60. Motivation

1K 180 24
                                    

"Minkyu, Eunsang, Mogu, dan Wei, kalian semua sudah makan?" Tanya dokter Minhyun saat melakukan kunjungan pagi.

"Sudah, Dok."

"Sekarang kita jalan-jalan ke taman ya? Saya tau, kalian semua pasti bosen di kamar terus. Kalian kan juga butuh udara segar."

"Iya, Dok. Pengap banget disini." Keluh Mogu.

"Yasudah, kita keluar yuk? Para suster sudah siap untuk membawa kalian kesana."

Keempat pasien itupun dibawa ke taman rumah sakit dengan kursi roda masing-masing. Mereka tampak senang karena cuaca hari ini cukup bagus, sehingga mereka juga bisa menikmati hangatnya mentari dan indahnya langit biru.

"Terakhir gue kesini kayaknya bulan lalu deh. Udah lama banget." Ucap Eunsang.

"Sama, kita kan bareng waktu itu. Minkyu udah pernah kesini belum?" Tanya Wei.

"Udah, Bang. Tapi berdua doang sama dokter Minhyun."

"Oh, gitu......."

Disaat ketiga pasien lainnya sedang menghirup udara segar, Minkyu tampak sibuk dengan sebuah buku di tangannya. Daritadi, ia membolak-balikkan halaman buku tersebut sambil berusaha menghafal isinya.

"Kyu, itu buku apa?" Tanya Eunsang.

"Buku materi SBMPTN, Sang."

"Hebat ya Minkyu, lagi sakit tetep aja belajar. Dulu gue kena kanker pas kelas 12, udah gabisa belajar apa-apaan. Demam mulu, gabisa bangun dari tempat tidur." Ucap Mogu.

"Sama, gue juga gitu." Tambah Eunsang.

"Kyu, lo harusnya istirahat. Bukannya maksain diri buat belajar." Ujar Wei sambil mendekatkan kursi rodanya ke arah Minkyu.

"Tapi gue pengen kuliah kayak temen-temen gue yang sehat, Bang."

"Iya, gue tau........ Tapi lo sembuh dulu ya? Jangan dipaksain terus badannya."

"Bang......."

"Bang Wei beruntung ga ngerasain posisi gue. Gue pengen bisa kuliah, supaya bapak bangga dan sayang sama gue."

"Kemaren pada liat kan, gue dimaki-maki bapak di ruang perawatan? Itu karena ranking gue turun. Sejak gue kena kanker, prestasi gue merosot. Yang biasanya ranking tiga besar, jadi ranking dua belas."

"Gue nggak mau itu keulang lagi. Mau gue cuma satu kok. Dapetin kasih sayang orang tua dengan cara banggain beliau."

Ketiga pasien itu saling melirik dengan tatapan iba. Mereka yang semula duduk berjauhan pun langsung merapat dan mendekati Minkyu.

"Gue nggak tau gimana rasanya di posisi lo. Tapi, lo yang sabar ya Kyu......" Hibur Eunsang sambil merangkul bahu Minkyu.

"Gue udah cape, Sang. Makanya gue pengen bunuh diri kemaren. Dan lo dengan gampangnya menggagalkan itu."

"Eunsang ga salah, Kyu. Lo emang harus bertahan hidup." Ucap Mogu lembut.

"Sebutin alasan kenapa gue harus tetep hidup."

"Karena lo hebat. Orang-orang juga masih banyak yang sayang sama lo, masa lo tega ninggalin mereka?"

Minkyu menarik nafas panjang ketika mendengar kalimat tersebut. Ucapan Mogu sedikit menyinggung perasaannya, namun Minkyu tetap berusaha untuk menyembunyikan rasa sakit itu.

"Emang siapa yang sayang sama gue? Keluarga berantakan. Punya sahabat pengkhianat. Punya cewe yang disuka, ah....... Bentar lagi dia ninggalin gue ke negeri orang. Gatau sih, siapa yang bakalan lebih duluan "pergi." Gue atau dia."

"Ssssst....... Kyu, ngomongnya dijaga. Nggak boleh kayak gitu." Tegur Wei.

"Dan tiap gue buka masalah ini ke orang lain, jawabannya hampir selalu 'gimana lo mau disayang orang lain, kalo lo ga sayang sama diri sendiri?' Ya menurut lo aja, Bang. Gimana gue mau sayang sama diri sendiri, disaat hidup gue udah seancur ini?"

"Makanya, Bang. Gue milih untuk mendem masalah ini sendirian, sampe kanker gue naik stadium."

"Kyu....... Mau gue peluk?"

Minkyu tidak menjawab pertanyaan Wei. Ia langsung menghambur ke pelukannya. Mogu dan Eunsang pun ikut memeluk Minkyu dan berusaha menenangkan temannya itu.

"Kyu, asal lo tau. Kalo lo curhat sama gue, balasan gue nggak akan kayak gitu. Jujur, itu respon yang paling gue benci dari orang-orang. Terkadang, orang yang punya self-love bisa jadi orang yang paling selfish di muka bumi." Balas Wei.

"Mereka nggak sadar, kalo kalimat seperti itu bisa bikin lo tambah drop. Disaat lo lagi butuh dukungan emosional dari orang lain, lo malah disuruh menghadapi masalah itu sendirian. Kata orang-orang sih, itu namanya "belajar mandiri." Tapi bagi gue, kalimat itu menggambarkan sifat apatis dan egois, yang sama sekali nggak bagus. Kalo gue jadi mereka, gue justru bakal ngasih lo semangat. Gue akan berusaha buktiin, kalo lo itu worth it dan pantes disayang."

"Kita itu manusia, Kyu. Manusia diciptakan untuk saling membutuhkan. Bohong kalo kita harus terus-terusan menghadapi masalah sendiri, tanpa dukungan sosial dari orang lain."

"Bang, kalo udah sembuh, lu bikin acara aja dah. Namanya Golden Weis." Goda Mogu seraya tersenyum.

"Cocok lu bang, jadi motivator!" Timpal Eunsang.

"Bang Wei kok bisa jago banget sih bikin kata-kata motivasi? Lu anaknya Mario Bros ya, Bang?" Tanya Minkyu.

"Hahaha........ Dulu gue sempet kuliah psikologi, Kyu. Bentar doang, abis itu keluar karena kanker."

"Psikologi....... Gue jadi inget seseorang."

"Siapa tuh?"

"Jangan bilang, cewe yang mau kuliah di luar negeri itu, Kyu?" Eunsang pun nimbrung.

"Hehehe....... Iya. Dia persis kayak bang Wei, selalu berusaha bikin gue bangkit. Gue kangen banget sama dia."

"Kapan-kapan, lo suruh kesini aja Kyu, buat jengukin lo. Atau yaa lo cepetan sembuh aja, biar bisa ketemu cewe itu lagi." Balas Mogu.

"Gue sih maunya gitu, Bang Mogu. Tapi kan dia gatau kalo gue sakit kanker. Mana dia sama gue lagi marahan." Ucap Minkyu dalam hati.

**********

Insight | Kim MinkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang