Waktunya pulang sekolah, para murid sudah berhamburan ke luar kelas. Alfa berdiri di depan pintu menunggu seseorang. Menit berlalu namun yang di tunggu tak kunjung terlihat. Hingga akhirnya Alfa melihat Icha berjalan seorang diri.
"Lo kok sendirian." Sahut Alfa yang berhasil menghentikan langkah Icha.
"Iya, Ia masih ada tugas dari wali kelas." Jelas Icha.
"Dia dimana?"
"Di perpustakaan, mungkin sebentar lagi juga pulang. Dia sama Andi." Jawab Icha.
"Makasih." Balas Alfa dengan senyum kecil.
Icha yang melihatnya ikut tersenyum. Dia merasa beruntung bisa mendapatkan senyuman dari Alfa. Sementara Alfa yang bingung mau berkata apalagi langsung menuju perpustakaan dan meninggalkan Icha.
Sementara di perpustakaan sudah ada Ia dan Andi yang duduk berhadapan sedang mengerjakan tugas dari wali kelas untuk mengisi data identitas teman sekelasnya. Mengerjakan cukup serius meski terkadang Andi mencuri pandang untuk melihat Ia. Ia yang tak menyadarinya hanya fokus menulis di lembar demi lembar kertas yang ada di meja.
"Ia.." Panggil Andi.
"Hemm.."
"Sampai saat ini kamu belum pernah pacaran ya?" Tanya Andi.
"Belum." Jawab Ia singkat sambil terus menulis.
"Terus kalau ada orang yang suka sama kamu?" Tanya Andi.
"Ya aku mau bilang makasih, tapi juga minta maaf karena gak bisa balas rasa suka orang itu." Jawab Ia masih dengan menulisnya.
"Kamu tau kan kalau aku suka sama kamu sejak kelas X ." Ujar Andi.
Kalimat Andi berhasil membuat Ia berhenti menulis. Ia tersenyum kecil menanggapinya.
"Kenapa kamu gak mau pacaran?" Lanjut Andi.
"Ya aku emang gak mau." Jelas Ia dengan masih tersenyum.
"Kamu suka gak sama aku?" Tanya Andi lagi.
"Aku cuma anggap kamu sebagai teman, gak lebih." Jelas Ia.
"Tapi kalau aku berusaha sebisa mungkin supaya kamu suka sama aku gimana?" Kata Andi sambil mencondongkan kepalanya ke depan.
Ia yang melihatnya kaget dan menarik kepalanya ke belakang.
"Aku suka sama kamu sejak dulu, tapi kenapa kamu gak bisa menyadarinya. Kamu justru dekat sama Alfa yang baru kenal beberapa bulan ini. Kenapa kamu gak mau melihat aku sedikit pun." Kata Andi serius dan masih dengan posisinya saat ini.
"Maaf, tapi aku emang gak suka sama kamu." Jelas Ia.
"Kasih aku kesempatan kalau aku juga layak kamu sukai. Aku terima kalau kamu gak mau pacaran, aku akan tunggu waktu itu. Aku serius aku suka sama kamu."
Ia tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya tanda jika dia memang tidak menyukai Andi dan tidak mau memberinya kesempatan. Ia segera merapikan lembar-lembar yang ada dimeja dan memasukkannya kedalam stopmap.
"Kamu masih mau milih Alfa, iya?" Tanya Andi dengan nada membentak sambil berdiri.
Ia mulai ketakutan saat itu. Dia tak percaya ketua kelasnya bisa bersikap seperti itu. Dia segera berkemas dan mengambil tasnya. Dia beranjak dari kursinya.
"Mau kemana?" Tanya Andi.
"Aku mau pulang, sisanya biar aku sendiri yang kerjain." Jawab Ia tanpa melihat Andi.
"Okey, jadi ceritanya sekarang kamu mau pergi dari sini." Kata Andi sambil berjalan mendekat.
Ia yang melihatnya dibuat kebingungan. Dia berjalan ke belakang karena Andi semakin mendekatinya. Andi memperhatikan Ia yang terlihat ketakutan karena sikapnya hanya tersenyum kecil. Hingga akhirnya langkah Ia terhenti karena terhalang meja di belakangnya.
"Gak usah takut.." Kata Andi.
Ia tak membalas dan langsung berjalan ke arah pintu. Namun dia di buat terkejut karena melihat Alfa yang muncul dari balik pintu. Alfa yang melihat Ia ketakutan langsung mengedarkan pandangan kedalam ruang perpustakaan itu. Terlihat ada Andi yang berdiri seorang diri.
"Kenapa? Dia ngapain elo?" Tanya Alfa khawatir.
Ia menggeleng, namun rasa ketakutan masih terlihat jelas di wajah Ia. Alfa langsung masuk ke dalam dan berjalan ke arah Andi.
"Ada masalah apa elo sama dia? Kenapa dia ketakutan?" Tanyanya.
"Gak ada apa-apa."
"Jangan bohong." Bentak Alfa sambil menendang kursi didekatnya.
"Kamu mau aku jujur ?" Tanya Andi dengan senyum kecilnya.
Alfa tak menjawab.
"Aku udah suka sama Ia sejak dulu, tapi kenapa justru dia deketnya sama kamu. Padahal jelas-jelas kamu itu terkenal di sekolah ini karena catatan buruk kamu." Jelas Andi.
Alfa seakan tak percaya mendengarnya. Seorang ketua kelas yang Alfa kenal bisa mengucapkan kalimat yang seperti itu.
"Jadi sebenarnya elo kayak gini. Munafik donk elo diluar sana." Balas Alfa.
"Terserah elo mau bilang apa. Intinya aku gak suka lihat kamu selalu dekat sama Ia." Kata Andi diakhiri melayangkan bogem mentahnya namun berhasil ditahan oleh tangan Alfa.
"Elo mau mukul gue? Emang elo siapa? Semua anak disekolah ini takut sama gue, bahkan mereka berusaha menghindar dari gue karena gak mau bikin masalah sama gue. Nah elo, baru aja kita kenal beberapa bulan dan ternyata aslinya elo itu kayak gini. Penilaian gue ternyata selama ini salah sama elo. Gue kira elo murid baik-baik kayak yang lainnya, tapi nyatanya enggak." Tutur Alfa dengan tersenyum namun di akhiri tatapan tajam.
"Aku emang gak suka sama kamu." Kata Andi dengan senyum liciknya.
Alfa terpancing emosi dan langsung menonjok wajahnya. Ia yang melihatnya terbelalak kaget. Darah segar mengalir dari hidung Andi. Andi yang kesal langsung meraih kursi yang ada didekatnya dan melemparkannya ke arah Alfa. Alfa berhasil menghindar, namun sayang kursi itu mengenai kaki Ia hingga Ia merintih kesakitan. Raut wajah bersalah langsung terlihat di wajah Andi saat mengetahui yang menjadi korbannya adalah Ia. Andi berjalan mendekat namun di dorong kasar oleh Alfa. Alfa segera menghampiri Ia dan berniat membantunya berdiri, namun Ia menolaknya. Ia berdiri sendiri. Alfa yang kesal melihat sikap Andi barusan langsung mengajak Ia pergi dari sana.
Alfa berniat mengajak Ia ke UKS namun Ia menolak. Alhasil mereka duduk di pinggir lapangan. Melihat Ia yang mengelus-elus kakinya membuat Alfa berdiri dari duduknya dan kali ini dia duduk berjongkok didepan Ia.
"Ngapain?" Tanya Ia.
"Mau lihat kaki kamu. Memastikan aja ada darahnya apa enggak. Soalnya kamu tadi jalannya pincang, takutnya kenapa-napa." Jelas Alfa khawatir.
"Gak usah." Tolak Ia.
"Aku tau kamu berusaha untuk tidak bersentuhan dengan laki-laki. Tapi aku cuma mau memastikan aja. Kamu kan juga pakai kaos kaki, aku gak akan menyentuh kulit kaki kamu."
Ia terdiam mendengar penjelasan Alfa. Alfa langsung melepas sepatu Ia sambil memegang pergelangan kaki Ia. Ada bercak darah di kaos kaki Ia. Alfa langsung terlihat khawatir.
"Tuh kan. Kita ke rumah sakit ya?" Ajak Alfa.
"Gak usah, paling juga luka kecil." Balas Ia.
"Elo tuh selalu kayak gini. Gimana sih caranya supaya elo itu nurut sama gue." Kesal Alfa.
"Al, ini cuma luka kecil, gak papa."
Alfa berdiri setelah mendengarnya.
"Jangan pulang kayak gini lagi. Waktunya pulang, elo harus langsung pulang. Tugas apapun itu, elo kerjainnya dirumah. Sendirian aja, gak usah sama dia."
Ia mengangguk.
"Jangan buat aku khawatir lagi, aku mohon. Udah cukup kejadian kamu sama Shila, jangan ada kejadian lagi." Pinta Alfa.
Ia terdiam melihatnya. Ada perasaan bersalah pada dirinya karena sudah membuat Alfa mengkhawatirkan keadaannya.
"Iya, aku minta maaf." Balas Ia dengan tersenyum kecil.
Alfa yang mendapatkan jawaban seperti itu langsung terdiam. Dia langsung memalingkan wajahnya karena tidak mau terlihat sedih didepan gadis yang saat ini sedang bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFA ✔️
Teen FictionAlfa Danendra, murid terkenal disekolahnya karena sikap badboynya dan wajah tampannya. Sering membuat onar dan membuatnya tidak memiliki banyak teman. Hingga akhirnya perkenalannya dengan seorang gadis mulai membuatnya berubah. Entah karena paksaan...