Sejak Wei meninggal, suasana di kamar perawatan tersebut berubah. Jelas saja, selama ini dia adalah orang yang suka menghibur teman-teman sekamarnya, sekaligus menjadi pembuka topik pembicaraan.
"Kayaknya gue udah mati dari lama deh, kalo gue nggak kenal bang Wei." Ucap Eunsang sambil mengaduk-aduk buburnya.
"Gue juga, Sang. Dia kan selalu nyemangatin kita dari dulu." Balas Mogu.
Sementara Eunsang dan Mogu saling berbincang-bincang sambil menikmati makanannya, Minkyu masih terfokus dengan buku SBMPTN-nya. Selain mengingat tanggal ujian yang sudah semakin dekat, Minkyu juga ingin mencari pengalihan agar tidak meratapi kematian Wei.
Sayangnya, konsentrasi Minkyu terganggu saat kedua pasien lainnya membicarakan almarhum. Ia pun termenung sambil melihat ruang kosong di samping Mogu. Ya, tempat biasa Minkyu melihat senyum Wei setiap pagi.
"Bang...... Gue kangen banget sama lo......" Minkyu menahan tangis sambil memukul-mukul pahanya.
"Kyu?" Eunsang membuyarkan lamunan Minkyu.
"Apa?"
"Lo nggak makan?"
"Nggak, nanti aja."
"Taro dulu bukunya, Kyu. Makan dikiiiit aja. Oke?"
"Nggak mau. Ga nafsu."
"Minkyu, gue tau, lo masih ngerasa kehilangan bang Wei. Tapi jangan gitu dong......"
Minkyu tak menghiraukan perkataan Eunsang. Ia kembali fokus kepada buku SBMPTN-nya sambil berusaha mengembalikan konsentrasi yang sempat hilang.
"Minkyu." Kali ini, Mogu yang memanggilnya.
"Apa bang?"
"Muka lo kok pucet gitu? Lo demam lagi?"
"Nggak, Bang."
"Lo jangan boong, Kyu. Lo sekamar sama gue kan ga cuma sehari dua hari. Kalo muka lo pucet, pasti badan lo panas. Iya kan?"
"Hhhh........ Ya gitu, Bang."
"Gue panggilin susternya ya? Biar dikasih obat paracetamol sama dikompres?"
"Gausah bang, gue gapapa kok."
"Lo ga inget janji kita waktu itu? Kita harus sembuh bareng-bareng. Udah, nurut sama gue. Simpen bukunya, lo tiduran sambil nunggu susternya."
"Nggak mau."
"Lo mau gue aduin ke dokter Minhyun, biar lo gaboleh ikut ujian?"
"Bang Mogu kan baik, jangan dong bang......"
"Yaudah, jangan ngebantah."
"Iya, ampun bang."
"Kyu, kemaren-kemaren kan lo selalu cerita sama bang Wei kalo ada apa-apa. Sekarang, lo jangan sungkan ya buat ngomong sama kita? Kalo lo butuh sesuatu, bilang aja." Ucap Eunsang.
"Susah sih, gabakal ada yang bisa gantiin bang Wei."
"Iya Kyu, iya..... Gue tau...... Tapi, kita siap kok buat bantuin lo."
"Mungkin gue butuh waktu aja. Makasih ya, Sang."
Tok tok tok.......
"Tuh Kyu, susternya dateng." Ucap Mogu.
"Selamat siang......."
Bukannya sang suster, mereka bertiga justru mendengar suara lembut seorang pria dewasa. Siapa lagi kalau bukan ayah kesayangan Minkyu?
"Hehehe........ Siang, Dokter."
"Seperti biasa, saya mau melakukan kunjungan rutin. Kalian semua udah sarapan kan?"
"Saya sama Eunsang udah, Dok."
"Loh? Minkyu?"
Minkyu hanya menggeleng lemas. Ia enggan menyantap makanan paginya, bahkan setelah ayahnya datang berkunjung.
"Minkyu, ayo—"
"Permisi........"
Kali ini, sang suster yang dipanggil Mogu pun datang sambil membawa baskom dan kain pengompres.
"Siapa yang demam, Sus?"
"Minkyu, Dokter."
"Kasian Minkyu. Pasti anak itu bener-bener kehilangan Wei, sampai dia jatuh sakit. Matanya juga bengkak, saya tau dia nangis semaleman." Ucap dokter Minhyun dalam hati.
"Sekalian sus, tolong suapin Minkyu. Dia belum makan dari pagi."
"Nggak mau." Tolak Minkyu sambil memajukan bibirnya.
"Loh, kenapa?"
"Minkyu baru mau makan kalo kemauan Minkyu diturutin."
"Tumben, anak ini minta sesuatu? Biasanya kalo disuruh-suruh nurut aja?" Gumam dokter Minhyun.
"Minkyu mau apa hmm?"
"Minkyu gausah sebut kayaknya ayah udah tau deh."
"Oh, itu?"
"He em."
"Nanti sore aja yaa? Kalo sekarang kan—"
"Gamau tau. Pokoknya Minkyu maunya sekarang. Kalo engga, Minkyu nggak mau makan."
"Hhhh...... Yaudah deh, ayah coba."
*******
Benar saja, selama kemauannya belum dituruti, Minkyu tidak mau menyentuh bubur yang disuguhkan di meja samping. Hari ini, Minkyu memang tidak seperti Minkyu yang biasanya. Maklum, dia masih dalam keadaan berkabung.
Lagi-lagi, terdengar suara ketukan di pintu kamar rawat mereka. Ketiga pasien sempat bertanya-tanya, siapa yang masuk ke kamar mereka pada waktu tengah hari.
"Sebentar ya......."
Tak lama kemudian, sang dokter sudah kembali ke kamar dan membawa seseorang yang bukan bagian dari tim medis. Minkyu terkejut dan menelan ludah saat melihatnya. Biasanya, yang bersangkutan tidak pernah mau disuruh keluar rumah di waktu seperti ini. Dia pasti masih tidur.
"Oh, ini toh yang Minkyu mau......" Ucap Eunsang sambil menahan tawa.
"Nih Kyu, udah ayah turutin. Ayah sampe nyuruh Lareina ngumpet-ngumpet loh biar ga ketauan dokter lain. Ini kan belum jam besuk, nanti ayah kena marah."
"Hah? Gimana bisa? Tamu kan kalo mau jenguk pasti lewat jalan utama, pasti keliatan dong?" Tanya Minkyu.
"Lareina pake dukun kali, punya jurus menghilang." Goda Mogu.
"Kaga, Bang. Gue lewat tangga." Jawab Lareina sambil menyeka keringat di keningnya.
"Hah? Ke lantai lima belas? Naik tangga? Lo gapapa kan Na?? Sakit nggak badannya???" Minkyu pun khawatir.
"Buat lo, apa sih yang enggak?" Jawab Lareina dalam hati.
"Udah Ming, ayo makan. Sini, gue suapin."
"Tuh Kyu, ayo makan. Kasian Lareinanya, tadi pas ayah telfon masih setengah sadar. Udah gitu gempor naik tangga cuma buat nyamperin kamu."
"I-iya, Ayah."
"Lareina, makasih banget udah bela-belain kesini. Gue bener-bener lagi butuh lo....."
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
Insight | Kim Minkyu
FanfictionMurid teladan yang menyembunyikan rasa sakitnya dari ruang publik....... Achievements: #1 in #2001 (31/08/2019) #2 in #01L (24/8/2019) #16 in #kpop (28/08/2019) #11 in #kimminkyu (17/08/2019) COMPLETED [01/08/2019 - 28/06/2020]