Malam pun tiba, kali ini Ia sedang asyik menonton TV ditemani buah jambu yang sudah dipotong kecil-kecil oleh Bi Asih. Saat sedang fokus-fokusnya melihat layar TV , abangnya pulang dengan masih mengenakan kemeja dan celana hitamnya lalu langsung duduk disampingnya.
"Hay, Kak." Sapa Ia menoleh sebentar melihat abangnya lalu kembali fokus ke layar TV.
"Ayah belum pulang?"
Ia menggeleng. Kak Ian merebahkan badannya ke sofa sambil membuka kancing lengan kemejanya lalu menggulungnya ke atas.
"Kalau belum makan, di meja masih ada makanan." Kata Ia tanpa menoleh abangnya.
"Elo sendiri?" Tanya abangnya.
"Ya udah lah. Oh ya bang.." Ia ingin bercerit.
"Hemmm.." Balas abangnya.
"Kakak tau ketua kelas aku gak?"
"Enggak, napa emang?"
"Dia Andi. Tadi kan kita dapat tugas dari wali kelas dan kita kerjakan di perpustakaan. Aku lagi asyiknya nulis, tiba-tiba dia bilang kalau dia suka sama aku. Aku bilang enggak donk. Terus dia bilang dia akan berusaha supaya aku suka sama dia. Cara berbicaranya sambil mencondongkan kepalanya ke aku. Aku kaget donk. Suasananya udah nggak enak aja. Aku rapikan kertasnya. Niat mau pulang, eh dianya berdiri jalan maju ke arah aku. akunya jalan mundur. Akhirnya langkah aku terhenti karena terhalang meja. Dia masih jalan ke arah aku. Takut kan aku."
"Terus.." Kata Ian sambil memperhatikan adiknya bercerita.
"Aku langsung pergi dari sana. Baru aja mau keluar, Alfa muncul. Mungkin karena Alfa lihat aku ketakutan, Alfa langsung menghampiri Andi. Mereka berdebat disana dan akhirnya Andi melempar kursi. Alfa berhasil menghindar, tapi kursinya malah kena kaki aku." tutup ceritanya.
"Brengsek tuh anak." Umpat Ian.
"Sumpah, tadi itu aku takut banget. Untung ada Alfa."
"Berani sekali Andi bersikap kayak gitu sama elo. Udah jadi ketua kelas, ternyata sikapnya kayak gitu." Kesal Ian.
"Iya, aku juga gak percaya."
"Jauh-jauh dari dia, Dek." Pesan Ian.
"He em. Untung aja ada Alfa. Habis itu Alfa nemenin aku duduk di pinggir lapangan. Karena lihat aku kesakitan, dia duduk dengan posisi jongkok didepan aku sambil melepas sepatu aku."
"Beneran ?"
"Iya. Gak tau kenapa senang aja lihat Alfa kayak gitu." Jawab Ia dengan tersenyum.
"Waahhhh, Alfa kayaknya beneran suka sama elo."
"Jangan mudah mengartikan dia suka sama aku hanya karena dia memperlakukanku seperti itu."
"Alaaahhhhhh... tapi elo senengkan? Cewek mana yang gak seneng kalau ada cowok tampan yang rela duduk cuma buat melepas sepatunya dan hanya untuk memastikan bahwa cewek itu gak kenapa-napa." Jelas Ian.
"Iya juga ya." Balas Ia sambil tersenyum karena membenarkan kalimat abangnya.
Tak lama Ian berdiri dan mengakhiri obrolan malam itu. Dia bergegas ke kamar dan meninggalkan adiknya di ruang TV.
Pagi menyapa, kali ini Ia sudah turun dari motornya dan berjalan ke kelas. Menyadari ada Alfa di depannya, dia melintasinya sambil melempar senyum. Ia berjalan dengan santai melewati koridor-koridor kelas. Karena merasa ada yang mengikuti, dia berbalik ke belakang. Ada Alfa yang berjalan tak jauh darinya. Mengetahui itu Alfa, Ia hanya melempar senyum kecil. Setelah melewati kelas XI IPS 1 , dia merasa masih ada yang mengikutinya. Dia berbalik kembali.
"Al, kok gak masuk ke kelas kamu?" Tanya Ia sambil berjalan pelan.
"Mau ke kelas kamu dulu." Jawa Alfa.
Ia yang mendengarnya hanya merasa bingung dengan jawaban Alfa, lalu mengabaikannya. Ia kembali melanjutkan langkahnya.
Setiba di kelas, Ia langsung duduk di bangkunya. Dani yang menyadari kedatangan Ia langsung menghampirinya. Namun Dani dibuat kaget karena tak lama Alfa memasuki kelasnya.
"Kamu ngapain disini? Kelas kamu kan ada disana?" Tanya Dani sambil menunjuk kebelakang.
"Cuma buat memastikan kalau dia gak kenapa-napa." Jawab Alfa.
Dani yang mendengarnya langsung berbalik melihat Ia yang sudah duduk.
"Emang dia kenapa?" Tanya Dani serius.
Ia yang mendengarnya langsung memberikan gelengan kepala untuk Alfa, memintanya untuk tidak menjawab. Alfa pun langsung mengerti.
"Ntar tanya aja sama dia. Hati-hati sama cowok yang kelihatannya baik." Jawab Alfa lalu pergi.
Dani yang tak faham dengan kalimat Alfa terakhir memilih duduk didepan Ia dan meminta penjelasan.
"Ntar aja ceritanya." Kata Ia seakan tahu apa yang akan ditanyakan sahabatnya itu.
Dani yang mendengarnya hanya mendengus kesal.
Jam isitrahat tiba, Ia dan Dani sudah berada di kantin dengan ditemani es jeruk. Sebelum Dani memintanya menjelaskan, Ia memilih mengawali untuk menceritakan kejadian kemarin. Tampak ada emosi yang ditahan Dani saat mendengar cerita Ia. Sampai Dani menggeleng-geleng kepala karena merasa tak percaya dengan apa yang diceritakan sahabatnya.
"Dia kayak gitu. Gila..." Kesal Dani setelah Ia berhenti bercerita.
Ia mengangguk.
"Padahal dari luar kelihatan dia anak baik-baik, apalagi dia ketua kelas. Kesannya tambah baik lagi kan. Beraninya dia udah bikin takut sahabat gue." Kata Dani.
"Gak usah bikin masalah sama dia.."
"Tapi kalau dibiarin, dia bisa aja makin berani bersikap kayak gitu sama elo."
"Percaya sama aku, aku bakal jaga diri dari dia. Anggap aja kayak gak ada apa-apa, tapi aku akan menjauh dari dia."
"Gak ada apa-apa gimana? Elo aja ketakutan karena sikap dia. Jangan mudah memaafkan orang lain Ia." Kali ini Dani kesal karena jawaban Ia.
"Dia itu teman sekelas kita. Kalau anak-anak tahu tentang masalah ini, kasihan dia. Apalagi mereka lebih akrabnya sama aku. Kasihan kan dia kalau di diamkan anak sekelas." Jelas Ia.
"Haaa..." kata Dani yang semakin kesal dengan penjelasan Ia.
Tiba-tiba Icha datang dan membuat mereka terpaksa menghentikan perbincangannya.
"Kenapa, Dan?" Tanya Icha dibuat heran dengan sikap Dani.
"Gak papa." Jawab Dani cuek.
"Dani kenapa, Ia?" Tanya Icha kepada Ia.
Ia hanya menggeleng. Icha yang tak puas dengan jawaban mereka akhirnya memilih duduk sambil meletakkan mangkok bakso yang dibawanya.
"Pulang sekolah kita jalan yuk?" Ajak Icha.
"Kemana?" Tanya Ia.
"Ada kafe baru di jalan Ambarawa, kita kesana ya?" Pinta Icha.
Ia langsung mengangguk antusias.
Benar saja, sepulang sekolah mereka bertiga sudah ada di kafe baru itu. Menikmati beberapa makanan manis dan kompak memilih minuman capucino. Ia dan Icha tampak asyik berbincang, namun Dani sibuk memainkan ponselnya. Menit berlalu, Ia dan Icha dibuat kaget dengan kehadiran Alfa yang tiba-tiba langsung duduk di samping Dani.
"Kok ada disini?" Tanya Ia.
Alfa hanya mengangguk.
"Kalian sibuk ngobrol, aku bosanlah. Tiba-tiba dia nge-chat, aku ajak aja dia kesini. Dianya mau." Dani yang menjawab.
"Kenapa? Gak boleh ya gue kesini?" Tanya Alfa kepada Ia.
"Boleh kok, kita malah senang kamu ada disini. kita bisa ngobrol rame-rame." Jawab Icha.
"Haaa... aku yang dari tadi disini aja gak kamu aja ngobrol kok." Balas Dani dengan ketus.
"Ya udah, kalau gitu ayo kita ngobrol berempat." Timpal Ia.
Semua terdiam mendengar Ia.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFA ✔️
Ficção AdolescenteAlfa Danendra, murid terkenal disekolahnya karena sikap badboynya dan wajah tampannya. Sering membuat onar dan membuatnya tidak memiliki banyak teman. Hingga akhirnya perkenalannya dengan seorang gadis mulai membuatnya berubah. Entah karena paksaan...