44

377 15 0
                                    

Pagi pun datang. Kali ini waktunya istirahat, Ia dan Icha sudah ada di kantin dengan menyantap bakso. Saat asyik-asyiknya berbincang, tiba-tiba Alfa datang dan gabung dengan mereka.

"Wahh, jam tangannya baru nih." Kata Ia.

"Iya, dibelikan sama mama." Jawab Alfa.

Entah kenapa mendengar kata mama, Ia teringat kejadian kemarin di restaurant. Ia langsung diam dan melanjutkan makannya.

"Itu mahal lho, Fa. Perhatian banget ya mama kamu." Tutur Icha.

Alfa tersenyum kecil, lalu pandangannya tertuju kepada Ia. Kali ini Ia diam dan asyik dengan baksonya.

"Kapan-kapan jalan lagi ya, gue traktir makan." Kata Alfa dengan memperhatikan Ia.

Ia tak menjawab.

"Boleh, aku mau kok. Tapi gak merepotkan kamu kan?" Kata Icha antusias.

"Ya gak lah, misal nanti kalian mau apa, gue belikan." Jawab Alfa dengan pandangan tetap mengarah kepada Ia.

Kali ini Ia berhenti menyantap baksonya. Sikap Alfa yang seperti ini membuat Ia berfikir jika pertemanannya dengan Alfa justru terkesan memanfaatkan Alfa yang memang berasal dari keluarga kaya raya. Sikap diam Ia buyar tak kala Andi menghampirinya.

"Ia, ada kumpulan ketua dan wakil ketua kelas XI di ruang guru." Kata Andi.

"Kok gak ada pengumuman?" Tanya Ia sambil melihat speaker yang terpasang di salah satu sudut kantin.

"Gak tau, rusak kali." Jawab Andi asal.

Ia pun bangkit dari duduknya lalu pergi tanpa meninggalkan sepatah katapun untuk Alfa & Icha. Ia dan Andi pun pergi bersama. Alfa yang melihatnya dibuat kesal karena terlihat Ia tampak mengacuhkannya. Alfa justru bingung mau berbincang apa dengan Icha yang tampak tersenyum sendiri. Alfa pun langsung memakan baksonya tanpa memperdulikan sikap Icha.

Saat pulang sekolah, Ia dan Icha langsung keluar kelas. Mereka dan murid-murid yang lain saling berjalan beriringan untuk menuju parkiran. Saat melewati kelas XI IPS 1, Alfa ikut bergabung dengan keramaian murid dan langsung membuntut di belakang Ia. Mengetahui Alfa ada dibelakangnya, Ia justru terlihat diam. Icha yang tak diajak bicara juga ikut diam. Tiba di parkiran, Icha langsung pamit pulang dan meninggalkan Ia dan Alfa di parkiran.

"Alfa, aku boleh minta waktu kamu sebentar?" Tanya Ia.

"Ya boleh lah, mau ngomong apa emangnya?" Balas Alfa.

"Jangan disini, di halte dekat sekolah kita aja." Jawab Ia.

Alfa mengangguk dan mereka bergegas kesana.

Setiba di halte, suasana mulai sepi karena para murid sudah berkurang karena menaiki bus. Ia dan Alfa duduk bersebelahan namun ada jarak diantara mereka.

"Mau ngomong apa?" Tanya Alfa.

"Selama ini aku berteman sama kamu, aku senang bisa lebih mengenal kamu. Hal yang orang lain gak tau, tapi aku tau tentang kamu. Apalagi sejak kita berteman akhirnya bisa membawa pengaruh baik buat kamu. Kamu senang gak dengan pertemanan kita?"

Alfa diam dengan tersenyum kecil. Ia yang melihatnya langsung menata kedepan.

"Aku senang kita bisa saling mengenal satu sama lain, tau kekurangan kita apa, kita yang aslinya kayak gimana, dan kadang aku sendiri gak bisa jaim sama kamu. Aku mau pertemanan kita akan baik-baik aja. Mungkin ada aja yang gak suka lihat kamu udah berubah dan gak suka lihat aku yang bisa dekat sama kamu. Tapi apapun itu, hal itu tidak membuatku takut untuk berteman sama kamu."

"Elo ngomong apa sih." Balas Alfa yang tampak memahami kalimat Ia.

"Kita berteman layaknya pertemanan biasa. jangan bersikap lebih, takutnya ada orang yang mengira kalau aku memanfaatkan kamu. Aku senang kamu sekarang udah berpenampilan baik, tapi kamu jangan lupa sama kamu yang dulu. Kamu yang dulu kan juga punya banyak teman. Jangan karena kamu udah berubah, kamu akhirnya menjauh dari mereka. Berteman sama mereka boleh aja, tapi kalau mereka mengajak yang buruk kamunya harus menolak." Jelas Ia.

"Kok elo ngomongnya gitu sih. Apa ada yang bilang kalau elo memanfaatkan gue? Apa ada teman gue yang udah ngejahatin elo?" Tanya Alfa serius.

Ia tak menjawab dan justru tersenyum mendengarnya.

"Aku masih mau mengenal kamu lebih baik, aku masih mau kita bisa dekat kayak gini, dan aku masih mau melihat penampilan kamu yang seperti ini." Pinta Ia dengan melihat Alfa.

Alfa justru dibuat bingung dengan kalimat Ia. Alfa berfikir apa sebelumnya sesuatu hal terjadi menimpa Ia hingga Ia berani berbicara seperti itu. Namun Alfa segera menghilangkan fikirannya karena melihat Ia yang sekarang melempar senyum manisnya.

Malam harinya, Ia berada di salah satu warung tenda yang menjual ayam penyet. Dia sedang duduk sendirian sambil menunggu pesanannya dibuat. Karena merasa bosan dia menatap jalanan. Ramainya kendaraan dan hiasan lampu jalan menambah kesan indah suasana malam itu. Tak lama getar ponselnya membuatnya harus mengalihkan pandangannya pada jalanan untuk mengecek ponselnya. Ada satu pesan whatsapp dari Alfa.

Alfa : Dimana?

Ia : Di luar.

Alfa : Ngapain?

Ia : Cari makan.

Alfa : Posisinya dimana?

Ia : Warung tenda dekat taman.

Ia langsung menaruh ponselnya di atas meja dan menikmati kembali indahnya malam. Sementara Alfa yang mengetahui warung tenda yang dimaksud Ia langsung bergegas kesana.

Menit berlalu, Ia kali ini tengah menyantap ayam penyet pesanannya dengan menggunakan tangannya. Kehadiran Alfa membuat Ia harus mendongak keatas. Tanpa basa-basi Alfa langsung duduk disampingnya dengan ada jarak diantara mereka.

"Kok kesini?" Tanya Ia sambil menghentikan makannya.

"Iya, di rumah sepi. Papa mama belum pulang, Caca asyik di kamar. Kamu sendiri kenapa makan disini?"

"Kak Ian di rumah makan, ayah masih di bengkel. Ini kan akhir bulan, jadi harus mengerjakan pembukuan." Jawab Ia lalu melanjutkan suapannya.

Alfa yang memperhatikan cara makan Ia dibuat heran.

"Kamu makannya kayak gini?" Tanya Alfa.

"Iya, makan dengan tangan itu sunah rasul. Coba aja." Jelas Ia sambil menyodorkan piringnya.

Alfa melihat sudah ada beberapa suwiran ayam disana. Alfa tampak berfikir mau mencobanya atau tidak. Melihat keberanian Ia yang menyodorkan piringnya akhirnya membuat Alfa mengambil satu suwiran ayamnya dan mencoleknya ke atas sambal. Tanpa ragu-ragu Alfa memasukkannya ke dalam mulut lalu mengunyahnya. Ada sensasi tersendiri yang Alfa rasakan dan akhirnya dia memutuskan untuk membeli seporsi ayam penyet. Ia yang melihatnya dibuat tersenyum. Alfa juga ikut tersenyum karena mengingat kejadian barusan dimana Ia mau berbagi makanannya dengan Alfa. Malam itu pun Alfa dan Ia makan bersama. Seporsi ayam penyet tengah disantap Alfa menggunakan tangannya.

"Emang dulu kamu gak pernah ya makan di warung tenda kayak gini?" Tanya Ia.

"Pernah, sama anak motor dulu. Gue yang traktir mereka makan kayak gini. Mereka makannnya pakai tangan, tapi gue gak bisa. Gue minta sendok kan sama yang punya warung, malah diketawain sama mereka." Jelas Alfa diakhiri senyum karena mengingat kenangan bersama temannya.

Ia tertawa kecil.

"Tuh kan elo ketawa." Kata Alfa sedikit kesal.

"Maaf maaf.." Ucap Ia sambil mengatupkan kedua tangannya.

Alfa justru tersenyum melihatnya.

"Makasih.." Kata Alfa.

"Buat apa?" Tanya Ia heran.

"Malam ini kamu udah ngajarin aku untuk melakukan hal yang sangat sederhana."

"Ngajarin apa?" Ia masih bingung.

"Makan pakai tangan." Jawab Alfa dilanjut dengan memasukkan ayam ke mulutnya.

"Ya ampun, aku kira apa. Santai aja kali." Balas Ia lalu melanjutkan makannya.

"Kadang untuk mendapatkan kebahagiaan, orang akan bekerja keras untuk mendapat uang atau memiliki sesuatu. Tanpa mereka sadari ada hal sederhana yang sudah bisa membuat mereka bahagia. Hal itu adalah melihat senyuman dan tawa lepas dari orang terdekat kita. Hal itu udah cukup buat aku bahagia." Tutur Alfa.

Ia yang mendengarnya langsung tersenyum.

"Emang sedekat apa aku buat kamu?" Tanya Ia.

ALFA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang