25

499 20 0
                                    

Hari berganti, kali ini Alfa menunggu Dani di kantin sekolah. Tak butuh waktu lama Dani sudah datang dan langsung menghampiri Alfa.

"Kok elo gak bilang kalau abangnya dia itu Ian?" Tanyanya.

"Kamu minta aku kesini cuma mau tanya itu?" Dani tanya balik.

"Iya."

Dani mendengus kesal.

"Kan kamu gak tanya." Jawab Dani.

"Abangnya kelas berapa? Gue gak pernah liat dia di kantin ini."

"Ya iyalah, dia kelas XII IPA 3. Kelasnya kan dilanti dua, ngapain coba turun tangga untuk jajan di kantin ini sementara di atas udah ada kantin."

"Dia udah kerja ya?" Tanya Alfa.

"Iya, sejak kelas XI. Dia punya kenalan yang keluarganya kerja di showroom mobil. Waktu itu ada lowongan part time, Kak Ian minat dan akhirnya diterima. Sampai sekarang dia kerja disana selepas pulang sekolah.

"Oh.." Respon Alfa.

"Kamu udah kenal sama dia?" Tanya Dani.

"Iya, dia bilang kalau ternyata dia udah memperhatikan gue dan dia gak suka kalau gue bersikap kasar sama adiknya."

"Menyukai seseorang memang harus mengenal orang-orang terdekatnya, gue udah, Kak Ian udah, ayahnya belum kan?"

"Gue udah kenal sama ayahnya." Jawab Alfa dengan ketus.

"Waduhhh, ternyata udah sejauh ini kamu kenal keluarganya Ia. Udah kelihatan banget kalau kamu pengen mengenal Ia lebih jauh."

"Maksud elo?" Tanya Alfa sambil berdiri.

"Mungkin kamu gak bisa jawab iya, tapi kamu terimakan kalau aku bilang kamu suka sama dia." Jawab Dani dengan senyum mengejek.

"Brengsek lo." Ketus Alfa kesal lalu pergi.

Dani melihatnya langsung tertawa sendiri mendengar jawaban dari Alfa.

Kali ini pelajaran olahraga bagi kelas, Pak Bani sudah ada di lapangan memimpin jalannya pelajaran. Setelah memberikan sambutan Pak Bani meminta Andi ke depan untuk memimpin pemanasan. Andi sudah di depan lalu Pak Bani mengelilingi barisan untuk memperhatikan keseriusan muridnya yang melakukan pemanasan.

"Iaa.." Panggil Dani pelan yang berdiri tepat di samping Ia.

"Hemmm." Jawab Ia sambil mengikuti gerakan sang ketua kelas.

"Iaaaa." Panggil Dani lagi karena tak puas dengan balasan Ia.

"Apa?" Tanya Ia dengan nada yang pelan juga.

"Tuh.." Jawab Dani sambil melirik seseorang yang berjalan melintasi lapangan.

Ia mengikuti arah lirikan Dani dan ternyata ada Alfa yang berjalan seorang diri sambil memperhatikannya. Dani tertawa kecil saat melihat Ia menangkap pandangan Alfa kepadanya lalu segera membuang muka. Ia kembali fokus melakukan pemasanan.

"Kok udahan." Ejek Dani.

Seketika Ia langsung memberikan tatapan tajamnya namun justru di sambut senyum geli Dani.

"Kenapa yang di belakang senyum-senyum sendiri?" Tanya Pak Bani.

"Enggak, Pak. Ada yang nyangkut di gigi." Elak Dani sambil berpura-pura mengambil sisa makanan dengan lidahnya.

Pak Bani kembali fokus memperhatikan murid-muridnya.

Dua jam pelajaran berlalu, ada yang langsung ke kelas untuk mengganti baju ada pula yang masih di lapangan karena setelah ini waktunya istirahat. Sebagian dari mereka memilih duduk di pinggir lapangan untuk melepas lelah sambil membujurkan kedua kaki. Rindangnya pohon disana membuat mereka betah disana sambil berbincang ria. Begitu pula Ia dan Icha yang ikut bergerombol disana sambil berbagi cerita.

"Awas Iaa.." Teriak beberapa teman cowoknya.

Sontak Ia dan para temannya dibuat kaget lalu dengan kompak memperhatikan seseorang yang ada di belakang Ia. Kenapa ada Alfa yang berdiri disana, tak lama jatuh sebuah balok kayu berukuran sedang dari belakang Alfa. Ia langsung berdiri di ikuti teman-temannya.

"Alfa.." Panggil Ia pelan karena melihat Alfa mulai menahan sakit.

Alfa tak menjawab, Ia langsung melihat seorang perempuan yang berdiri tak jauh dari Alfa dengan perasaan bersalahnya.

"Shila, kamu ngapain disana?" Tanya Ia.

Shila hanya diam dan terus memperhatikan Alfa.

"Kamu ngapain disana?" Tanya Ia lagi yang mulai kesal melihat sikap Shila yang diam.

"Alfa, gue gak sengaja, Fa." Kata Shila dengan mata berkaca-kaca lalu pergi.

Ia kembali melihat Alfa yang diam sambil menunduk dan memegang kedua lututnya.

"Al, kamu gak papa kan?" Tanya Ia khawatir.

Alfa hanya menggelengkan kepala. Tak lama mata Ia berkaca-kaca saat kembali melihat balok kayu yang masih tergeletak disana.

"Ke UKS ya? Biar di papah sama Dani." Lanjutnya yang tanpa dia sadari air matanya mengalir.

Teman-teman Ia kaget melihatnya namun Ia tak memperdulikannya. Alfa yang melihat air mata Ia yang sudah jatuh tak lama bayangannnya hitam. Alfa pingsan dan membuat Ia khawatir.

Alfa terbaring lemah di ranjang UKS. Ia hanya bisa menatapnya khawatir karena Alfa belum sadarkan diri. Dani memintanya untuk tetap tenang dan duduk di ranjang kosong. Dani berdiri sambil menatap Ia sedih. Sahabatnya yang terbiasa kuat dan tersenyum kali ini justru menangis.

"Alfa gak papa kan?" Tanya Ia berulang kali.

"Gak papa Ia. Berapa kali kamu tanya seperti itu." Jawab Dani yang mulai lelah dengan pertanyaan Ia yang terus di ulang.

"Aku takut dia kenapa-napa." Kata Ia sedih.

"Stop. Ini bukan elo yang sekarang. Masak gara-gara dia pingsan elo jadi kayak gini." Kata Dani yang sudah tidak bisa sabar melihat sahabatnya yang sekarang.

"Gue cuma takut dia kenapa-napa." Balas Ia sambil menutupi wajahnya.

"Ia, khawatir boleh, tapi ya jangan nangis kayak gini. Elo nangis kayak gini karena teringat masa lalu elo kan?"

"Balok kayu itu yang buat gue teringat masa lalu gue. Nyokap gue meninggal karena dipukul dengan balok kayu tepat di depan gue. Gue gak mau ada orang lain lagi yang terluka cuma gara-gara gue." Cerita Ia dengan tangis yang semakin menjadi.

Dani menatap sedih sahabatnya.

"Udah udah. Jangan nangis, ini bukan elo yang sekarang Ia. Ia yang sekarang udah terlihat sisi baiknya, gak marahan, gak emosian, bisa sabar sama sikap orang dan murah senyum. Jangan gara-gara kejadian ini elo jadi berubah ya. Awas aja kalau elo punya niat balas dendam sama Shila." Kata Dani bijak.

"Ya enggak lah, gue udah yakin sama sikap gue yang sekarang. Gue mau jadi anak sholehah yang kelak bisa bermanfaat untuk orang tua gue kelak di akhirat." Balas Ia yang mulai tenang.

"Berhenti nangisnya, nanti kalau ada orang masuk, mereka kiranya gue ngapain elo lagi."

"Enggak enggak, udah gak nangis nih." Jawab Ia sambil mengusap air matanya.

"Satu lagi, jangan ngomong elo gue lagi." Pinta Dani.

"Habisnya sih elo.."

"Tuh kan." Potong Dani.

"Habisnya sih kamu panggilnya kayak gitu, aku jadi ikut-ikutan."

Dani tersenyum kecil melihatnya. Dani mengenal betul siapa Ia, dan disaat sahabatnya sedih dia pasti berusaha untuk menenangkannya. Tanpa mereka sadari ternyata Alfa sudah sadar dari pingsannya. Namun dia berpura-pura memejamkan mata untuk mendengar cerita Ia. Air matanya mengalir karena tahu jika ibunya Ia meninggal karena dipukul oleh balok kayu. Alfa tahu betul bagaimana rasanya karena dia telah kehilangan sosok mamanya.

ALFA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang