32. Loss

1.1K 170 34
                                    

Sepulang sekolah, Minkyu kembali ke rumah untuk istirahat. Tak bisa dipungkiri, tubuhnya terasa sangat lelah. Saat baru masuk rumah pun, tempat yang pertama dikunjunginya adalah kamar mandi. Seperti kemarin-kemarin, Minkyu memuntahkan semua isi perutnya.

"Hoek............"

Bapak Minkyu yang kebetulan lewat di depan kamar mandi tidak menggubrisnya sama sekali. Beda dengan Hyeongjun, sang adik yang selalu memperhatikannya.

"Ini anak, sakit mulu. Hidup kok nyusahin orang? Pake acara kena kanker segala, dikira biaya pengobatannya ga mahal apa?" Keluh sang bapak dari ambang pintu kamar mandi.

Minkyu tertunduk. Hatinya perih, namun ia sudah biasa diperlakukan seperti ini sejak kecil. Minkyu sudah menebak, pasti sang bapak akan semakin membencinya ketika dia sakit.

Minkyu beranjak ke kamar, dan seluruh tubuhnya terasa pegal. Biasanya, Hyeongjun akan datang untuk memijatnya dan memberikannya minuman hangat. Namun, sejak pulang dari rumah sakit kemarin, ia tidak melihat adik kecilnya itu.

"Pak, Hyeongjun kemana ya?" Tanya Minkyu dari kamarnya.

"Main sama temennya, ntar juga pulang."

Minkyu merasa ada hal yang janggal. Selama ini, Hyeongjun sangat jarang keluar rumah. Jika iya pun, Hyeongjun hanya keluar untuk membeli jajan di warung. Adiknya itu sudah trauma bermain dengan teman-teman sebayanya di luar rumah, semenjak ia diejek karena bapaknya memiliki banyak istri.

"Temennya yang mana, Pak? Dari kemaren dia nggak pulang ke rumah loh. Setau Minkyu kan temen-temennya dia nggak ada yang jauh dari permukiman ini." Tanya Minkyu yang masih penasaran.

"Nggak usah banyak tanya kamu! Denger ya, Hyeongjun itu anak haram yang sukanya keluyuran sampe lupa waktu. Kamu nggak tau? Iyalah, selama ini kan kamu nggak pernah peduli sama sodara sendiri."

Seketika, Minkyu menyalahkan dirinya sendiri. Ia merasa bahwa dirinya memang kurang perhatian kepada adik satu-satunya itu. Minkyu sering meninggalkan Hyeongjun di rumah sendirian, di kala sang bapak dan simpanannya sedang pergi. Terkadang, Minkyu hanya memberinya uang makan seadanya, sebelum meninggalkannya untuk sekolah atau belajar di perpustakaan kota.

"Gue harus cari dia." Gumam Minkyu sambil menyambar kunci motor dan barang-barang berharganya.






"Mau kemana kamu?" Tanya sang bapak yang sedang asik merokok di teras.

"Minkyu mau cari Hyeongjun."

"Ngapain kamu bawa kunci motor? Kamu mau ngerusakin motor bapak lagi, setelah dua kali kecelakaan kemaren? Kamu nggak ngerasain cari uang sih, biaya service mahal!"

"Biar Minkyu yang service sendiri. Uang tabungan Minkyu masih ada."

"Udah ya, Pak. Minkyu mau cari Hyeongjun sampe ketemu. Minkyu peduli sama dia."

Minkyu segera menyetir motornya keluar rumah untuk mencari sang adik. Mumpung hari masih sore dan jalanan masih terang, Minkyu bergerak cepat. Pasti adiknya masih ada di lingkungan ini, pikirnya.




"Bu, liat Hyeongjun nggak? Adek saya, yang kulitnya putih dan rambutnya keriting." Tanya Minkyu pada ibu-ibu penjual nasi goreng di permukiman tersebut.

Insight | Kim MinkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang