa meninggalkan Alfa dengan keadaan seperti itu. Dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Dani. Menit berlalu dan Dani datang. Ia meminta Dani untuk mengantarkan Alfa pulang.
"Tapi ya gak harus aku lah, Ya. Tau rumahnya aja enggak." Jawab Dani ketus.
"Lo yakin dia bakal ngantar gue sampai rumah. Kok gue rasa enggak ya." Potong Alfa.
Ia menghela nafas panjang mendengarnya.
"Dani, aku gak bisa lah antar Alfa pakai motor, makanya aku minta bantuan kamu. Dan untuk Alfa, aku bakal ikut ke rumah untuk memastikan Dani akan mengantarkan kamu sampai rumah." Jelas Ia kepada mereka berdua.
Akhirnya Dani dan Ia mengantar Alfa pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFA ✔️
Teen FictionAlfa Danendra, murid terkenal disekolahnya karena sikap badboynya dan wajah tampannya. Sering membuat onar dan membuatnya tidak memiliki banyak teman. Hingga akhirnya perkenalannya dengan seorang gadis mulai membuatnya berubah. Entah karena paksaan...