Di ruang CCTV Alfa berkutat dengan komputer kurang lebih sepuluh menit. Hingga akhirnya dia melihat Ia yang dipapah Shila menuju halaman belakang sekolah. Sayangnya tidak ada CCTV yang diletakkan belakang sekolah. Dia segera mengambil ponsel dan menghubungi Dani.
"Elo tau belakang sekolah kita ada ruangan apa?" Tanya Alfa tanpa basa-basi.
"Seingat aku cuma ada gudang. Kenapa?" Dani tanya balik.
"Shila disini dan pasti membawanya kesana." Jelas Alfa sambil berdiri dan meninggalkan ruangan itu.
"Apa? Selesai ini aku ke sekolah. Kamu cepat kesana." Pesan Dani.
Alfa langsung mematikan ponselnya dan berlari ke gudang sekolah.
Tiba-tiba Shila duduk dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Apa gue salah kalau gue suka sama Alfa? Apa gue salah kalau gue mau cewek-cewek menjauh dari Alfa?" Ucapnya dengan sedih.
"Shila, kita bisa omongin baik-baik. Gak perlu kayak begini." Kata Ia dengan pelan.
"Gak.. kalau diselesaikan secara baik-baik, mereka bisa dekat lagi sama Alfa. Dan gue gak mau itu. Jadi itu bukan penyelesaian yang terbaik. Penyelesaian yang terbaik adalah buat mereka merasa terluka karena udah berurusan sama gue." Jawab Shila dengan senyum liciknya dan tiba-tiba langsung meraih balok kayu yang ada didekatnya.
Dia langsung memukulkan balok itu ke pundak Ia dengan keras hingga Ia teriak kesakitan. Pukulan balok itu pun langsung membekas di seragam Ia.
"Udah, Shil. Berhenti Shil." Pinta Ia sambil merintih kesakitan.
"Gak akan." Shila bangun dari duduknya dan langsung memberikan pukulan di bahu satunya.
Ia yang masih dengan posisi duduknya tidak bisa berbuat apa-apa. Dia benar-benar merasakan sakit namun Shila tak memperdulikannya. Entah kenapa melihat Ia kesakitan Shila justru tersenyum puas. Dia kembali memukulnya dengan balok. Ia merintih kesakitan. Shila kembali memukulnya dengan balok kayu yang secara bersamaan Alfa datang dan melihat kejadian itu.
"Shila." Bentak Alfa.
"Alfa.." Balas Shila diiringi senyum.
"Lo apa-apan. Gila lo ya."
"Gue gak gila, cuma pengen main aja sama dia." Balas Shila sambil memukul Ia kembali dengan balok kayu yang masih dibawanya.
"Shila.." Bentak Alfa yang sudah naik pitam melihatnya.
"Alfa, tolong lepasin aku." Pinta Ia dengan lirih karena merasa lemah setelah dipukuli Shila.
Alfa hanya bisa meratapinya dengan sedih. Seorang gadis duduk dan meminta bantuannya. Alfa segera mendekat berniat melepaskan ikatannya namun Shila mendorong Alfa dengan kasar.
"Lo apa-apaan sih." Bentak Alfa tak terima.
"Kenapa elo mau nolongin dia, gue cuma mau main sama dia supaya dia menjauh dari elo."
"Ini bukan main, tapi tindakan kriminal." Balas Alfa sambil mendorong kasar Shila hingga membentur tembok.
Shila merasa marah atas yang didapatkannya. Tanpa fikir panjang dia langsung meraih tasnya dan mengambil sesuatu. Seperti sudah terencana, dia mengambil pisau dari dalam tasnya. Saat melihat Alfa yang berusaha melepas ikatan Ia, Shila langsung berjalan ke arah Ia. Dia sudah bersiap dengan pisaunya dan berniat menghunuskan pisau itu. Ia yang melihatnya dibuat kaget dengan tindakan Shila.
"Alfa..." Teriak Ia sambil terpejam saat mengetahui pisau Shila sebentar lagi akan menyentuh bagian perutnya.
Shila pun juga dengan mata terpejam dengan mudah menggerakkan pisaunya. Ia yang menyadari ada seseorang yang ada didepannya langsung membuka mata. Begitu pula Shila yang sudah merasakan pisaunya sudah tertancap di perut seseorang yang menurutnya itu Ia.
"Alfaaa.." Panggil Ia dengan mata berkaca mengetahui Alfa sudah menyelamatkannya.
Alfa yang merasakan dingin pada perutnya langsung memeriksa dengan kedua tangannya. Darah segar mengalir dari sana. Air mata Ia langsung mengalir tak kala melihat tangan Alfa yang penuh dengan darah. Alfa mencabut sendiri pisaunya.
"Jadi gini cara elo supaya buat dia menjauh dari gue. Iya." Kata Alfa sedikit membentak.
"Alfa, gue gak sengaja Fa. Gue minta maaf." Ucap Shila dengan rasa bersalahnya.
"Parah banget sih elo." Balas Alfa.
"Maaf Fa. Gue minta maaf." Ucap Shila dengan sedih lalu pergi dari sana.
Pisau yang masih ada digenggamannya lalu dia gunakan untuk melepas ikatan Ia. Ia justru menangis melihatnya. Disaat terluka ternyata Alfa masih berusaha menolongnya. Alfa mulai terlihat lemah memotong talinya, namun dia tak pantang menyerah. Dia berusaha sekuat tenaga hingga akhirnya talinya putus. Ia langsung berdiri dan Alfa melihatnya dengan tersenyum.
"Alfa, makasih." Ucapnya dengan menangis.
Alfa tersenyum mendengarnya. Lalu tiba-tiba dia terjatuh.
"Alfa, kamu harus kuat." Kata Ia sambil memegang bahu Alfa.
Alfa berusaha membalasnya dengan senyuman. Senyumnya belum terlihat jelas dan tiba-tiba pandangannya gelap. Dia pingsan dan Ia langsung menangis melihatnya. Ingatan Ia tentang masa lalunya tiba-tiba muncul dan membuatnya menangis sejadi-jadinya. Dulu dia melihat Ibunya bersimbah darah, dan sekarang justru melihat lelaki penolongnya yang terluka dengan darah mengalir.
Waktu sudah sore tapi tak membuat Ia bergerak dari posisi duduknya. Dia terduduk di lantai putih dan menyandarkan tubuhnya ke dinding. Dani senantiasa ada di sampingnya dengan duduk di kursi tak jauh dari Ia. Dani terlihat sama gelisahnya dengan Ia, berungkali dia meminta Ia untuk tenang namun Ia masih merasa khawatir. Tak lama kakaknya yang masih mengenakan kemeja dan celana hitamnya datang dengan membawa paperbag besar. Dani yang melihat kedatangannya langsung berdiri. Ian langsung duduk tepat di samping adiknya meskipun adiknya tak menyadari kehadirannya karena menyembunyikan wajahnya di balik kedua tangannya.
"Udah, berhenti nangisnya." Tutur Ian sambil menaruh paperbag itu didepan Ia.
"Kak Ian." Rengek Ia sambil memperlihatkan matanya yang sembab.
Ian terlihat prihatin melihat kondisi adiknya. Hijabnya yang terlihat basah dan seragam putihnya yang kotor karena debu membuat Ian harus menarik nafas panjang.
"Dia pasti baik-baik aja."
"Darah yang keluar banyak kak. Tadi dokter bilang harus di operasi karena lukanya cukup dalam. Tapi kita harus menunggu persetujuan orangtuanya dulu." Jelas Ia.
"Orangtuanya udah kesini?" Tanyanya pelan.
Ia menggeleng.
"Bentar lagi mungkin datang. Tadi pihak rumah sakit udah telfon mereka." Sambung Dani.
"Ganti baju dulu, gue udah beli baju dan celana buat elo. Alfa biar gue yang jaga." Pinta Ian.
Ia tak bergerak dari tempatnya duduk.
"Ayo ganti baju sana." Kata Ian sambil mengambil paperbag itu dan menaruhnya di pangkuan Ia.
"Aku takut Alfa kenapa-napa. Ibu dulu juga kayak gitu kan." Cemas Ia.
"Gue yakin Alfa itu kuat, dia gak akan menyerah gitu aja. Apalagi dia berani berkorban demi elo. Pasti di bawah alam sadarnya, dia juga pengen cepet bangun dari tidurnya." Kata Ian dengan menyemangati.
Ia terdiam mendengarnya, dia menatap kosong barang yang ada didepannya. Akhirnya dia bangun dan pamit untuk ganti baju. Tinggalah Ian dan Dani duduk bersama di depan ruang pasien. Ian meminta penjelasan kepada Dani tentang kejadian tadi sore di sekolah. Dani menjelaskan semuanya dan membuat Ian menggeleng-geleng tak percaya. Pandangan Ian kosong ke depan karena merasa berhutang budi kepada Alfa yang telah menyelamatkan adiknya dan memilih mengorbankan dirinya sendiri. Menit berlalu hingga akhirnya Om Hendra datang dan menghampiri mereka.
"Bagaimana keadaan Alfa?" Tanyanya cemas.
"Belum sadar om, dokter mau melakukan tindakan operasi tapi menunggu persutujuan om dulu." Jelas Dani setelah bangkit dari duduknya.
Tanpa berbicara Om Hendra langsung masuk ke dalam untuk memastikan keadaan putranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFA ✔️
Teen FictionAlfa Danendra, murid terkenal disekolahnya karena sikap badboynya dan wajah tampannya. Sering membuat onar dan membuatnya tidak memiliki banyak teman. Hingga akhirnya perkenalannya dengan seorang gadis mulai membuatnya berubah. Entah karena paksaan...