36

402 15 0
                                    

Sore harinya Ia dan Dani datang menjenguk. Bi Sarti langsung membawa mereka ke kamar Alfa yang di lantai dua. Mereka masuk dan langsung menghampiri Alfa yang duduk diranjangnya.

"Udah baikan , Fa?" Tanya Dani sambil mendekat.

Alfa tersenyum kecil.

"Istirahat yang cukup, kalau udah sehat baru sekolah. Ia kangen nunggu kamu gak masuk-masuk." Lanjut Dani sambil melirik Ia.

"Apaan sih." Ketus Ia.

Alfa melihat Ia dengan tatapan datar, lalu langsung memalingkan wajahnya.

"Lusa gue mungkin udah sekolah."

"Alhamdulillah.." Tutur Dani dengan senang.

"Tapi kalau kamu masih sakit, di rumah aja dulu." Kata Ia.

"Gue gak papa." Jawabnya santai.

Tiba-tiba Caca datang dan menghampiri Ia. Dia meminta Ia untuk menemaninya bermain di kamarnya. Ia menurut dan memilih pergi dari kamar Alfa. Tinggalah Alfa dan Dani disana. Dani memilih duduk di ranjang Alfa.

"Kamu tau gimana keadaan Ia saat melihat kondisi kamu? Dia gak berhenti menangis mulai dari sekolah hingga rumah sakit. Matanya sembab gara-gara menangisi kamu. Apalagi dia duduk di lantai rumah sakit dengan perasaan bersalah atas apa yang terjadi sama kamu. Air matanya jatuh tak kala memanjatkan doa hanya untuk kamu." Cerita Dani.

"Gue cuma mau nolong dia. Gue merasa bersalah karena udah memarahi dia sebelum minta penjelasan tentang Rey yang memberinya pashmina." Kata Alfa sambil mengingat kejadian itu.

Dani tersenyum kecil mendengarnya.

"Aku gak tega lihat Ia nangis kayak gitu. Jangan buat dia nangis lagi. Saat kamu tau dia menangis, kamu akan sadar jika air matanya mampu membuatmu lemah karena melihatnya." Pinta Dani dengan memohon.

Alfa yang mendengarnya hanya bisa diam sambil melihat lawan bicaranya.

Lusa itu pun datang. Alfa turun dari motornya dan berjalan santai menuju kelasnya. Para pasang mata tak henti-hentinya memperhatikannya. Namun dengan cueknya Alfa melewati mereka tanpa memperdulikan mereka. Setiba di kelas, dia langsung mendapatkan sambutan dari teman-temannya dan ucapan selamat datang kembali di sekolah. Alfa melempar senyum kecilnya sebagai tanda terima kasihnya. Entah kenapa senyumnya tak begitu lepas dan terkesan dipaksakan. Tak lama dia langsung duduk dikursinya.

Jam istirahat datang, para murid langsung meramaikan kantin. Tak terkecuali Ia dan Icha yang sudah ada disana dengan menyantap gorengan dan es jeruk. Tiba-tiba Alfa duduk dan sukses membuat mereka kaget.

"Udah masuk sekolah, Fa? Udah sehat kan?" Tanya Icha.

Alfa tersenyum kecil sebagai jawabannya.

"Kalau sakit, langsung bilang ke aku atau Dani, nanti kita antar ke UKS." Tambah Ia.

"Gue gak papa." Jawab Alfa dengan tersenyum.

"Fa, jangan senyum kayak gitu. Justru aku yang sakit karena gak kuat lihat senyum kamu." Potong Icha.

Seketika Alfa langsung memalingkan wajahnya dan asyik meminum es teh yang dibawanya.

"Oh ya, elo kok gak pesen makanan?" Tanya Alfa kepada Ia.

"Ia lagi sakit perut, jadi dia gak pesen makanan. Takutnya kalau dia pesan, dia gak bisa kontrol sambalnya." Icha yang menjawab.

Seketika Alfa langsung menarik tisu, lalu dia mengambil cabai yang ada di atas gorengan. Dia taruh cabai-cabai itu di tisu yang tadi lalu membungkusnya.

"Ya jangan semuanya lah Al." Keluh Ia.

"Elo itu lagi sakit, pantang buat makan pedas." Jelas Alfa dengan tegas.

Ia tersenyum mendengarnya karena dengan sikap Alfa seperti ini menunjukan jika Alfa memang sudah dalam kondisi baik.

"Masih sakit aja Alfa udah begitu sama kamu." Kata Icha dengan sedih kepada Ia.

Secara bersamaan Ia dan Alfa melihat ke arah Icha setelah mendengarnya. Icha yang menangkap tatapan mereka pura-pura kesal dengan menggigit gorengan dan memalingkan wajah dari mereka.

Saatnya pulang sekolah, seperti biasanya Ia memilih untuk pulang disaat suasana mulai sepi. Setelah dirasa sepi, Ia dan Icha mulai keluar kelas dan berjalan beriringan. Saat melintasi kelas XI IPS 1 , ternyata ada Alfa yang berdiri di depan pintu kelasnya. Ia dan Icha yang melihatnya langsung melempar senyum. Mengetahui Ia sudah melintasinya sambil melempar senyum, Alfa langsung melangkahkan kakinya dan membuntut di belakang. Ia dan Icha berpisah di parkiran karena sopir Icha sudah didepan. Kali ini Alfa berani mendekati Ia setelah mengetahui Icha sudah masuk ke mobilnya.

"Lain kali jangan pulang kayak gini lagi." Kata Alfa.

"Kenapa?"

"Gue gak mau kejadian itu terulang lagi."

Ia tersenyum mendengarnya.

"Cukup hari itu aja dan gue gak mau elo nangis gara-gara gue." Lanjut Alfa.

Seketika senyum Ia menghilang.

"Aku takut kamu kenapa-napa. Apa yang kamu alami mengingatkan aku dengan apa yang di alami ibu aku."

"Itu ibu elo, bukan gue. Sikap elo yang kayak gitu karena elo takut kalau nasib gue akan berakhir sama seperti nyokap elo. Secara tidak langsung elo seakan bersiap-siap jika gue emang akan pergi dari hidup elo." Jelas Alfa.

"Enggak." Jawab Ia singkat.

"Gue tau gimana rasanya ditinggal nyokap dan itu bener-bener sakit. Jangan menyamakan kejadian yg terjadi saat ini akan berakhir sama persis dengan kejadian masa lalu elo."

"Iya." Balas Ia dengan senyum kecilnya.

Alfa yang melihat senyum Ia juga ikut tersenyum, mendadak suasana sedih sudah berubah.

"Ya udah, kamu pulang dulu sana." Pinta Ia.

"Elo pulang dulu." Balas Alfa.

"Jadi teringat waktu pertama kita ketemu, awalnya gak berfikir kalau kita akan berteman sedekat ini karena aku hanya sebatas mengenalmu sebagai anak donatur sekolah ini. Hingga beriringnya waktu kita saling kenal dan tahu satu sama lain. Yang akhirnya kamu jadi penolong disaat aku gak bisa apa-apa. Makasih ya Al." Kata Ia diakhiri senyum.

"Iya, gue juga mau bilang terima kasih karena elo udah menerima sikap gue yang kadang buat elo kesel, dan gue minta maaf karena gue sering marah dan berkata kasar tanpa meminta penjelasan dari elo. Jangan elo muak dengan sikap gue, dan gue harap kita bisa kayak gini terus." Balas Alfa.

"Sok bijak lo ahh.." Kata Ia lalu terdiam karena sadar dengan apa yang dia ucapkan.

"Boleh gak kalau kita saling panggil elo gue aja." Pinta Alfa.

"Gak boleh, panggilan itu cuma aku berikan kepada orang terdekat aku, Kak Ian sama Dani."

"Tapi gue kan udah deket sama elo." Balas Alfa.

"Itu kan kamu yang bilang. Soalnya kamu sendiri yang mau dekat-dekat sama aku." Kata Ia dengan tersenyum.

Alfa tertawa kecil mendengarnya.

"Kamu kan juga udah manggil aku dengan panggilan elo." Lanjut Ia.

"Tapi elo masih bilang aku kamu."

"Okey, terus kalau gue bilang kayak gini elo bakalan seneng?" Kata Ia dengan tersenyum.

Alfa langsung tersenyum mendengarnya. Dia meloncat girang dan Ia melihatnya dengan menahan tawa.

"Udah jangan loncat. Lukanya masih belum sembuh." Pinta Ia karena teringat luka Alfa.

Alfa pun langsung berhenti dan merasa malu setelah melakukan kejadian tadi. Ia langsung memakai helm dan menaiki motornya.

"Udah pulang, jangan senyum-senyum sendiri. Ntar dilihat orang dikira elonya gak sehat." Ucap Ia lalu pergi dari sana.

Alfa melihatnya dengan tersenyum. Dia tak menyangka pertemanannya dengan Ia akan sedekat ini. Dia melompat sekali lagi lalu menghampiri motornya dan pulang.

ALFA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang