Diluar ruangan Ia memilih duduk di kursi panjang. Baru saja beberapa menit di luar, salah satu teman Alfa keluar. Ia tersenyum kecil kepadanya dan lelaki itu duduk disampingnya dengan ada jarak diantara mereka.
"Gue Agung." Lelaki itu memperkenalkan diri.
Ia ingat dia adalah lelaki pertama yang menanyakan kabar Alfa saat mereka baru datang.
"Beruntung banget elo bisa deket sama Alfa." Lanjutnya.
"Biasa aja lah." Balas Ia yang mulai bersikap ramah kepada lelaki disampingnya.
"Gue mau cerita sedikti tentang dia supaya elo tau dia jalanan kayak apa." Kata Agung.
Ia mengangguk pelan sambil tersenyum.
"Dia sebenarnya anak baik. Entah karena apa dia bisa masuk ke kehidupan kita. Awalnya dia sok nantang, sombong, tapi jago bela diri. Karena dia pintar berkelahi, kita terima dia gabung sama kita. Seiring berjalannya waktu, kita lihat ternyata dia anak baik. Kita ajak minum, dia gak mau. Ajak rokok, dia gak mau juga. Tapi kalau kita ajak makan, dia yang bayar. Anehnya dia yang gak ikut makan. Kita maklumin dia anak orang kaya, mungkin kebersihan saat makan menjadi hal utama." Cerita Agung diakhiri senyum kecil karena mengingatnya.
"Oh ya?"
"Iya. Soalnya kita makannya di warung yang berada dibawah jembatan. Kan murah disana. Saat kita mengeluh tentang ekonomi dan keluarga, dia gak segan-segan untuk kasih uang. Bukan maksud merendahkan, tapi dia ingin membantu temannya menyelesaikan masalahnya."
Ia meresponnya dengan anggukan kepala.
"Di daerah Atmajaya, dia itu pentolannya anak motor dan preman. Tapi dia gak suka tawuran. Kalau salah satu dari kita ada masalah, kita ketemu sama orangnya, bukan sama gerombolannya. Kalau Alfa minta mereka damai tapi mereka gak mau, Alfa bakal kasar sama orang yang dia kira emang salah."
"Bentar.. pentolan itu apa?" Potong Ia.
"Ibaratkan groupband, dia leadernya. Tapi dia gak mau dianggap pemimpin. Dia bilang jika dia sama kayak kita. Yang hanya suka mencari kesenangan dengan kumpul bersama."
Penjelasan Agung berhasil membuat Ia tersenyum lega karena Alfa dikenal baik dimata teman-temannya.
Setelah teman-teman Alfa pulang, ruangan kembali sepi. Dani yang merasa lelah membujurkan badannya di sofa. Sementara Ia memilih berdiri di samping ranjang Alfa.
"Udah lama ya temenan sama mereka?" Tanya Ia penasaran.
"Awal masuk SMA." Jawab Alfa.
"Mereka kelihatan baik banget sama kamu, tapi bisa aja takut karena lihat kamu marah."
Alfa tersenyum kecil mendengar.
"Apa alasan kamu mau berteman dengan mereka?" Tanya Ia.
Senyum Alfa langsung memudar setelah mendengarnya.
"Elo gak suka gue berteman sama mereka?" Alfa tanya balik dengan nada sedikit kesal.
"Enggak. Aku terima aja kamu berteman sama siapa aja. Tapi aku butuh alasan yang jelas kenapa kamu memilih mereka." Balas Ia pelan agar Alfa tidak tersinggung.
"Dulu gue muak sama kehidupan gue. Sejak kecil gue udah kasar sama siapa aja dan membuat gue gak punya banyak temen. Tapi kalau didepan mama, gue pura-pura baik. Gue kesel sama dri gue sendiri karena ternyata gue munafik. Gue tambah kesel saat tau tuhan ambil mama gue. Tapi gue berusaha menerima, mungkin dengan diambilnya mama, gue bisa lebih mengenal agama. Tapi kenyataannya enggak. Gue justru semakin menjauh dan semakin kasar sama orang."
Ia yang mendengarnya merasa prihatin.
"Gue cuma mau kenyamanan di hidup gue. Gue kira gue dapat itu di keluarga gue, tapi kenyataannya enggak. Hingga akhirnya gue kenal mereka. Sikap kasar gue yang justru membuat gue nyaman berteman dengan mereka. Mereka gak mau menghina dan ikut campur urusan gue. Tapi akhirnya gue sadar, ada satu kenyamanan yang bisa gue dapat selain berkumpul dengan mereka."
Ia melihat Alfa sekilas dengan tatapan yang mengartikan siapa yang dimaksud satu kenyamanan itu.
"Satu kenyamanan itu adalah elo." Lanjut Alfa.
Ia yang mendengar pernyataan Alfa langsung memalingkan wajahnya. Ia tampak menahan senyumnya.
"Elo bisa membuat gue nyaman saat gak bersama mereka. Berkat gue kenal sama elo, gue mau jadi berubah lebih baik dan ingin mengembalikan makna kenyamanan yang sesungguhnya. Kenyamanan yang harusnya didapat dari keluarga dan orang yang di suka. Kenyamanan yang gak hanya membuat hati senang, tapi juga membuat kita bertindak kebaikan."
"Aduuhh, dapat kata-kata dari mana sih. Ini bukan Alfa lho.." Balas Ia sambil tersenyum kecil.
"Tau ah dari mana. Elo sih gak bilang kalau elo suka juga sama gue. Kasih gue kepastian gitu."
"Sorry ya, Ia bilang suka sama cowok itu terlalu mahal kalau di ucapkan secepat ini. Karena terlalu mahal, Ia cuma mau bilang disaat waktu yang sudah tepat." Jelas Ia dengan menyebut namanya sendiri.
"Kasih bukti apa gitu kalau emang elo gak mau bilang elo suka sama gue. Supaya gue tau kalau usaha gue untuk fokus sama satu cewek itu gak akan sia-sia."
"Kapan-kapan aja deh." Balas Ia sambil melangkah menjauh.
Alfa yang mendengarnya mendengus kesal.
"Meskipun dengan tampilan aku berhijab, tapi aku gak bisa bohong kalau sebenarnya aku bisa merasa nyaman dengan orang lain. Rasa nyaman yang bisa aku dapatkan selain dari ayah, Kak Ian dan Dani." Lanjutnya setelah menghentikan langkahnya.
Entah kenapa Alfa mendadak tersenyum mendengarnya. Dia merasa jika orang lain yang dimaksud Ia adalah dirinya. Senyum manisnya merekah dibibir Alfa setelah mendengar kalimat Ia. Sementara Ia hanya berdiri dalam diam dan tak berniat menoleh ke belakang untuk mengetahui sikap aneh Alfa kali ini.
Jam istirahat di sekolah, Ia baru saja dari dari ruang guru dan berjalan ke kelasnya sambil membawa beberapa lembar kertas. Tak jarang ada beberapa murid yang menyapanya dan Ia membalasnya dengan ramah. Hingga akhirnya Ia sampai didepan kelasnya. Langkahnya terhenti saat Dani muncul dari dalam.
"Dari ruang guru kok dapatnya kertas. Gue fikir dapat uang soalnya elo kan juara dua lomba sains waktu itu." Sambutnya.
"Yeeee.. berharap aku traktir ya." Balas Ia.
Dani mengerjapkan pelan matanya.
"Aku malah dapat project baru." Lanjut Ia sambil menunjukkan kertas yang dibawanya.
"Apa?" Tanya Dani.
"Lomba cerdas cermat acara tahunan yayasan sekolah kita."
"Waahh, berarti nanti elo akan ketemu anak SMA lain yang masih satu yayasan dengan sekolah kita donk."
Ia mengangguk.
"Gue ikut ya nemenin elo. Gue kan juga mau mengunjungi saudara sekolah kita."
Ia langsung mengerutkan keningnya setelah mendengar penjelasan aneh Dani. Tak mau menanggapi lebih lama, Ia memilih berlalu dari hadapan Dani.
"Pokoknya nanti aku ikut." Teriak Dani memanggil dirinya aku karena ada banyak orang dikelas.
Ia hanya mengangguk tanpa menoleh.
"Hari ini Alfa pulang kan?" Tanya Dani setengah teriak.
Ia menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Lalu menganggukkan pelan kepalanya. Tak lama Ia kembali melangkah ke mejanya.
"Aku ikut kesana."
Ia mengangguk tanpa menghentikan langkahnya.
"Gak papa lah jadi orang ketiga, yang penting aku ikut." Teriak Dani lagi.
Ia yang kali ini sudah duduk lalu menganggukan kembali kepalanya diiringi kerjapan mata. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Ia. Hal itu berhasil membuat Dani kesal.
"Tuh kan, cueknya kumat." Gerutu Dani lalu langsung keluar kelas.
Sementara Ia langsung memasukkan kertas yang dibawanya kedalam tas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFA ✔️
Ficção AdolescenteAlfa Danendra, murid terkenal disekolahnya karena sikap badboynya dan wajah tampannya. Sering membuat onar dan membuatnya tidak memiliki banyak teman. Hingga akhirnya perkenalannya dengan seorang gadis mulai membuatnya berubah. Entah karena paksaan...