49

342 14 0
                                    

Setelah mama Alfa pergi ke dokter dengan diatar sopir, Ia berniat pulang namun Alfa menahannya. Mereka duduk di ruang tamu dan terlihat Alfa sedang memasang wajah serius.

"Aku minta maaf." Ucap Ia kesekian kalinya.

"Mama Ira memang bukan mama kandung gue, tapi gue udah terlanjur sayang sama dia dan menganggapnya mama kandung gue sendiri. Bahkan mama lebih perhatian dari pada papa. Tanpa gue bilang gue minta apa, mama pasti belikan. Tanpa gue cerita tentang sekolah gue, mama yang akan tanya lebih dulu. Bahkan saat gue berantem sama papa, mama akan membujuk papa supaya memaafkan gue." Jelas Alfa tanpa mau melihat lawan bicaranya.

"Aku minta maaf, Al."

"Jujur gue gak suka dengan sikap elo tadi. Mama yang terluka karena pisau yang elo bawa dan mama kena alergi karena makan udang." Alfa menatap Ia tajam.

Ia yang baru pertama kali melihat tatapan Alfa yang seperti itu langsung merasa takut.

"Karena gue gak suka kalau ada orang yang mencelakai mama gue." Lanjut Alfa.

Ia langsung mengangkat tegak kepalanya setelah mendengar kalimat Alfa.

"Jadi secara tidak langsung kamu nuduh aku udah mencelakai mama kamu. Aku gak sengaja, Al." kata Ia.

"Sengaja atau enggak, intinya mama gue terluka gara-gara elo. Dan gue harap elo lebih berhati-hati lagi." Pesan Alfa dengan serius.

"Haaa..." Kata Ia pelan sambil membuang muka karena tak percaya dengan kalimat yang dilontarkan Alfa.

"Ayo aku antar pulang." Ucap Alfa lembut.

Seketika Alfa berubah bersikap baik.

"Gak usah." Tolak Ia sambil berdiri dan beranjak dari sana

"Aku cuma mau antar kamu pulang." Kata Alfa sambil menghadang langkah Ia.

Ia menarik nafas panjang.

"Aku bisa pulang sendiri kok. Assalamu'alaikum." Pamit Ia lalu pergi dari sana.

Alfa hanya bisa diam memperhatikan Ia yang sudah keluar dari rumahnya. Ada raut kecewa dari wajah Alfa karena merasa menyesal telah melontarkan kalimat tuduhan kepada Ia.

Jam istirahat di sekolah, Alfa langsung pergi ke kantin. Ia sudah ada disana bersama dua sahabatnya dan hanya meminum es jeruk. Alfa langsung menghampiri mereka.

"Kok gak pesan apa-apa?" Tanya Dani.

Alfa menggeleng sambil memperhatikan Ia yang terlihat mencuekan dirinya. Dani yang menyadari sikap Ia terhadap Alfa bisa merasakan ada masalah diantara mereka berdua. Tak lama Ia pamit kepada Icha untuk ke toilet. Tanpa mendengar balasan Icha, Ia langsung pergi dari sana.

"Ada masalah sama Ia?" Tanya Dani.

"Iya." Jawab Alfa singkat.

Icha langsung memperhatikan mereka berdua.

"Kenapa?" Tanya Dani tenang.

"Mungkin gue yang salah, mau minta maaf sama dia tapi belum bisa." Jawabnya.

"Tenang aja, dia kalau ngambek gak lama kok. " Balas Dani menenangkan.

"Ia itu gak bisa lama-lama mendiamkan seseorang, bentar lagi pasti kalian udah baikan." Icha ikut menenangkan.

Alfa pun tersenyum kecil kepada mereka.

Baru saja keluar dari pintu, Ia melihat ada dua perempuan yang sedang membuli seorang gadis di depan kaca toilet. Ia segera menghampiri mereka dan mengenal dua perempuan itu. Mereka adalah teman Shila. Salah satu dari mereka bersiap melayangkan spidol dan mengarahkan kepada wajah gadis itu. Ia dengan sigap menahan tangan perempuan itu dan langsung beradu pandang. Teman Shila yang menyadari kedatangan Ia langsung menarik tangannya sendiri.

"Kamu pergi aja." Pinta Ia kepada gadis itu.

Dengan ketakutan gadis itu langsung pergi tanpa mengucapkan terima kasih.

"Mau jadi pahlawan rupanya." Balas perempuan itu dengan masih memegang spidol.

"Maklum lah, dia kan suka kalau dipuji-puji satu sekolahan." Tambah teman satunya.

Mereka berjalan mendekati Ia dan Ia hanya diam di tempat karena terhalang dinding.

"Jadi kalian sukanya keroyokan." Kata Ia dengan nada menantang.

Karena merasa kesal, spidol yang masih ada digenggamannya dia layangkan ke wajah Ia. Ia langsung menahannya dengan kuat. Si perempuan itu tampak ingin melepaskan tangannya namun tidak bisa. Dia menatap temannya untuk meminta tolong. Melihat ada pel di sudut toilet, temannya langsung mengambil dan memukul kasar lengan Ia berulang kali. Alhasil Ia merasa kesakitan dan melepaskan genggamannya. Karena merasa senang melihat Ia kesakitan, perempuan yang membawa pel tadi memukul anggota badan yang lain. Ia berhasil menangkisnya dengan kedua tangannya. Gadis itu tidak pantang menyerah, dia layangkan gagang pel itu pada wajah Ia dengan keras dan berhasil melukai dahi Ia. Gadis itu memukul berulang kali ditempat yang sama sampai akhirnya dia berhenti karena melihat darah menetes dari dahi Ia. Mereka berdua tersenyum puas lalu segera pergi dari sana. Ia yang merasa sebagai korban hanya mengelus dahinya dan membasuhnya dengan air yang mengalir dari westafel. Setelah selesai membersihkan lukanya, Ia keluar dari sana. Baru saja keluar dari toilet, Alfa sudah berdiri di sampingnya. Alfa terkejut melihat luka di dahi Ia.

Alfa pun menemani Ia di UKS. Disana mereka tidak berdua, ada beberapa murid yang terbaring disana karena kelelahan saat menjalani upacara bendera. Kali ini Alfa memberikan kotak obat kepada Ia yang terduduk di salah satu ranjang UKS. Ia langsung mengambil plester dari dalam kotak itu.

"Di bersihkan dulu lukanya." Kata Alfa.

"Udah bersih." Jawab Ia sambil menempelkan plester di dahinya.

"Tapi ya gak gitu juga kali, masak langsung main tempel." Keluh Alfa.

"Udah pas kan?" Tanya Ia untuk memastikan jika posisi plesternya tepat dengan luka dahinya.

Alfa mengangguk.

"Makasih ya." Ucap Ia tersenyum.

"Soal kemarin, aku minta maaf." Kata Alfa.

Mendadak senyum Ia menghilang.

"Maaf ya." Ulang Alfa.

"Kan aku kemarin juga gak sengaja, aku minta maaf." Balas Ia.

"Ya udah, kita saling memaafkan satu sama lain. Okey?"

Ia mengangguk dengan senyuman.

"Bisa gak sih elo gak buat gue khawatir lagi. Gue gak suka lihat elo kayak gini." Pinta Alfa.

Ia yang mendengarnya langsung terdiam. Mereka saling beradu pandang. Seakan tak percaya melihat Alfa yang dengan mudah mengatakan kalimat itu dengan santainya. Tak lama Ia menganggukan kepala disertai senyum kecil sebagai jawabannya.

Suatu malam Alfa berada di sebuah rumah makan. Caca memintanya untuk membelikan gurame bakar. Dari pada pusing mencari warung tenda, akhirnya Alfa memutuskan untuk membeli di rumah makan tersebut. Jam tangan menunjukkan pukul setengah Sembilan. Alfa segera keluar dari sana setelah pesanannya dapat. Belum sampai di pintu, langkahnya terhenti karena melihat seorang lelaki berdiri didepannya. Dia adalah Ian. Alfa terdiam tak kala seorang karyawan menyapa Ian yang baru pulang kerja. Ian membalasnya singkat sambil memberikan senyum. Ian pun mengajak Alfa untuk ke ruang pribadinya yang berada di rumah makan itu. Tepatnya dibelakang kasir. Tak jarang beberapa karyawan disana melempar senyum kepada Ian dan Ian membalasnya satu per satu. Alfa dibuat takjub saat itu. Tak cukup sampai disitu, saat pintu ruangan dibuka Alfa langsung terkesan dengan ruangan berukuran sekitar 10x5 meter. Ruangan itu berisikan ranjang yang cukup besar dengan sajadah yang digelar disampingnya, TV LED 20 inch lengkap dengan PS dan sofa empuk, tak jauh dari TV itu ada kulkas kecil dengan tempelan sticker bola serta ada AC yang dibiarkan menyala. Alfa tak henti-hentinya memandang satu demi satu sudut di ruangan tersebut. Hingga akhirnya Ian memintanya untuk duduk.

ALFA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang