30

496 20 0
                                    


Ia duduk di jok motornya dan mulai bercerita.

"Aku cuma mau terlihat baik di depan orang. Aku sekarang udah berubah, jadi mau gak mau aku juga harus merubah sikap aku. Jadi antara antara penampilan dan sikap harus sama baiknya. Aku harus terbiasa bersikap baik, karena seiring berjalannya waktu aku udah biasa melakukan hal baik." Cerita Ia.

"Emang elo dulu separah apa sih? Berani berubah dengan memilih penampilan elo yang kayak gini."

"Parah banget, tapi aku senang dengan penampilan aku yang sekarang." Jawab Ia tersenyum.

"Kenapa elo mau cerita hal itu sama gue?"

"Pengen cerita aja, lagian kita kan juga udah kenal dekat."

Alfa tersenyum mendengarnya.

"Padahal kamu sendiri kan yang hampir tiap hari deketin aku. Hayo udah ketahuan siapa yang mau deket-deket sama aku." Tebak Ia sambil meraih helm dan menaiki motornya.

Alfa tersenyum malu mendengarnya.

"Pulang dulu, bye bye." Pamit Ia lalu pergi tanpa mendengar balasan dari Alfa.

Alfa tersenyum sambil melihat Ia yang sudah menghilang di balik gerbang sekolah.

Malam pun tiba, kali ini Ia seorang diri sedang membeli sate di pinggir jalan raya. Menunggu pesanannya dibuatkan sambil memandang jalanan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan. Entah kenapa Ia selalu suka mengamati jalanan yang dihiasi lampu dan kesibukan para pengendaraan yang pasrah harus bersabar dengan macet. Antrian kali ini lumayan lama sehingga Ia harus bersabar menunggu. Meskipun membawa ponsel namun tidak dia mainkan, dia masih asyik melihat pemandangan malam yang ada di sekelilingnya. Setengah jam sudah dia disana dan dia mulai bosan. Dia berdiri dari duduknya dan berjalan keluar tenda. Pandanganya kali ini teralihkan karena melihat seorang ibu yang di jambret oleh dua pria yang lumayan jauh dari tempatnya saat ini. Ia segera menghampiri untuk menolong.

"Lepas gak tasnya." Gertak Ia.

Dua pria itu tak memperdulikannya. Satu orang mengancam dengan pisau dan satunya berusaha menarik tasnya. Kebetulan disekitar tempat kejadian sepi dan kurang pencahayaan.

"Kalau aku bilang lepas ya lepas." Gertak Ia sekali lagi sambil mendorong lelaki yang sedari tadi ingin mengambil tas namun sang ibu mempertahankannya.

"Hehh, elo cewek alim jangan sok berani ya." Balas seorang pria satunya sambil mengarahkan pisau kepada Ia.

Ia tetap dengan posisinya tanpa mundur selangkah pun.

"Habisin aja bro." Ucap lelaki yang jatuh tadi lalu berdiri.

"Sayang sekali cewek cantik kayak gini harus berakhir di tangan gue." Balas lelaki berpisau itu sambil mengayunkan tangannya hendak meraih dagu Ia.

Ia langsung menahan tangan pria itu yang sudah dekat dengan dagunya. Lelaki itu dibuat kaget dengan cengkraman tangan Ia.

"Cewek kayak elo kuat juga ya." Ujarnya.

Ia masih diam sambil memberikan tatapan tajamnya tanda tak suka dengan sikap pria yang ada didepannya.

"Santai kenapa, udah punya pacar belum, kalau belum jalan sama abang." Goda lelaki itu.

Seketika Ia langsung menarik tangan pria berpisau itu kebawah dan memelintirnya.

"Aaaaa....." lelaki itu kesakitan.

Pria yang satunya ingin membantunya namun tangannya ditarik oleh ibu itu. Sang ibu tahu jika Ia ingin memberi preman itu pelajaran.

"Lepasin gak, jangan sampai pisau ini kena perut elo ya."

Ia masih dengan diamnya dan membuat pria itu kesal. Preman itu langsung mengarahkan pisaunya dan Ia langsung menghindar. Ia semakin memelintir tangan pria sembari memukul tangan yang satunya hingga pisau itu terlepas. Lelaki itu pun langsung membuang kasar tangan Ia. Lelaki itu marah karena merasa direndahkan.

"Jangan sok jagoan lo ya, elo itu cewek, mending elo pulang sana jangan ikut campur urusan gue." Bentak lelaki itu.

Ia masih tak membalasnya dan memilih menatap lelaki itu. Lelaki itu justru terpancing emosi dan langsung mencekik leher Ia. Ia dibuat kaget dengan sikap lelaki didepannya. Sang ibu ingin meminta tolong namun mulutnya dibekap oleh pria yang satunya. Ia berusaha melepaskan tangan lelaki itu namun tak cukup kuat. Tiba-tiba sebuah helm melayang tepan di kepala lelaki yang mencekik Ia. Otomatis tangan lelaki itu terlepas dan mengelus kepalanya karena sakit. Ia melihat lelaki yang turun dari motornya dan ternyata itu Alfa.

"Ngapain elo disini?" Tanya Alfa yang sepertinya mengenal preman itu.

"Elo, udah berubah lo ya. Jangan gara-gara elo udah berubah elo mau belain cewek ini ya." Balas preman itu yang sepertinya memang sudah mengenal Alfa.

"Kalau elo gak mau habis di tangan gue, elo pergi sekarang." Ancam Alfa.

"Kalau gue gak mau pergi dari sini emang kenapa?" Tantang lelaki itu.

Alfa marah medengarnya dan langsung mendekat. Dia langsung memukul tepat di pelipis lelaki itu. Lelaki itu pun melawan dan mereka berkelahi. Sang ibu ingin meminta tolong namun mulutnya masih dibekap. Ia yang melihatnya langsung menarik kasar tangan pria itu dan ibu itu berhasil pergi untuk meminta bantuan. Ia tampak bingung bercampur khawatir melihat Alfa membabi buta memukul preman itu. Berulang kali preman itu melawan namun tetap kalah dengan bogeman Alfa. Ia semakin khawatir saat melihat bibir Alfa mengeluarkan darah.

"Udah Al, berhenti Al." Pinta Ia namun tak digubris Alfa.

Alfa yang marah masih melampiasan kekesalannya kepada pria itu karena sudah menyakiti Ia.

Mengetahui temannya semakin terpojokan, lelaki yang satunya mengambil pisau yang jatuh dan ingin menusuk Alfa.

"Awas Alfa." Teriak Ia dan membuat Alfa menyadari jika lelaki yang satunya sudah ada didekatnya dan siap menghunuskan pisau itu.

Alfa segera mengelak namun pergelangan kirinya yang terkena tajamnya pisau itu. Melihat tangan Alfa yang sudah berdarah, kedua lelaki itu kabur sambil menaiki motornya.

"Tunggu pembalasan dari gue." Ancam lelaki yang dipukul Alfa sebelum pergi dari sana.

"Pergi lo." Balas Alfa kasar dan mereka pergi.

Ia mendekatinya dengan perasaan khawatir melihat tangan Alfa.

"Elo gak papa?" Tanya Alfa.

"Justru aku yang tanya sama kamu, tangan kamu berdarah." Balas Ia.

"Biarian, gak papa kali."

"Ke klinik terdekat ya?" Ajak Ia,

"Gak usah."

"Kok gitu."

"Kenapa? Elo keselkan saat tau niat baik elo di tolak. Sama keselnya kayak gue yang udah berapa kali elo tolak niat baik dari gue." Kesal Alfa.

"Kok jadi kamu yang marah?" Tanya Ia.

"Lupain, gue antar elo pulang." Jawabnya tanpa melihat darah di tangannya.

"Gak, ke klinik dulu." Balas Ia yang ikut kesal.

"Ini lukanya kecil, nanti biar di obatin bibi di rumah."

"Darah ngalirnya kayak gitu kamu bilang luka kecil."

Alfa melihat sebentar tangannya lalu kembali menatap lawan bicaranya.

"Gak usah, gue mau antar elo pulang." Alfa memaksa.

Kali ini Ia mengalah, dia mengeluarkan sapu tangan dari tasnya dan membalutkan ke pergelangan tangan Alfa. Alfa yang melihatnya diam tanpa kata karena diperlakukan seperti ini dan terus memandang Ia yang ternyata khawatir dengan keadaannya.

"Aku tadi beli sate dan belum aku bayar. Aku kesana dulu." Kata Ia setelah memberikan ikatan pada sapu tangan itu.

Alfa mengedipkan matanya sebagai jawaban dan membuntuti Ia dari belakang.

ALFA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang