48

359 13 0
                                    

Alfa terlihat menarik nafas panjang sebelum bercerita.

"Gue tadi habis dari bengkel karena mobil gue waktunya service. Di cek satu per satu, katanya ganti ini ganti itu, aku nurut. Padahal belum di tangani tuh mobil, eh bapaknya main total aja. Dikasih kan totalannya sama gue. Gue lihat jumlahnya, ada 10 juta."

"Haaaa..." Kata Ia dan Dani bersamaan.

"Ya gak papa kali, mungkin memang harus diganti dan harganya seperti itu." Balas Icha.

"Itu cuma service bulanan, harga gak sampai segitu. Gue pergi lah dari sana." Kata Alfa.

"Iya, Al. kalau menurut kamu kemahalan, gak usah." Kata Ia.

"Gak cukup disitu. Baru aja keluar dari sana, ban depan mobil gue kena ranjau. Sial banget. Gue telfon sopir buat ambil tuh mobil. Gue tinggal terus pulang." Cerita Alfa kesal.

"Kamu gak bawa ban cadangan?" Tanya Dani.

"Enggak, mana disana gak ada bengkel lagi. Bodo amat gue tinggal." Jawab Alfa.

"Alfa, kamu itu harus bisa bersabar dalam menghadapi sesuatu. Bukan sok baik atau apa, tapi dengan bersabar kamu bisa menahan amarah kamu sendiri." Nasehat Ia.

"Terus gimana caranya gue bisa sabar?" Tanya Alfa.

"Bukan sok alim atau apa. Coba mendekatkan diri kamu dengan yang di atas. Rajin sholat, sering istigfar, mungkin kamu akan bisa lebih sabar menerima sesuatu yang terjadi sama kamu."

"Oh ya?" Tanya Alfa.

"Iya. Apalagi jodoh kita adalah cerminan dari diri kita sendiri."

"Terus kalau gue kayak gini, gue gak bisa dapat jodoh yang kayak elo gitu." Kata Alfa.

Ia tercengang mendengarnya, begitu pula Icha. Namun tidak dengan Dani, dia justru tersenyum mendengarnya.
"Gue juga pengen punya sikap kayak elo. Elo itu baik, ramah, disukai banyak orang, mudah akrab dengan orang lain, termasuk adik gue. Tapi kadang ada orang yang salah mengartikannya. Bahkan ada orang yang bersikap kurang baik sama elo. Itu yang membuat gue gak suka." Lanjutnya.

Ia terdiam mendengarnya, sementara Icha merasa sedih mendengar pernyataan Alfa.

"Tenang, Al. banyak kok yang jagain Ia. Ada abangnya, aku, kamu juga yang bisa melindungi dia. Jadi kalau ada apa-apa sama Ia, kita kasih dia pelajaran." Kata Dani yang seakan mengerti dengan kalimat Alfa yang mengingatkan kejadian kemarin di perpustakaan.

"Kok kamu ngomongnya gitu, mengajak orang untuk berbuat yang tidak baik." Balas Ia.

"Kenapa? Gak suka? Marah? Iya?" Cerocos Dani.

Ia hanya mendengus kesal mendengarnya.

"Elo harus hati-hati sama orang yang ada disekeliling elo. Mungkin luarnya aja baik, tapi belum tentu dengan yang didalam. Bisa aja mereka mendekati elo karena ada sesuatu." Nasehat Alfa.

"Iya, makasih." Balas Ia dengan senyum kecilnya.

"Alfa kesini mau makan atau tidak?" Potong Icha.

"Ya iyalah." Jawab Alfa.

"Ya udah, Alfa pesan aja dulu. Nanti aku yang traktir. Menasehati Ia nya udah dulu." Pinta Icha.

Ia faham kali ini sahabatnya sedang cemburu karena mendengar kalimat-kalimat Alfa yang ditujukan kepadanya.

Tibalah hari libur. Kali ini Ia sudah ada janji dengan Caca untuk berkunjung ke rumahnya. Hari masih pagi namun Ia sudah datang. Caca langsung mengajaknya ke dapur. Mereka berencana untuk memasak bersama. Caca meminta Ia untuk memasakkannya nasi goreng. Awalnya Ia menolak, namun karena Caca meminta dengan sangat memohon akhirnya Ia menyetujui. Jika dilihat dari umur, Ia tiga tahun lebih tua daripada Caca. Namun jika dilihat dari kelihaian mengiris bahan, Caca terlihat lebih cekatan. Bahkan Caca terlihat mengambil alih tugas Ia karena tidak kunjung selesai mengiris bahan. Ia hanya menyengir melihatnya. Menit berlalu dan tibalah Ia beraksi. Ada rasa was-was saat menuangkan minyak goreng ke dalam wajan. Bumbu halus pun di tuang, Ia memberanikan diri menumis bumbunya. Entah apa yang membuatnya takut, Ia memilih memberikan tugasnya kepada Caca. Caca pasrah menerimanya. Saat Caca sedang asyiknya memasak, mamanya datang menghampiri.

"Caca masak apa?" Tanyanya lembut.

"Nasi goreng." Jawab Caca cuek.

"Kenapa tidak minta Bi Sarti untuk membuatkannya?" Tanyanya lagi.

"Enggak, lebih enak buat sendiri." Caca masih bersikap cuek kepada mamanya.

Melihat sikap anaknya, Mama Ira memilih duduk di kursi meja makan sambil mengupas beberapa apel.

"Mau aku bantu tante?" Ia menawarkan diri.

"Tidak perlu." Tante Ira menolak.

"Gak papa tante, aku bantu." Kata Ia sambil mengambil pisau yang tergeletak tak jauh darinya.

"Kalau saya bilang tidak, ya tidak." Tegas tante Ira.

"Gak papa tante."

Ia mengambil apel yang di dekat tante Ira dengan tangan kanannya yang masih membawa pisau.

"Kak Ia, coba cicipi deh." Sahut Caca.

Sontak Ia menoleh ke belakang tanpa berhati-hati dengan pisau yang dia bawa. Alhasil tangan kiri tante Ira tergores pisau yang dibawa Ia.

"Awwww.." Keluh Tante Ira.

Ia yang menyadarinya langsung melepas pisau dan apelnya. Tak lama Alfa datang.

"Kenapa, Ma?" Tanyanya khawatir.

Mama Ira hanya menatap tajam ke arah Ia namun Ia membalasnya dengan tatapan bersalah.

"Lo ngapain mama gue?" Tanya Alfa selidik.

"Mama kamu kena pisau yang aku bawa, tapi aku gak sengaja." jelas Ia.

Melihat darah yang mulai menetes dari tangan kiri mamanya, Alfa langsung mengajak mamanya pergi dari sana. Ia yang merasa bersalah hanya bisa diam melihat sikap Alfa yang seperti itu. Berbeda dengan Caca yang hanya biasa saja dan asyik mencicipi masakannya.

Menit berlalu, kali ini nasi goreng buatan Caca sudah siap dihidangkan. Sudah ada empat piring yang tertata rapi di meja makan. Ia meminta Caca untuk membujuk mamanya untuk makan bersama dan mamanya setuju. Mama Ira datang bersama Alfa dengan tangannya yang sudah terbalut perban. Ia yang melihatnya masih diliputi rasa bersalah. Alfa mempersilahkan mamanya duduk. Sebagai wujud permintaan maaf Ia, dia mengambilkan nasi goreng untuk mama Alfa. Mama Ira yang diperlakukan seperti itu menatapnya sinis. Ia yang melihatnya hanya membalas dengan senyuman. Mereka akhirnya menyantap bersama nasi goreng buatan Caca. Caca terlihat lahab menyantap nasi goreng buatannya.

"Nasi gorengnya enak lho, Ca." Puji mamanya.

"Makasih." Jawabnya singkat.

Alfa dan Ia juga terlihat menikmatinya. Menit berlalu hingga akhirnya Tante Ira menggaruk kedua lengannya secara bergantian. Kulit Tante Ira terlihat memerah. Alfa yang menyadari dengan kondisi mamanya langsung mendekatinnya.

"Kenapa, Ma?" Tanyanya.

"Nasi gorengnya ada campuran apa, Ca?" Mamanya justru bertanya kepada Caca.

Caca diam tak menjawab. Ia yang melihatnya akhirnya yang menjawab.

"Ada tambahan udang yang dicincang halus, Tan."

"Udang?" Tanya Tante Ira sambil sibuk menggaruk anggota tubuhnya yang lain.

"Iya, Tan. Aku minta Caca untuk menambahkan udang di masakannya." Jawab Ia.

"Lo kok gak bilang sama dia sih kalau mama alergi udang." Kesal Alfa kepada adiknya.

"Ya mana aku tau." Balas Caca sewot.

"Kita udah lama tinggal sama mama. Masak kamu gak tau mama alergi apa." Balas Alfa marah.

"Iya. Tapi selama kita tinggal bersama, mama kan lebih dekatnya sama Kak Al. jadi mana aku tau mama alergi apa." Kata Caca sambil berdiri dari duduknya dan pergi dari sana.

"Aku minta maaf tante." Kata Ia dengan rasa bersalah untuk kedua kalinya.

Tante Ira hanya menatapnya kesal lalu pergi dari sana. Tak lama Alfa menyusul mamanya. Tinggalah Ia seorang diri di ruang makan itu dengan perasaan bersalahnya.

ALFA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang