"Ho, bisa minta tolong gak?"
"Enggak."
Gue menatap Minho dengan sangat kesal. "LEE MINHO, GUA SERIUS NIH!!"
"Iya Jung (Y/n), gue juga serius gak bisa bantu." Jawabnya namun fokusnya masih ke layar persegi panjang yang tengah ia pegang.
Gue meniup poni karena kesal, kemudian duduk di atas punggungnya yang lagi tengkurap memainkan game di ponselnya.
"Ya Tuhan, badan lo berat anjir!!" Seru Minho ketika gue duduk diatas punggungnya.
Gue yang sudah sangat kesal hanya berdecak kemudian balas berseru. "Makanya bantuin gue, nyet!!"
Secara tiba-tiba Minho bangun membuat badan gue oleng dan akhirnya kepala gue yang menjadi korban terbentur dinding kamar.
"ADUH, SAKIT ANJING!"
"HEH MULUTNYA!" Dia menepuk pelan bibir gue terus dengan gerakan tiba-tiba dia mengusap kepala gue yang terbentur dinding tadi.
Gue meringis kecil, kemudian kembali memohon kepadanya. "Ho, bantuin yaa?"
Minho menatap gue sebentar kemudian dia menganggukan kepalanya malas, "Iya-iya, mau minta tolong apasih?"
"Tolongin gue buat ngerjain soal dari dosen gue ya?" Tanya gue seraya tersenyum manis padanya.
Minho kembali menatap gue dengan wajah datarnya, lalu dia menggelengkan kepalanya tegas, "Gak. Kalau minta diajarin baru gue bantuin. Lagian kita juga beda fakultas kan."
Sekali lagi gue menatap Minho dengan wajah memelas, "Minho ganteng, tolong yaaa.... gue udah nyerah banget ini. Gue tau pasti lo bisa ngerjain tugas dosen gue ini."
"Kalo gue bilang enggak mau ya enggak." Jawabnya kembali terfokus pada ponselnya.
Gue mendengus kesal kemudian berdiri membuat Minho langsung mendongak dan menatap kearah gue bingung.
"Ya udah kalau gak mau. Gue bisa kok minta tolong yang lain." Jawab gue yang udah terlanjur kesel lalu pergi berlalu meninggalkan kamarnya.
Gue dan Minho bersahabat sejak kecil. Rumah kita yang berdekatan membuat interaksi di antara kita berdua semakin dekat.
Bahkan gue yang sebenarnya menginginkan untuk sekolah terpisah dengan Minho harus menelan jauh-jauh niat itu. Karena bunda gue dan mamanya Minho selalu memerintahkan Minho untuk selalu ada menjaga gue.
Padahal dia menjaga diri sendiri aja nggak becus gimana mau jagain gue?
Nggak sengaja gue melihat mamanya Minho yang sedang memasak di dapur, gue pun segera menghampirinya. "Ma, aku pulang dulu ya."
Iya gaes, gue manggil mamanya Minho dengan panggilan mama. Hal ini dikarenakan sewaktu kecil gue sama Minho pengen banget punya dua orang tua, maksudnya dua ayah dan dua ibu.
Jadinya kita berdua merengek dan meminta agar kedua orang tua gue ataupun Minho menjadi orang tua angkat kita berdua. Kalau dipikir-pikir, itu adalah hal yang paling konyol di dalam hidup kita berdua.
Mamanya Minho yang lagi memasak langsung menoleh ke arah gue, dia langsung mandangin gue dengan bingung. "Loh, kok cepet banget pulangnya??"
Gue hanya bisa tersenyum canggung, "Tadi cuma dikacangin doang, jadi (Y/N) milih pulang aja."
Mama Minho sempat menghela napasnya sebentar, lalu dia mematikan kompornya dan berjalan ke arah gue. "Apa perlu mama marahin Minhonya sekarang?"
Gue langsung gelengin kepala cepat, nggak mungkin lah anjir gue sejahat itu dengan Minho. Walau sebenarnya gueudah terlanjur kesel banget sama dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagine ft. Stray Kids [TAMAT]
Kurzgeschichten[FOLLOW SEBELUM BACA] "Imagining is as good as reality" imagine story using (your/name) bahasa -shortstory Started : 26-04-2018 Ended : 28-08-2020 aesthetic cover by @GYUWOOST ©Marklipss,2018