85. Perkataan adalah Doa

862 151 6
                                    

Ditengah perbincangan Lareina dengan Eunsang dan Mogu, ponsel gadis itu berbunyi. Rupanya, orang tuanya menelpon.

"Eh, bentar ya....."

"Halo?"

"Lala dimana? Udah selesai kerja kelompoknya?"

"Eng—udah kok, bentar lagi ya......"

"Yaudah, hati-hati ya. Cuma mau nanya aja kok. Pulangnya jangan malem-malem, Nak."

"I-iya, hehehe......"

Lareina langsung memutus panggilan tersebut. Banyak pengorbanan yang dia lakukan untuk bertemu Minkyu hari ini, mulai dari bangun pagi, naik tangga ke lantai lima belas sampai seluruh tubuhnya pegal, hingga membohongi orang tuanya. Karena kalau Lareina tidak bohong, dia akan sangat sulit mendapatkan izin. Memang dasar budak cinta.

"Bang Mogu, Eunsang, gimana nih? Gue udah ditelfon ortu, tapi Minkyu belom bangun. Masa gue tinggal?"

"Gapapa Rei, nanti kita pamitin. Minkyu pasti ngerti kok." Jawab Eunsang.

"Lo pulang aja, kasian ortu lo nungguin." Kata Mogu.

"Yaudah, makasih banyak yaa! Gue balik dulu....."

Sepeninggal Lareina dari kamar tersebut, kedua pasien yang masih bangun kembali ke aktivitasnya masing-masing. Mereka sempat mengobrol sejenak, sebelum Eunsang tertunduk lemas sambil memegangi kepalanya.

"Sang??? Lo kenapa???"

"Gatau nih bang, kok pandangan gue tiba-tiba burem ya?"

"Eunsang, itu hidung lo berdarah!!"

"Eh—"

"Bentar ya Sang, gue panggilin susternya!!"

Sayangnya, Eunsang sudah keburu kehilangan kesadaran saat tenaga medis masih dalam perjalanan menuju ruangan tersebut. Bagaimana tidak? Dalam waktu sekejap, darah dari hidung Eunsang sukses mengotori seprai dan bantal rumah sakit.

"Duh, Eunsang sih, kalo ngomong gapernah dijaga. Segala dia ngomong 'kalo gue sama bang Mogu meninggal.' Jadi kayak gini kan?" Gumam Mogu cemas.

"Ada apa ini??"

"Sus, tolongin Eunsang sus, dia tiba-tiba pingsan!"

"Yaampun, ini dia mimisan? Kok banyak darah??"

Seketika, suasana kamar menjadi ramai sekaligus tegang. Dokter Minhyun turun tangan dalam kejadian kali ini, tandanya Eunsang memang sudah dalam keadaan darurat.

"Cepat, kita bawa pasien ini ke ICU! Terlambat sedikit saja bisa lewat!!"

Karena terlalu berisik, Minkyu sampai terbangun dari tidur lelapnya. Dalam kondisi seperti ini, Minkyu tidak mencari Lareina saat dia pertama membuka matanya. Minkyu reflek menoleh ke arah sumber suara dimana keramaian tersebut terjadi.

"Suster?? Ini kenapa???"

"Kondisi Eunsang tiba-tiba drop, Minkyu."

Melihat tempat tidur Eunsang diusung keluar kamar oleh tim medis, dunia Minkyu seakan runtuh untuk yang kesekian kalinya. Belum lama ditinggal Wei, sekarang dia harus melihat sahabatnya yang lain menderita. Apalagi, Eunsang adalah pasien pertama yang mengajaknya bicara saat Minkyu masuk rumah sakit. Minkyu tak sadar, air matanya jatuh dalam lamunannya.

"Kyu....... Lo yang sabar ya......." Ucap Mogu.

"Bang, gue cape."

"Tenang aja, Eunsang ga akan kenapa-napa kok. Eunsang kuat, pasti dia bisa ngelewatin ini semua."

"Lama-lama gue stress kalo liat satu persatu temen gue pergi, Bang. Kita baru aja kehilangan bang Wei. Gue gamau kehilangan Eunsang."

"Enggak Kyu, enggak. Tenang aja....."

"Kalo bulan ini emang kita semua harus mati, gue bakal milih buat mati duluan bang. Karena gue gamau ngerasain kehilangan lo."

"Sssst....... Kyu, lo ngomongnya yang bagus dong. Gaboleh kayak gitu."

"Bang, gue mau pergi aja dari rumah sakit. Gue gakuat kalo harus denger kabar duka lainnya."

"Jangan, lo belum sembuh—"

"Terserah bang Mogu, pokoknya gue mau pergi!"

********

Tak terasa, hari sudah malam. Namun, Eunsang tak juga kembali ke kamar perawatan itu. Pasti sudah terjadi sesuatu yang buruk padanya, itu yang sekarang ada di pikiran Minkyu dan Mogu.

Sementara Mogu masih bisa menikmati makan malammya, Minkyu hanya melamun dan memberikan tatapan kosong. Nafsu makannya kembali hilang karena shock akan kejadian tadi.

"Minkyu, ayo makan. Jangan diliatin doang nampannya." Pinta Mogu.

"Nggak mau."

"Ayolah, Kyu...... Lo mau sembuh kan?"

"Nggak. Kalo sampe Eunsang kenapa-napa, mending gue mati sekalian."

Tok tok tok.......

"Selamat malam......."

Dokter Minhyun masuk ke kamar tersebut dengan raut wajah lemas. Kedua pasien yang tersisa semakin yakin kalau beliau akan menyampaikan kabar buruk.

"Yah, Eunsang—"

"Ayah minta doa restu dari kalian ya....... Saat ini, Eunsang sedang berjuang melewati masa kritis."

Lantas, Minkyu langsung menangis sejadi-jadinya. Dokter Minhyun menghampiri anak angkatnya itu dan memeluknya erat-erat.

"Hiks........"

"Yah....... Minkyu mau pulang aja....... Minkyu nggak mau liat temen-temen sekamar Minkyu pergi satu persatu......."

"Tapi Minkyu—"

"Minkyu stress, Yah...... Minkyu gamau ditinggal Eunsang........"

"Ssst..... Iya iya, udah jangan nangis yaa....."

"Pokoknya Minkyu mau pulang sekarang."

"Iya, Sayang..... Ayo, kamu makan malem dulu."

"Nggak mau, Yah. Minkyu ga nafsu makan."

"Kalo kamu mau makan ini sampe habis, ayah janji bakal nganterin kamu pulang ke rumah. Oke?"

"Hiks......."

"Sini, ayah suapin. Mau yaa?"

********

Sesuai janji, dokter Minhyun benar-benar memulangkan Minkyu malam itu juga. Beliau terpaksa menuruti kemauan Minkyu, karena khawatir anak itu akan drop saat melihat kondisi temannya. Dokter Minhyun hanya tidak mau kehilangan anak untuk yang kedua kalinya.

"Minkyu."

"Iya, Yah?"

"Ayah kan udah nurutin kemauan kamu. Sekarang, kamu harus nurut sama ayah."

"K-kenapa?"

"Sampe rumah, kamu harus tidur. Nggak boleh belajar lagi. Kalo mau belajar, besok aja. Kamu nggak boleh banyak pikiran."

"I-iya, Yah."

Apakah Minkyu benar-benar menuruti kemauan beliau? Tentu tidak. Sesampainya di rumah, ia langsung mengunci kamar tidurnya dan membuka buku latihan soal untuk melupakan kesedihannya. Minkyu berusaha semaksimal mungkin agar pikirannya tentang Eunsang teralihkan.

*******

Insight | Kim MinkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang