53

313 15 0
                                    

"Itu mama elo, Fa?" Tanya Rey.

"Iya, kenapa?" Tanya Alfa dengan ketus.

"Santai woy. Gue gak akan kok deket-deket sama mama elo. Tapi kalau ada disamping Ia pengennya deket terus." Jelas Rey diakhiri kekehannya.

Ia menanggapinya dengan tersenyum geli.

"Udah, pergi sana." Usir Alfa.

"Bentar. Gue kan temen elo, kok elo ngusir gue. Elo harusnya bersikap baik sama gue, secara gue temen sekelas elo. Nah, kalau mereka kan bukan temen sekelas elo. Kok elo milih ke mereka sih." Cerocos Rey hingga akhirnya memilih pergi.

Entah kenapa Icha terdiam setelah mendengarnya.

"Kenapa, Cha?" Tanya Ia.

Icha tersadar dari diamnya.

"Alfa, kenapa kamu memlih berteman sama kita yang jelas-jelas bukan teman sekelas kamu?" Tanya Icha penasaran.

Ia pun menatap Alfa dengan tatapan seakan mempunyai pertanyaan yang sama dengan Icha. Alfa terdiam sambil melihat Ia & Icha secara bergantian. Diam dan tampak berfikir.

"Lo tau kan gue kayak gimana? Gue gak punya temen disini. Tapi setelah gue kenal sama elo, dia dan Dani gue merasa udah cukup punya temen seperti kalian." Jelas Alfa kepada Ia.

Ia yang mendengarnya hanya mengangguk pelan.

"Lo, Cha. Lo tau reputasi gue di sekolah kayak gimana. Gue yang terkenal karena sikap buruk gue membuat mereka jadi berfikir dua kali untuk mau berteman sama gue." Lanjut Alfa kepada Icha.

Icha memberikan respon yang sama seperti Ia berupa anggukan kepala. Namun terlihat jelas Ia dan Icha yang mendengarnya merasa prihatin dengan penjelasan Alfa.

Hari ini tanggal merah, Caca meminta Ia untuk datang ke rumahnya. Ia tak bisa menolak dan langsung menyetujuinya. Setelah tiba disana, ternyata mama Alfa ada di rumah. Ia yang baru tiba langsung melempar senyum, namun Tante Ira mengacuhkannya. Ia tak mau ambil pusing karena ada Caca yang berjalan menghampirinya.Caca segera mengajak Ia ke dapur. Disana sudah ada beberapa bahan kue yang siap di olah. Karena mengetahui Ia yang tak pandai memasak, Caca berniat untuk mengajaknya belajar bersama untuk membuat kue. Ia yang mendengar niat baik Caca hanya tersenyum kecil.

"Kita berdua aja yang buat? Yakin hasilnya akan baik?" Tanya Ia yang tak yakin dengan ajakan Caca.

"Ya gak lah, Bi Sarti akan standby disini." Jawab Caca.

Ia yang mendengarnya merasa lega. Terlihat menghela nafas panjang sambil tersenyum paksa karena masih merasa kurang yakin dengan niat baik Caca. Tanpa butuh waktu lama, mereka pun akhirnya memulai. Sudah ada buku resep di meja dan Caca memilih untuk membuat brownies. Ia hanya mengangguk patuh. Caca terlihat membaca buku resepnya dan Ia yang menuangkan bahan kedalam mangkok besar. Karena kurang tahu nama bahan-bahannya, Ia terlihat sering bertanya kepada Bi Sarti. Bi Sarti yang ditanyai terlihat sabar menjawabnya. Setelah berkutat cukup lama di dapur, akhirnya kue brownies buatan mereka siap dihidangkan. Senyum puas terlihat dari bibir mereka karena hasilnya tidak mengecewakan. Tak lupa mereka berterima kasih kepada Bi Sarti karena telah memberikan arahan dengan baik. Ia menyarankan Caca untuk mencicipi kue itu dengan mamanya. Awalnya Caca menolak, namun karena bujukan halus Ia akhirnya Caca menuruti saran Ia.

Sesampai di ruang keluarga, Mama Ira tampak tersenyum puas melihat hasilnya.

"Caca pandai ya buat kuenya." Puji Mama Ira.diiringi senyum.

"Caca gak sendirian, tapi sama Kak Ia juga." Kata Caca.

Mama Ira yang mendengar nama Ia disebut langsung membuang senyumnya. Ia yang merasakan sikap Mama Ira yang masih tak suka dengannya hanya bisa pasrah.

"Makan kue seperti ini harusnya ada minumannya. Bagaimana kalau di temani es jeruk buatan Bi Sarti." Saran mamanya sambil mengukir senyum.

Caca mengangguk menyetujuinya. Saat Mama Ira berniat memanggil Bi Sarti, Ia langsung berdiri dan menawarkan diri.

"Aku saja yang ke belakang, Tan. Tante dan Icha tunggu saja disini." Kata Ia.

Mama Ira tak membalas, namun Caca mengangguk sebagai jawaban. Ia pun berjalan ke dapur dan meninggalkan mereka. Beberapa menit kemudian Ia kembali dengan membawa tiga gelas es jeruk yang ditempatkan di leser. Berjalan pelan ke arah Tante Ira. Ia mengulurkan satu gelas itu kepada Tante Ira. Belum sempat Tante Ira menerimanya, mereka di kagetkan dengan kehadiran Alfa. Sontak tatapan mereka bertiga tertuju kepada Alfa. Melihat Alfa yang semakin mendekat, Tante Ira segera memegang gelas yang juga dipegang Ia. Gelas yang masih dalam genggaman Ia namun tiba-tiba Tante Ira menarik gelas itu mengarahkan ke wajahnya. Akhirnya wajahnya basah karena tersiram air itu dan langsung menurunkan tangannya. Tante Ira berlagak sedih karena merasa diperlakukan tidak baik oleh Ia. Ia langsung kaget melihatnya. Sementara Alfa yang melihat kejadian terlihat marah dan tak percaya dengan perbuatan Ia.

"Lo apa-apaan sih. Main nyiram wajah mama gue." Kesal Alfa sambil mendekati mamanya.

Mamanya hanya mengusap wajah dengan kedua tangannya.

"Aku gak sengaja. Aku sama sekali gak merasa kalau menyiram wajah mama kamu itu aku." Jelas Ia sambil menurunkan gelas yang dia pegang.

"Terus elo mau bilang kalau mama gue nyiram wajahnya sendiri gitu."

Ia tak bisa menjawab. Sementara Caca ikut diam meskipun tadi melihat jika memang mamanya yang menarik gelas itu dan menyiramkan ke wajahnya. Melihat kakaknya yang seperti itu, Caca tidak mau memperkeruh suasana padahal dia ingin sekali membela Ia. Alfa langsung mengajak mamanya pergi dari sana dan mengantarnya ke lantai dua. Ia yang merasa bersalah hanya diam melihat perlakuan Alfa yang seperti itu kepadanya.

Menit berlalu, tampak Alfa dan mamanya menuruni tangga rumah. Ia segera bangkit dan menghampiri mereka sementara Caca masih duduk di sofa.

"Tante, aku minta maaf ya." Ucap Ia setelah mendekat.

Mama Alfa hanya tersenyum kecil lalu memalingkan muka.

"Elo jangan gitu lagi sama mama gue." Kata Alfa yang terlihat masih kesal.

Ia mengangguk pelan.

"Tante, aku minta maaf ya." Ucap Ia lagi kepada mama Alfa sambil menjabat tangannya.

Mama Ira terlihat risih dan berusaha melepaskan genggaman Ia, namun Ia berusaha menahannya karena berharap menunggu mama Alfa akan berkata memaafkannya. Melihat sikap pantang menyerah Ia, rencana buruk langsung terlintas di benak Tante Ira. Tante Ira justru menggenggam erat tangan Ia sambil menarik-narik tangan Ia. Ia yang merasakan tangannya di tarik ulur langsung melihat Tante Ira dengan tatapan penuh tanda tanya. Saat posisi yang masih menggenggam tangan Ia, Tante Ira justru membenturkan tangannya sendiri ke ujung tiang tangga, Alfa tersentak kaget melihatnya. Terlihat jika Ia yang membenturkan tangan mamanya.

"Elo.." Bentak Alfa setelah mendengar mamanya mengadu kesakitan.

Ia langsung melepas genggamannya.

"Aku gak melakukan apa-apa, beneran." Kata Ia sambil memperhatikan tangannya sendiri.

"Terus elo mau bilang kalau mama gue yang membenturkan tangannya ke tiang tangga, iya?" Kesal Alfa.

Ia menggeleng. Dia bingung mau berkata karena memang bukan dia yang melakukannya.

"Kalau elo emang gak suka sama mama gue, ya gak kayak gitu juga."

Ia hanya bisa mengatupkan mulutnya dan menerima kemarahan Alfa.

"Alfa, dia gak suka mama. Kamu lihatkan semuanya. Kemarin-kemarin dia sudah melukai mama, hari ini dia sudah dua kali bersikap tidak baik sama mama. Apa kamu masih yakin kalau Ia masih bisa bersikap baik sama mama?" Kata mamanya dengan nada mendramatisir.

Alfa tak membalas namun masih dibuat jengkel terhadap Ia.

"Dia itu perempuan gak baik Alfa. Mama pernah lihat dia dekat dengan lelaki lain. Selain dua lelaki yang pernah kesini, mama pernah melihat dia bersama dua lelaki lain dalam waktu dan tempat yang sama." Lanjut Mama Ira.

"Siapa?"

ALFA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang