62

393 12 0
                                    

Menit berlalu, Ia, Ian dan Alfa menunggu bersama di depan ruang kepala sekolah. Mereka sama-sama terlihat tegang menunggu orangtua mereka keluar. Pintu terbuka dan mereka langsung menghampiri orangtua mereka. Ia dan Ian melihat wajah sedih dari ayahnya. Tak lama kemudian ayahnya pergi dahulu dari sana. Berbanding terbalik dengan wajah Pak Hendra yang terlihat kesal. Alfa yang melihat tatapan papanya tampak kesal kepadanya. Alfa yang tak mau mendapat marahan dari papanya langsung pergi dari sana. Tak lama Ian ikut pergi dari sana dan menyusul ayahnya. Tinggalah Ia bersama orang tua Alfa. Ada rasa canggung meliputi mereka bertiga.

"Ia.." Panggil Om Hendra.

"Iya, Om." Jawab Ia langsung.

"Maafkan anak saya." Kata Om Hendra pelan.

Ia diam tak bisa berkata.

"Maaf atas semua perilaku anak saya, maaf karena kamu akhirnya menjadi salah satu korban dari kerasnya tangan Alfa. Saya minta maaf." Jelas Om Hendra.

Ia merasa terharu hingga matanya berkaca-kaca. Om Hendra meminta maaf atas ulah Alfa membuat Ia hanya bisa mengangguk dan tersenyum kecil untuk membalasnya. Kali ini Tante Ira mendekatinya.

"Tante juga mau minta maaf karena sudah memfitnah kamu didepan Alfa. Jujur tante tidak suka kamu dekat dengan dia. Tante sebagai mamanya hanya ingin yang terbaik untuk dia. Tapi kenyataannya sikap egoist ante justru membuat dia semakin menjauh dari tante. Tante sadar jika tante bukan mama kandungnya. Tapi tante sudah menganggap Alfa sebagai anak kandung tante."

Ia hanya bisa diam dan menunduk mendengar ceita Tante Ira.

"Tante sudah berusaha untuk membuat Caca dekat dengan Tante, tapi nyatanya Caca semakin menjauh. Pasti ada sikap Tante yang tidak baik yang akhirnya sikap Caca seperti itu. Biarkan Caca yang saat ini masih menjauh dari Tante, tapi jangan untuk Alfa. Bantu Tante supaya Alfa bisa dekat kembali dengan Tante." Pinta Tante Ira dengan menangis.

Ia yang sedih mendengarnya membuat air matanya mengalir tanpa isakan.

"Kenapa Tante minta hal itu sama saya, saya bukan siapa-siapanya dia." Kata Ia.

"Mungkin saat ini kamu bukan siapa-siapanya Alfa. Tapi karena kamu, dia bisa berubah. Dekat dengan kamu, Alfa bisa menjadi lebih baik. Tapi saat dia menjauh dari kamu, Alfa kembali seperti yang dulu." Jelas Tante Ira.

Ia tak bisa menjawab.

"Di rumah, tidak ada satupun yang berhasil membujuknya untuk memaafkan mamanya. Mungkin melalui kamu, Alfa mau mendengarnya dan memaafkan mamanya." Pesan Om Hendra.

Mendengar kalimat Om Hendra, Ia hanya bisa tersenyum untuk membalasnya. Tak lama Om Hendra dan Tante Ira pamit dan meninggalkan Ia seorang diri di depan ruang kepala sekolah.

Sepulang sekolah, Ia meminta waktu Alfa untuk berbincang di depan halte sekolah. Ia datang lebih dahulu. Tak berselang lama Alfa datang dengan motornya. Halte sudah sepi karena para murid sudah memenuhi bis yang baru saja melintas. Tinggalah Ia dan Alfa yang duduk disana namun ada jarak diantara mereka.

"Kabar orang tua kamu gimana?" Tanya Ia mengawali.

Alfa hanya mengangkat bahunya karena tidak tahu.

"Ayah aku justru sedih karena ulah Kak Ian. Tidak pernah terlintas sedikit pun kalau Kak Ian bisa berbuat seperti itu. Ayah kecewa."

Alfa hanya menganggukkan kepalanya.

"Kita pasti pernah merasakan apa itu kecewa. Apalagi kecewa terhadap orang yang kita percaya. Semua apa yang dia bilang, kita percaya. Hingga akhirnya kita justru kecewa dengan apa yang dia ucapkan. Kamu boleh aja kecewa, tapi jangan lama-lama." Kata Ia dengan menoleh ke arah Alfa.

Alfa yang mendengar jelas kalimat terakhir Ia langsung berbalik menatap Ia.

"Maksudnya?" Tanya Alfa tak mengerti.

"Kamu boleh kecewa sama mama kamu, tapi harus ada waktunya untuk kamu memaafkannya."

"Beri aku alasan kenapa aku harus memaafkan mama aku." Tanya Alfa sambil menatap ke depan.

"Kita punya persamaan, mama kandung kita udah pergi untuk selamanya. Tapi bedanya saat ini kamu lebih beruntung dari pada aku. Kamu masih punya kesempatan untuk memiliki mama baru, sementara aku tidak." Jelas Ia sambil memalingkan wajahnya.

"Lalu?"

"Jangan menyia-nyiakan dengan apa yang kamu miliki saat ini sebelum kamu merasakan jika kamu tidak akan bisa memilikinya kembali di lain waktu."

"Oh ya?"

"Iya, saat kamu tidak bisa memiliknya kembali, rasanya itu sakit, Al. mengharapkan seseorang untuk kembali yang jelas-jelas dia udah pergi dan gak akan bisa kembali lagi." Kata Ia sedih.

Tanpa disadarinya airmatanya mengalir karena teringat almarhumah ibunya. Alfa yang melihatnya hanya bisa diam dan tak bisa berbuat apa-apa. Air mata Ia mampu membuatnya merasa lemah.

Setiba di rumah, Alfa langsung masuk ke dalam tanpa mengucap salam. Mamanya yang semula duduk kini berdiri untuk menyambut Alfa. Namun Alfa masih dengan sikap dinginnya. Raut wajah kecewa terlihat pada mamanya saat senyum yang ia berikan tak mendapat balasan dari putranya. Alfa justru berlalu dari hadapannya dan menuju ke anak tangga. Tak lama, langkah Alfa terhenti dan berbalik menghadap mamanya yang masih di ruang tamu.

"Aku kecewa dengan sikap mama terhadap Ia. Tapi kenapa justru Ia bilang aku harus memaafkan mama." Kata Alfa.

Mamanya hanya mendengar tanpa niat membalas.

"Padahal waktu itu aku belain mama dan membuat aku gak bisa percaya sama omongan Ia." Lanjutnya dengan masih di posisinya.

"Mama minta maaf." Tutur mamanya.

"Aku sayang sama mama, tapi kenapa sikap mama harus seperti ini? Jangan terlalu jauh mengurus kehidupanku karena aku gak suka." Balas Alfa serius.

"Mama menyesal, maafkan mama. Mama tidak tahan kamu perlakukan seperti ini. Mama ingin kita seperti dulu."

"Jangan ulangi lagi kesalahan yang sama karena aku gak mau kecewa untuk kedua kalinya." Kata Alfa lembut.

Sontak mamanya diam tak percaya. Kata-kata Alfa mampu membuat matanya berkaca-kaca.

"Alfa memaafkan mama?" Tanya mama.

Masih berada di dekat tangga, Alfa melempar senyum manisnya sambil mengerjapkan pelan matanya. Mama tersenyum bahagia melihatnya. Kini putranya sudah memaafkannya. Tak lama Alfa memilih naik ke atas dan meninggalkan mamanya yang masih tersenyum.

Pagi di sekolah, suasana mulai ramai seperti biasanya. Para murid yang baru datang berjalan santai menuju kelasnya sambil berbincang ria. Sebagian dari mereka sudah ada Ia yang baru turun dari motornya. Tak lama Icha yang juga baru datang langsung menghampirinya. Senyum terukir di bibir Icha sebagai tanda sapa yang ditujukan kepada Ia. Ia pun langsung membalasnya dengan senyuman pula. Mereka berjalan beriringan sambil berbincang ria. Baru saja menginjakkan kaki di lantai koridor sekolah, Alfa sudah menunggu sambil menyandarkan badannya di dinding bangunan kelas. Ia yang bingung dengan keberadaan Alfa langsung mengerutkan kening dan tersenyum tipis sambil berlalu melintasi Alfa. Melihat yang ditunggu sudah datang, Alfa langsung membuntuti Ia persis di belakangnya. Tak jarang beberapa pasang mata tertuju mereka. Apalagi penampilan Alfa cukup indah dipandang mata. Rambut yang tersisir rapi, mengenakan dasi dan ikat pinggang, serta seragam yang kembali dimasukkan. Namun Alfa hanya cuek dan tak berniat menatap balik mereka. Ia bahkan tak menyadarinya, dia hanya fokus berjalan dan berbincang dengan Icha yang ada di sampingnya.

ALFA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang