Alfa dan Rey duduk tak jauh dari gerombolan teman-teman Alfa. Mereka memilih duduk di trotoar dengan pandangan sama-sama mengarah ke depan.
"Elo masih marahan sama Ia?" Tanya Rey untuk membuka percakapan.
Alfa tak menjawab.
"Gue gak tau masalah elo sama dia apa. Tapi setelah gue denger dari anak-anak, elo marah sama dia karena dia ketemuan sama gue dan Andi di mall. Iya?" Lanjut Rey.
Alfa masih diam.
"Masak karena hal itu elo sampai marah kayak gini sama dia."
"Gue udah melarang dia untuk gak deket-deket sama elo dan Andi. Nyatanya apa, dia ketemuan sama kalian di mall." Balas Alfa tanpa berniat melihat lelaki yang disampingnya.
"Elo melarangd dia kapan? Haaa..."
Alfa kembali tak menjawab.
"Gue ketemu sama dia itu gak sengaja dan udah lama banget. Kalau gak salah, sebelum gue kasih pashmina ke Ia."
Seketika Alfa bergeming. Dia ingat betul Rey memberikan pashmina itu sudah beberapa bulan yang lalu. Perasaan bersalah mulai menyelimuti dirinya.
"Dan gue gak suka liat elo nampar Ia di depan orang banyak. Otak elo di taruh mana sih." Kesal Rey.
Alfa yang mendengarnya langsung menatap Rey.
"Dia itu cewek baik. Awalnya gue terima elo bisa deket sama dia, tapi kalau akhirnya gue tahu elo kayak gini sama dia, gue gak terima." Jelas Rey serius.
"Niat elo ngajak gue ngobrol buat apa?" Tanya Alfa mengalihkan pembicaraan.
"Gue harap elo gak akan nyesel udah memperlakukan Ia kayak gini. Karena kalau elo udah nyesel, gue yakin elo akan susah buat dapetin Ia lagi." Jawab Rey lalu berdiri.
Alfa yang mendengarnya langsung menundukkan kepala. Dia bingung mau berkata. Melihat taka da balasan dari Alfa, Rey langsung pergi tanpa pamit. Setelah Rey menjauh, Alfa tampak menjambak kesal rambutnya. Diraihnya minuman kaleng yang sedari tadi disampingnya. Dia lempar kasar kaleng itu ke depan sebagai kekesalannya.
Pagi harinya, Alfa sudah bersiap dengan kaos biru dan jalet hitamnya. Layaknya jaket anak motor pada umumnya. Menyisir rambutnya asal dan langsung mengambil ponsel yang ada di meja. Saat dia baru mengambil kunci motornya, pintu kamar terbuka. Caca muncul dari balik pintu dan menghampiri kakaknya.
"Kenapa Kak Ia jarang kesini lagi? Apa Kak Al punya masalah dengan Kak Ia?" Tanyanya langsung.
Alfa tak menjawab dan mengacuhkan adiknya.
"Apa karena Kak Al marah sama Kak Ia waktu itu?" Tanya Caca lagi.
Kali ini Alfa menoleh adiknya.
"Gak usah ikut campur."
"Aku cuma mau bilang sama kakak, wajah mama yang tersiram air dan tangannya yang kena tiang tangga adalah perbuatannya sendiri. Bukan ulah Kak Ia."
"Diam.." Bentak Alfa.
Caca langsung tertunduk mendengarnya.
"Terserah kakak mau percaya atau enggak. Mama itu gak suka sama Kak Ia. Dia bakal melakukan berbagai cara untuk menjauhkan Kak Ia dari Kak Al. Bahkan mama pernah merendahkan Kak Ia di depan teman-teman mama karena menganggap Kak Ia ada niatan lain untuk deketin Kak Al." Jelas Caca.
Caca pun langsung beranjak dari kamar kakaknya. Sebelum menutup pintu kamar, langkah Caca terhenti.
"Aku harap Kak Al bisa minta maaf sama Kak Ia, sebelum kakak menyesal dengan sikap kakak yang kayak gini." Tuturnya lalu menutup pintu kamar kakaknya.
Ada rasa kesal menyelimuti Alfa dan akhirnya melempar kunci motornya ke dinding kamar.
Siang harinya Alfa diminta mamanya untuk mendatangi rumah sakit. Ada titipan obat dari dokter langganan mamanya. Karena mamanya sibu, akhirnya mengutus Alfa untuk mengambilnya. Saat baru keluar dari ruangan dokter, langkah Alfa terhenti karena merasa diperhatikan oleh suster yang berdiri tak jauh darinya.
"Ada apa ya, Sus?" Tanya Alfa akhirnya karena merasa risih.
"Kalau tidak salah anda Mas Alfa yang di rawat di rumah sakit ini beberapa bulan lalu kan?"
"Iya." Jawab Alfa singkat disertai anggukan kepala.
"Saya baru ingat, Mas. Dulu waktu Mas Alfa di pindah ke ruang perawatan, teman anda yang perempuan berhijab setiap hari datang kesini. Dua kali dia datang siang, mama anda menolak dan mengusirnya. Alhasil perempuan itu datang kesini di malam hari ditemani lelaki. Mungkin saudara atau ayahnya. Tapi sayangnya anda sudah tidur." Cerita suster itu.
"Kok suster tau dia kesini malam hari?" Tanya Alfa penasaran.
"Kebetulan saya jaga di malam hari. Saat mengecek kondisi anda, perempuan itu sudah ada disini. Untuk yang siang hari itu, saya dapat ceritanya dari teman saya." Jawabnya.
Alfa diam tak menjawab. Ada sebuah rasa yang terpendam setelah mendengar penjelasan itu. Rahangnya mengeras dan tangan kanannya mengepal. Melihat wajah Alfa yang tegang, suster itu pun pergi untuk melanjutkan kerja.
Setibanya di rumah, Alfa langsung mencari mamanya. Di datangi kamarnya, namun ternyata tak ada. Di ruang keluarga juga tidak ia jumpai. Akhirnya dia ke halaman belakang. Senyum muncul tak kala melihat mamanya sedang bersantai sambil menelpon seseorang. Langkahnya semakin mendekat dan mendengar pembicaraan mamanya. Senyumnya luntur tak kala mendengar apa yang sedang dibicarakan mamaynya lewat telepon.
"Saya pura-pura menjadi korban gadis itu padahal itu ulah saya sendiri. Saya bilang sama Alfa kalau gadis itu ketemuan sama cowok lain waktu itu, padahal waktu itu yang sebenarnya sudah beberapa bulan lalu. Marahlah Alfa sama dia. Untuk saja Alfa percaya dengan omongan saya."
Saat sedang tertawa kecil setelah bercerita, tawanya terhenti tak kala menyadari Alfa yang kini ada disampingnya. Teleponnya langsung dimatikan. Alfa yang menatapnya tanpa ekspresi namun rahangnya terlihat mengeras.
"Alfa, kamu sudah datang." Sapa mamanya dengan lembut sambil meletakkan ponselnya di meja.
Alfa tak menjawab dan langsung menaruh obat pesanannya.
"Terima kasih, ya." Ucap mamanya.
"Kenapa mamanya melakukan ini semua?" Tanyanya sambil menahan marah.
Mamanya tak menjawab.
"Kenapa?" Bentak Alfa akhirnya.
"Karena mama tidak suka sama dia." Jawab mamanya sambil menunduk.
"Karena hal itu mama sampai berbuat seperti ini. Mama jahat." Marah Alfa dan beranjak dari sana.
"Mama tidak suka dia sama kamu. Dia cuma anak biasa yang berasal dari keluarga sederhana. Bohong jika dia dekat sama kamu tanpa niatan yang lain." Kata mamanya setelah berdiri.
Langkah Alfa terhenti lalu mengepal tangannya, telingatnya sakit mendengar kalimat itu terlontar dari mamanya.
"Terserah mama mau bilang seperti apa. Tapi asal mama tau, ternyata selama ini aku salah udah anggap mama seperti mama aku sendiri." Tegas Alfa dengan menekannkan disetiap katanya tanpa mau menoleh mamanya.
Mamanya terdiam mendengarnya. Matanya berkaca-kaca karena mendapat kalimat seperti itu dari Alfa. Dia hanya ingin yang terbaik untuk putranya, namun putra justru beranggapan bahwa dirinya tidaklah baik. Alfa pergi dari sana dan meninggalkan mamanya tanpa sepatah kata.
Alfa melampiaskan kekesalannya dengan mengendarai motornya. Mengendarai dengan kecepatan tinggi ditengah ramainya kendaraan. Mama Ira yang sudah dia sayangi layaknya mamanya sendiri justru membuatnya kecewa. Kekecewaannya semakin memuncak tak kala teringat kejadian dia menampar Ia didepan banyak orang karena tak mempercayai penjelasan Ia.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFA ✔️
Ficção AdolescenteAlfa Danendra, murid terkenal disekolahnya karena sikap badboynya dan wajah tampannya. Sering membuat onar dan membuatnya tidak memiliki banyak teman. Hingga akhirnya perkenalannya dengan seorang gadis mulai membuatnya berubah. Entah karena paksaan...