Sepulang sekolah Ia, Dani dan Ian mengantar Alfa pulang. Dani senantiasa memapah pelan Alfa hingga masuk ke dalam rumah. Disana sudah ada mama tiri Alfa yang duduk sambil menelpon seseorang. Karena mengetahui kedatangan putranya, dia menghentikan obrolannya.
"Alfa, kamu kenapa?" Tanya mamanya khawatir.
"Gak papa, Ma." Jawabnya setelah terduduk di sofa panjangnya.
"Gak papa bagaimana? Kamu aja pulangnya di antar sama teman kamu." Kata mama yang tak puas dengan jawaban Alfa.
Alfa tak membalasnya.
"Oh ya, kenalin ini mama gue, mama Ira." Alfa mengenalkan mamanya kepada mereka.
Mama Ira tersenyum kecil dan mereka membalas dengan senyuman.
"Tante, Alfa seperti itu karena salah saya. Saya minta maaf karena sudah membuat Alfa terluka." Ia menjelaskan.
Mamanya langsung meradang marah karena melihat Alfa sakit gara-gara perempuan biasa yang saat ini di depannya.
"Apa bagusnya kamu sampai anak saya jadi sepert itu gara-gara kamu." Marah mamanya.
"Ini sepenuhnya bukan salah Ia tante." Bela Dani.
"Oh ya, tapi kenapa teman kamu bilangnya seperti itu?" Balas mamanya.
"Mama.." Panggil Alfa karena tidak suka dengan nada bicara mamanya.
"Ada orang yang mau mencelakai Ia, Alfa yang mengetahuinya berniat menghalanginya dan akhirnya Alfa yang terluka. Saya minta maaf karena sudah membuat Alfa terluka, tapi saya juga berterima kasih karena Alfa sudah menyelamatkan Ia." Jelas Ian.
"Dia yang selamat kenapa justru kamu yang berterima kasih, harusnya dia kan berterima kasih. Udah beruntung dia gak terluka tapi justru anak tante yang kena." Balas mama Alfa sambil menatap tajam ke arah Ia.
"Spesialnya kamu itu apa sih? Sampai-sampai dua cowok ini membela kamu." Lanjut mamanya kepada Ia.
Ia hanya diam namun Kak Ian mulai emosi mendengar kalimat mamanya Alfa.
"Alfa sudah kami antar dengan selamat sampai rumah. Sekali lagi saya minta maaf karena sudah membuat Alfa terluka, tapi saya juga berterima kasih karena Alfa sudah menyelamatkan Ia. Kami bertiga pamit." Pamit Ian sambil melempar senyum dan menundukkan kepala.
"Iya, sama-sama. Udah sana pulang." Usir mama Alfa.
Seketika Ian langsung menarik lengan Ia untuk keluar dan Dani membuntut di belakang.
"Oh ya Ia. Penampilan luarnya saja kamu yang terlihat baik karena terbalut hijab, tapi nyatanya di gandeng sama teman cowok kamu, kamunya mau saja. Munafik." Sahut mamanya.
"Mama.." bentak Alfa sambil berdiri dari duduknya.
Seketika langkah Ian terhenti yang diikuti Ia dan Dani. Dia menggenggam erat tangannya karena tidak suka dengan nada bicara mamanya Alfa. Ia yang melihat kakaknya mulai marah hanya menatapnya lembut diiringi gelengan kepala. Ian pun menghela nafas panjang hingga akhirnya melanjutkan langkahnya untuk segera keluar dari rumah Alfa.
Malam harinya, Ia dan Ian duduk bersama di meja makan. Ayahnya yang selesai makan langsung menonton TV sementara mereka memilih duduk di ruang makan.
"Gue terima aja elo temenan sama siapapun. Jangan karena sikap mamanya dia yang udah kasar sama elo akhirnya buat elo gak mau lagi berteman sama dia." Ceramah Ian.
"Iya." Jawab Ia singkat sambil mengupas apel.
"Gue gak habis fikir, mamanya Alfa makanannya apa sih kok omongannya pedes banget. Jangan karena sikap mamanya seperti itu elo jadi menjauh dari dia."
"Menjauh bagaimana maksudnya?"
"Ya menjauh." Ian tak meneruskan kalimatnya dan berdiri.
"Kak Ian jelasinnya gantung." Keluh Ia.
"Daripada gantung perasaan orang tanpa kepastian, itu lebih sakit, Dek."
"Alah, ujung-ujungnya curhat." Sindir Ia.
"Kayak elo gak tau rasanya jatuh cinta." Kata Ian sambil meninggalkan meja.
"Maksudnya?" Tanya Ia tak terima.
Dani menghentikan langkahnya karena teringat sesuatu.
"Di sekolah Dani telfon, menjelaskan kejadian tadi sama gue dan bilang kalau Ia nangis di UKS. Gue jadi teringat kalimat elo dulu yang elo bilang elo cuma bisa nangis ke cowok kalau elo bener-bener sayang sama orang itu. Pertama ayah, kedua gue sebagai kakak elo, ketiga Dani sebagai sahabat elo. Nah yang ini kenapa elo nangis gara –gara Alfa, emang Alfa siapanya elo?" Kata Ian panjang lebar.
"Kakakkkkkk." Panggil Ia kesal karena mengerti maksud kalimat dari kakaknya ini.
Kak Ian langsung berlari ke kamarnya dan meninggalkan adiknya di ruang makan.
Hari berganti, kali ini waktunya istirahat. Para murid sudah berdatangan di kantin sekolah dan merasa lapar setelah menikmati empat jam pelajaran. Ia dan Icha yang baru datang langsung memesan makanan. Setelah didapat Ia mengajak Icha untuk duduk di meja Alfa yang duduk sendirian. Alfa tak percaya melihatnya, Ia saat ini duduk tepat di depannya. Namun dia merasa sedikit kesal tak kala mengetahui Icha juga ikut bergabung.
"Al, kamu udah sekolah emangnya kamu udah baikan?" Tanya Ia setelah menaruh bakso.
"Gue gak papa kok. Gue kan kuat." Puji Alfa pada dirinya sendiri.
"Tapi kalau emang belum baikan jangan dipaksakan." Nasehat Ia.
"Benar itu, Fa. Kalau kamu sakit lagi bukan cuma Ia atau Dani yang khawatir, aku juga ikut khawatir." Kata Icha dengan lembut.
Seketika Ia dan Alfa menyengir bersama mendengarnya.
"Soalnya balok kemarin itu lumayan gede lho, apalagi kemarin mengenai dada kamu. Itu bahaya Alfa, kalau kena organ dalam gimana coba." Cemas Icha.
"Gue juga gak habis fikir, dari mana Shila bisa dapat balok segede itu." Kata Alfa.
Tak lama Shila datang dan langsung mendorong kasar pundak Ia. Ia terdorong ke samping dan hampir jatuh namun untung Icha menahan tubuhnya.
"Apa-apaan sih lo?" Kesal Alfa sambil berdiri.
"Gara-gara elo gue di skors seminggu." Kata Shila kepada Ia.
"Itu bukan salah dia, itu salah elo sendiri. Salahin aja diri elo yang udah berbuat buruk sama orang." Balas Alfa.
"Alfa, kalau elo gak disana, elo gak bakal kena. Seharusnya dia yang kena." Jawab Shila sambil menunjuk Ia.
"Elo seharusnya ngaca sama diri elo sendiri, jangan suka menyalahkan orang atas apa yang udah elo perbuat." Gertak Alfa.
Kali ini Shila dan Alfa menjadi pusat perhatian di kantin.
"Jadi ceritanya elo belain dia. Elo suka sama dia?" Tanya Shila curiga.
Alfa diam sambil menahan amarah.
"Fa, bagusnya dia dari gue apa sih, harusnya elo bisa lihat donk dia siapa, gue siapa. Anak biasa yang masuk ke sekolah ini karena beasiswa yang udah buat elo tergila-gila."
Alfa mengangkat tangannya hendak menampar.
"Alfa.." Panggil Ia yang berhasil menghentikan niat Alfa.
Shila yang mengetahui Alfa ingin menamparnya hanya menuntup mata sambil menundukkan kepala. Pengunjung kantin juga tercengang yang hampir melihat sikap kasar Alfa.
"Kenapa gak jadi nampar? Gara-gara dia?" Shila memberanikan diri melihat Alfa.
"Iya, kalau dia gak cegah gue, udah memar itu pipi elo." Kesal Alfa.
Shila berjalan mendekati Ia.
"Hebat banget ya lo, berhasil mencegah Alfa untuk gak nampar gue. Bagusnya elo itu apa sih? Lihat aja, gue gak akan tinggal diam setelah gue dipermalukan seperti ini dan itu gara-gara elo." Ancam Shila lalu pergi dari sana.
Pengunjung kantin pun memperhatikan Shila pergi dari kantin dengan diiringi sindiran kepadanya. Alfa yang sadar dirinya menjadi pusat perhatian langsung meminta teman-temannya untuk menyantap makanan mereka kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFA ✔️
Ficção AdolescenteAlfa Danendra, murid terkenal disekolahnya karena sikap badboynya dan wajah tampannya. Sering membuat onar dan membuatnya tidak memiliki banyak teman. Hingga akhirnya perkenalannya dengan seorang gadis mulai membuatnya berubah. Entah karena paksaan...