60

394 13 0
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi, Ian langsung berjalan ke kelas adiknya. Saat adiknya tak kunjung keluar, akhirnya Ian memasuki kelas itu setelah beberapa penghuninya sudah berkurang. Dilihatnya Ia yang tampak menulis di beberapa lembar yang ada di meja.

"Elo lagi ngapain?" Tanyanya sambil mendekat.

Mengenali suara kakaknya, Ia berhenti menulis.

"Tadi dapat tugas dari wali kelas, ada data siswa yang belum lengkap dan ada yang salah. Jadi aku harus menyalinnya di kertas yang baru." Jelas adiknya.

"Kenapa gak dikerjain di rumah?"

"Beliau minta hari ini harus diselesaikan."

Ian hanya mengangguk.

"Oh ya, gue mau ke kantor sebentar. Hari ini gue kan libur. Jadi gue harus kesana buat antar berkas yang kemarin gue bawa." Jelas Ian.

"Kalau gitu aku ikut ya."

"Gak. Elo kan ada tugas."

"Bentar lagi selesai."

"Meskipun mau selesai, gue tetep gak mau ngajak elo. Ntar elo di godain lagi sama temen-temen gue." Kata Ian.

"Aku tunggu di mobil."

"Enggak, mata temen gue itu lihatnya kemana-mana. Pokoknya habis ini elo tunggu di halte depan sekolah. Ntar gue jemput disana." Pesan Ian sambil beranjak dari sana.

Ia hanya mendengus kesal karena abangnya langsung pergi dan mendengar balasan Ia.

Kurang lebih sepuluh menit, akhirnya Ia selesai dengan pekerjaannya. Ia langsung membawa ke ruang guru dan menempatkannya di meja wali kelasnya. Baru saja keluar dari ruang guru, suasana sekolahnya sudah sepi. Ia memandang sekitarnya dan akhirnya melangkah pergi dari ruang guru. Melewati beberapa koridor sekolah dengan berjalan santai. Hingga akhirnya langkahnya terhenti karena Andi tampak berjalan mendekatinya dari lawan arah. Ia menggenggam erat kedua ujung tali tasnya karena Andi tak henti-hentinya menatapnya. Merasa tidak nyaman diperhatikan seperti itu, Ia memutuskan memutar arah dengan berbalik ke belakang. Ia mengambil jalan lain untuk menghindari Andi. Setiap dia berbelok di sudut kelas, Andi mengikutinya. Ia mempercepat langkahnya namun Andi masih mengikuti dibelakang dengan langkah lebarnya. Ia yang mulai merasa ketakutan akhirnya memilih berlari untuk menghindar dari Andi. Dia bernafas lega tak kala melihat ke belakang dan tak mendapati Andi disana. Namun tak lama wajahnya tegang karena setelah kembali menghadap ke depan ada Andi yang berdiri tak jauh darinya sedang memperhatikannya. Ia pun berjalan mundur karena Andi berjalan mendekatinya. Ia bernafas tak beraturan karena melihat Andi yang semakin mendekat. Ia memutuskan berlari namun sayang lengan sudah tercekal. Ia tak berani menghadap ke belakang.

"Kamu mau menjauh dari aku?" Tanya Andi.

Ia tak mau menjawab.

"Oh ya, ini bukannya deretan kelas kosong yang waktu itu aku tampar kamu ya." Lanjutnya.

Seketika Ia memperhatikan sekitarnya. Ia mengedarkan pandangan ke segala arah dan menyadari jika itu tempat yang sama saat Andi menamparnya keras. Ia langsung menarik lengannya dan berhasil terlepas. Andi yang melihatnya merasa kesal dan mendorong kasar Ia hingga terjatuh. Ia yang mulai ketakutan langsung mengambil ponsel dari dalam tasnya dan menghubungi kakaknya. Saat Ia sudah menekannya, Andi dengan cepat meraihnya dan melemparnya asal. Ia terkejut melihatnya. Masih dalam posisi duduknya dia mencoba meraih ponselnya yang berada tak jauh darinya. Andi yang menyadarinya langsung menendang ponsel itu dan membuatnya menjauh dari Ia. Melihat Ia yang tegang, Andi justru membanting tempat sampah yang ada disampingnya. Ia kaget dan langsung ketakutan.
"Kamu tau gak, bentar lagi aku akan pindah sekolah. Papa aku dipindahkan ke kantor cabang yang ada diluar kota. Mau gak mau aku harus ikut. Padahal aku baru seneng menjabat ketua OSIS untuk beberapa bulan ini." Ceritanya.

Ia tak mau memperhatikan lelaki yang ada didepannya dan memilih menundukkan kepala.

"Tapi aku benci ini karena aku harus pindah sekolah dan gak bisa ketemu sama kamu." Bentak Andi sambil meraih hijab Ia dan menjambaknya.

"Aaaa...." Rintih Ia.

Tanpa mereka sadari, ternyata panggilan Ia diterima abangnya. Diseberang sana, Ian menerima panggilan itu sambil fokus menyetir. Belum sempat berkata, Ian dibuat kaget mendengar teriakan adiknya. Matanya melotot tajam ke depan sambil mendengarkan percakapan dari telepon itu.

"Disaat aku kayak gini, kenapa kamu justru baikan sama Alfa. Kenapa Ia?" Bentak Andi lagi sambil menjambak Ia untuk kedua kalinya.

Ia berteriak kesakitan. Ian yang mendengarnya langsung mematikan panggilannya dan melemparnya kasar ke kursi penumpang. Dia segera menancap gasnya karena urusan kantornya telah selesai.

"Jawab Ia." Tegas Andi sambil memberikan tamparan keras kepada Ia.

Ia yang diperlakukan seperti itu hanya bisa menahan sakit meskipun matanya mulai berkaca-kaca.

Di tempat lain, Alfa baru bangun dari tidurnya. Dilihatnya sekitar ruang kelasnya dan ternyata sudah sepi. Jam dinding menunjukkan jika bel pulang sudah lima belas menit yang lalu. Alfa ketiduran di kelasnya saat jam pelajaran. Dan ketika pulang tidak ada satu temannya pun yang berani membangunkannya. Alfa berdiri dengan malas dari bangkunya dan berjalan keluar. Melewati beberapa koridor kelas dengan langkah santainya. Hingga akhirnya dia berhenti karena mendengar benda jatuh dari lantai atas. Alfa yang penasaran akhirnya ingin mencari tahu asal suara.

"Kamu gak bisa kayak gini sama aku, Ia." Kata Andi sambil meraih kembali tempat sampah itu dan membantingnya keras.

Ia yang tak betah berada disana berniat berdiri namun Andi kembali mendorongnya kasar hingga terjungkal ke lantai.

"Kenapa kamu seperti ini? Mau kamu apa?" Tanya Ia akhirnya tanpa mau melihat Andi.

"Aku cuma mau sekolah disini bersama kamu dan kamu menjauh dari Alfa." Jawab Andi dengan memberikan nada tinggi saat menyebut nama Alfa.

Ia mencoba berdiri, namun kakinya ditendang Andi.

Ian yang baru datang langsung memarkirkan mobilnya dihalaman sekolah dan langsung keluar. Dia membanting keras pintu mobil dan berlari memasuki gedung sekolah. Alfa yang merasa gelisah meskipun tidak tahu karena apa mempercepat langkahnya karena mendengar suara teriakan yang tidak asing di telinganya. Langkahnya terhenti saat mengingat suatu tempat. Alfa berlari menuju tempat itu.

Ia kali ini merasakan sakit di kakinya.

"Aku gak suka kamu selalu dekat sama Alfa. Kenapa harus Alfa? Kenapa Ia?" Tanya Andi kesal.

Ia diam tak menjawab sambil mengusap air matanya yang berhasil keluar.

"Kamu nangis, Ia?" Tanya Andi penasaran.

Ia tak mau menjawab.

"Jawab aku, Ia." Bentak Andi sambil mengayunkan tangannya.

PLAAKKK... Andi menamparnya untuk kedua kalinya. Alfa yang melihat kejadian itu didepan matanya langsung berjalan menghampiri Andi dengan menggenggam tangannya. BUUUKKK. Bogem mentah berhasil mendarat di pipi Andi hingga membuatnya terdorong ke belakang.

"Lo apa-apaan.. udah gue peringatin jangan deket-deket sama dia tapi elo ulangi lagi.." Kata Alfa dengan nada tinggi dan mencekal kerah Andi.

"Emang kenapa? Kamu gak suka?" Tanya Andi dengan senyum sinis.

Alfa kesal dan menonjoknya untuk kedua kali dan melepas kerahnya. Alfa memilih menghampiri Ia yang masih duduk disana.

"Elo gak papa?" Tanyanya khawatir.

Ia menggeleng meskipun air matanya terlihat mengalir. Alfa sedih melihatnya. Hal itu dimanfaat Andi untuk memukul Alfa menggunakan tongkat besi yang tergeletak tak jauh dari sana. Pukulannya berhasil mendarat di bahu kanan Alfa. Andi tersenyum puas melihatnya.

"Lo udah gila.." Bentak Alfa.

"Mungkin. Gila gara-gara Alfa Danendra." Jawab Andi sambil mengayunkan besinya.

Melihat Andi yang bersiap memukul Alfa, Ia berdiridan mendorong Alfa menjauh. Alhasil bahu kiri Ia yang menerima pukulan daritongkat besi itu. Ia langsung terjatuh karena merasakan sakit. 

ALFA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang