61

390 13 0
                                    

Ian yang baru datang dan melihatnya langsung menarik kasar tongkat yang dipegang Andi dan membuangnya asal. Ian memukul Andi berulang kali karena tidak terima adiknya diperlakukan seperti itu. Alfa yang melihatnya dibuat terkejut karena Ian bisa bertindak seperti itu. Alfa mengira jika Ian marah, Ian tidak akan bersikap membabi buta. Namun pemikirannya salah, Ian nyatanya bisa bersikap seperti dirinya. Setelah melihat wajah Andi bonyok dan darah mengalir dari hidungnya, Ian melepaskannya.

"Pergi lo dari sini." Tegas Ian dengan tatapan tajam.

Andi berdiri sambil mengusap darahnya. Dia memilih pergi dari tempat itu. Ian langsung mendekati adiknya yang masih terduduk disana dan Alfa senantiasa disamping Ia. Melihat adiknya ketakutan, Ian memilih duduk didepan adiknya.

"Kak Ian.." Ucap Ia pelan.

Tak lama Ia berlinang air mata dan menangis didepan kakaknya. Dia benar-benar merasa ketakutan dan sakit karena perbuatan Andi. Ian hanya bisa menatap sedih ke arah adiknya. Dia mengusap pelan pucuk kepala Ia untuk menenangnkannya. Ian membiarkan adiknya menangis asalkan bisa membuat Ia merasa tenang karena Andi sudah pergi dari sana. Alfa yang berdiri disana hanya bisa diam sambil memperhatikan dua saudara itu yang mana kakaknya sedang memberikan perhatian kepada adiknya.

Ian membawa Ia menuju taman depan sekolah untuk membuat Ia merasa lebih tenang. Kali ini Ian memperbolehkan Alfa duduk disamping adiknya dan memberi jarak agar tidak terlihat berdekatan. Sementara Ian memilih berdiri disamping adiknya sambil melipat kedua tangannya.

"Aku minta maaf karena aku gak bisa melindungi kamu dari dia." Kata Alfa setelah melihat Ia tenang.

"Gak papa." Jawab Ia dengan senyum kecil sambil menatap ke depan.

"Aku mohon, jangan buat aku khawatir lagi." Tutur Alfa dengan berani meskipun Ian ada disana.

Ia yang mendengarnya langsung menatap lelaki yang duduk disampingnya.

"Aku gak suka lihat kamu kayak gini." Lanjutnya.

Ia kembali menatap ke depan.

"Kamu tau aku kayak gimana. Aku bukan cowok yang mau terlihat baik didepan tapi nyatanya buruk di belakang. Aku itu orang kayak gini. Terserah orang mau bilang apa tentang aku, aku gak akan perduli. Aku akan bener-bener peduli saat aku tau kamu kenapa-napa karena aku." Kata Alfa sambil terus memperhatikan Ia.

"Itu bukan karena kamu, Al." Balas Ia berusaha tersenyum.

Alfa tersenyum kecil mendengarnya. Padahal Alfa tahu, jika dia tidak dekat dengan Ia, Andi tidak akan senekad ini.

"Janji sama aku kalau kamu gak akan buat aku khawatir lagi." Pinta Alfa.

"Apa alasannya aku harus janji sama kamu untuk tidak membuat kamu khawatir karena aku?" Tanya Ia dengan masih menatap ke depan.

"Karena aku akan membenci diri aku sendiri karena tidak bisa melindungi seseorang yang aku suka." Jawabnya secara terus terang.

Seketika Ia menoleh dan melihat Alfa, begitu pula Ian. Alfa dengan beraninya mengutarakan is hatinya.

"Maksud elo apa?" Tanya Kak Ian.

"Aku gak tau yang pastinya apa. Tapi hati aku merasa sakit kalau melihat Ia sedang terluka dan menderita karena aku." Jelas Alfa kepada Ia.

Kalimatnya berhasil membuat Ian terdiam.

"Aku tidak memintamu untuk membalas perasaan aku. aku cuma mau kamu tahu kalau selama ini ternyata aku suka sama kamu. Dan aku minta maaf dengan semua perlakuanku yang udah membuat kamu kecewa." Kata Alfa kepada Ia.

Ia diam mendengarnya.

"Apa kamu merasakan hal sama dengan apa yang aku rasa?" Tanya Alfa dengan berani.

Ia menatap abangnya, Ian mengerjapkan matanya pelan. Dia membiarkan adiknya untuk menjawabnya.

"Kamu tau kan kalau aku gak mau pacaran. "

Alfa mengangguk mendengarnya.

"Aku sama seperti cewek pada umumnya. Tapi bedanya aku adalah sebagian dari mereka yang ingin berubah menjadi lebih baik. Mungkin orang lain menilaiku baik karena hijabku, tapi nyatanya tidak dengan hatiku. Aku sadar kalau hatiku juga bisa merasakan nyaman saat bersama lelaki lain. Munafik kan aku." ceritanya di akhiri senyum kecil.

Alfa senantiasa mendengarkannya.

"Aku bukan orang yang dengan mudah bilang suka sama orang ini. Karena sebelumnya aku belum pernah merasakan apa itu jatuh cinta. Kalau aku udah jatuh cinta sama orang, aku mau mengharapkan dia kelak akan menjadi milikku."

"Kalau begitu izinkan aku untuk menjadi seseorang yang kelak akan kamu harapakan." Kata Alfa dengan percaya diri.

"Kita masih sekolah, Al. Fokus aja sama sekolah kamu. Kita juga masih remaja, bisa aja apa yang kamu bilang hari ini akan bertolak belakang untuk di hari yang akan datang."

"Tapi yang aku rasakan ini bener-bener beda. Melihat kamu terluka mengingatkan aku dengan mama aku yang udah meninggal. Seakan aku harus ada buat kamu dan memastikan kalau kamu gak kenapa-napa." Jelas Alfa.

"Sekolah aja dulu. Adik gue belakangan aja. Elo punya niat untuk miliki adek gue, emang elo saat ini udah punya apa? Beberapa tahun lagi kalau elo udah berhasil dengan usaha elo sendiri, boleh tuh elo datang ke rumah gue dengan niat baik elo. Karena saat ini gue melarang keras adik gue untuk pacaran." Kata Ian.

Ia yang mendengarnya hanya menatap abangnya dengan tersenyum kecil. Namun Alfa justru sedikit kesal. Berharap mendapat balasan dari Ia, namun abanngnya yang berceramah kepadanya.

Hari berganti, pagi harinya sekolah di hebohkan dengan berita Andi. Semua berawal dari salah satu penjaga sekolah yang sudah melihat kedua kalinya ada tempat sampah yang terjatuh ke lantai. Ditambah lagi ada tongkat besi hitam yang melintang di tengah deretan kelas kosong. Penjaga sekolah itu pun langsung melapor ke pihak sekolah dan langsung ditanggapi. Rupanya ada CCTV yang terpasang. Setelah di cek ternyata ulah Andi terekam CCTV dan langsung membuat geger satu sekolah. Pasalnya yang menjadi korban adalah Ia. Ian dan Alfa juga terekam memukuli Andi. Andi yang sebelumnya berniat pindah sekolah, namun pihak sekolah justru mengambil tindakan tegas dengan mengeluarkannya dari sekolah. Sementara pihak sekolah memanggil wali murid dari Ian dan Alfa untuk datang ke sekolah.

Menjelang siang, kedua orang tua Alfa sudah datang dan langsung memasuki ruang kepala sekola. Tak lama kemudian ayah Ian datang dan segera memasuki ruang tersebut. Kedatangan mereka langsung mendapat pasang mata dari beberapa murid.

Di ruang kepala sekolah, sudah ada Pak Rahmad dan mempersilahkan mereka untuk duduk di sofa. Ada perbincangan yang cukup serius diantara mereka. Terutama mengenai Ian yang sudah kelas XII dan Alfa yang sudah kesekian kalinya memukul orang.

"Ian sudah kelas XII, beberapa bulan lagi ujian nasional akan dilaksanakan. Saya harap Bapak bisa memantau putra Bapak agar kejadian ini tidak terulang kembali. Jika hal ini terulang kembali, kami dari pihak sekolah tidak segan-segan untuk mengambil tindakan tegas. Dia sudah kelas XII , sangat susah jika harus dia mencari sekolah baru." Tutur Pak Rahmad tegas.

"Baik, Pak. Saya minta maaf sebesar-besarnya dengan ulah anak saya. Saya akan berusaha memantau anak saya dengan sebaik mungkin dan kejadian ini saya pastikan tidak akan terulang kembali." Balas Pak Danu, ayah Ian.

Kali ini Pak Rahmad menarik nafas panjang hingga akhirnya beradu pandang dengan Pak Hendra selaku donatur terbesar di yayasan sekolah ini.

"Ini bukan pertama kalinya Alfa berulah seperti ini. Saya sudah sering mendapat laporan dari beberapa guru di sekolah ini tentang Alfa. Sudah kami beri hukuman, namun masih terulang. Begitu di hari-hari berikutnya. Dari pihak sekolah ingin sekali bertindak tegas, tapi kami mengingat anda berperan penting di sekolah ini." Tutur Pak Rahmad.

"Saya minta maaf, Pak." Ucap Pak Hendra.

"Dan setelah kejadian ini, kami sudah bermusyawarah dengan para guru yang lain. Jika Alfa melakukan kejadian ini sekali lagi meskipun hanya satu pukulan, kami dari pihak sekolah akan langsung membuatkan surat yang berisi Alfa dikeluarkan dari sekolah ini." Tegas Pak Rahmad.

Seketika Ira kaget mendengarnya. Kali ini Pak Rahmad benar-benar bertindak tegas. Sementara Pak Hendra hanya menganggukkan kepala tanpa berkata.

ALFA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang