62. Finding Minkyu

1K 170 31
                                    

Lareina terus berjalan di tengah derasnya hujan, tanpa memperdulikan tubuhnya yang basah kuyup. Yang terpenting baginya saat ini adalah bertemu Minkyu untuk meminta maaf kepadanya secara langsung. Bahkan jika Lareina harus mencium kaki Minkyu, dia akan melakukannya.

"Gapapa Ming, siksa aja gue dengan cara kayak gini." Ucapnya dalam hati.

"Mbak Lala???"

Samar-samar, seorang ibu memanggil Lareina dari belakang. Lareina tidak mendengarnya, karena suara ibu pemilik warung nasi goreng itu teredam oleh rintik air hujan. Gadis itu terus berlalu sampai sang ibu menahan bahunya.

"Mbak?"

"Ada apa, Bu?"

"Ngopo koe udan-udanan? Nek loro piye?" (Kenapa kamu hujan-hujanan? Kalo sakit gimana?)

"Ben wae, Bu." (Biarin aja, Bu).

"Loh........ kok ngono toh, cah ayu? Kene, melu ibu. Tak gawekke teh anget." (Loh, kok gitu sih, Anak cantik? Sini, ikut ibu. Ibu bikinin teh anget).

Lareina ingin menolak, namun beliau sudah terlanjur menarik tangannya. Dibawanya ia ke rumah sang ibu. Sampai disana, Lareina disuguhkan minuman hangat, tak lupa diberi handuk untuk mengeringkan tubuhnya.

"Bu......."

"Opo, Mbak?"

"Sak iki Minkyu nang ndi yo, Bu? Tak tiliki, omahe wis disita bank." (Sekarang Minkyu dimana ya, Bu? Saya cariin, rumahnya udah disita bank).

Lareina pun menceritakan kronologis kejadian di sekolah tadi, saat bu Yumi mengumumkan pergantian ketua kelas. Ia juga mengatakan kalau Minkyu akan jarang masuk sekolah per semester ini. Ibu penjual nasi goreng itu mengangguk-ngangguk saja, tampaknya beliau bisa mengerti perasaan Lareina.

"Ibu iso nolong koe." (Ibu bisa bantu kamu).

Masih dengan seragam sekolah dan rambut yang basah, Lareina dibonceng oleh sang ibu menuju suatu tempat. Bedanya, kali ini dia sudah mengenakan jas hujan.

"Aku arep digowo nang ndi, Bu?" (Aku mau dibawa kemana, Bu?)

"Wis, melu wae. Jarene arep ketemu Minkyu?" (Udah, ikut aja. Katanya mau ketemu Minkyu?)

Motor sang ibu terus melaju kencang. Lareina tidak tahu, kemana dia akan dibawa. Berkali-kali sang ibu membelok tanpa menyalakan lampu sen. Sekalinya iya, beliau memberi lampu sen ke kiri, namun membelok ke kanan. Kalau kata papa Lareina, spesies seperti ini adalah musuh utama di jalan raya.

TIIIIIIIIIIIN!

"BU, HATI-HATI DONG!" Hardik seorang bapak yang membawa mobil avanza.

"HALAH JANCUK, KOE SING RAK ISO NYETIR!"

"Buset, barbar juga nih si ibu." Batin Lareina.

"Alon-alon, Bu...... Ojo kesusu." (Pelan-pelan, Bu...... Jangan buru-buru).

Sang ibu pun langsung menurut, entah ilmu sihir apa yang Lareina punya. Yang pasti, beliau takut mencelakai gadis yang dianggapnya putri kerajaan itu.

Sekitar dua puluh menit kemudian, mereka sampai di depan sebuah bangunan. Bangunan tersebut terlihat kotor, kumuh, bahkan dari parkirannya saja sudah tercium aroma tujuh rupa. Sang ibu segera melepas helm dan menggandeng Lareina ke arah tempat itu.

Insight | Kim MinkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang