35. Pengkhianat

1.1K 174 21
                                    

Sejak kematian adiknya, Minkyu selalu terlihat murung. Ia jarang tersenyum, kecuali jika bertemu orang lain. Maka dari itu, teman-teman satu sekolahnya tidak ada yang tahu kalau Minkyu baru saja mengalami musibah. Bahkan Lareina, calon mahasiswi psikologi yang notabenenya sering memperhatikan Minkyu pun tidak menyadarinya. Minkyu sangat pandai dalam menutupi rasa sakit yang ia alami itu.

Tanpa Minkyu sadari, ia juga sering melamun tanpa tahu tempat. Pikirannya melayang kemana-mana. Mulai dari rasa sedih karena kehilangan Hyeongjun, orang tua yang terus bertengkar, dan penyakit yang terus mengganggu aktivitasnya.

"Kim Minkyu, kamu kok daritadi ngelamun terus sih? Ada apa?" Tanya pak Sunho saat sedang menjelaskan soal matematika.

"Eng—gapapa, Pak."

"Kamu merhatiin saya kan?"

"Iya, Pak."

"Kalau kamu memang memperhatikan, coba kamu kerjakan soal nomor empat puluh di depan kelas."

Tanpa pikir panjang, Minkyu langsung maju dan mengerjakan soal tersebut. Semua caranya benar, hanya saja, jawaban Minkyu salah. Mungkin, dia tidak teliti.

"Jawabannya bukan itu, Kim Minkyu. Makanya, perhatikan kalau saya sedang menjelaskan. Coba, siapa yang mau membenarkan?" Tanya pak Sunho pada seisi kelas.

"Saya, Pak!" Junghwan pun mengangkat tangan untuk membenarkan jawaban teman sebangkunya.

Dalam waktu kurang dari satu menit, Junghwan bisa mengerjakan soal tersebut dan mendapatkan jawaban yang benar. Teman-temannya pun salut, dan langsung bertepuk tangan.

"Nah, ini baru pinter. Yoon Junghwan selalu memperhatikan penjelasan saya." Puji pak Sunho.

Berpasang-pasang mata langsung melirik ke arah Minkyu, yang tidak bisa mengerjakan soal tadi. Lareina menatap sang ketua kelas itu dengan rasa iba.

"Dulu perasaan si Minkyu dipuji-puji semua guru deh? Kok sekarang jadi begitu sih?" Bisik Yunjin pada teman satu gengnya.

"Padahal kemaren dia sempet deket sama Siti deh? Kenapa ga minta ajarin Siti aja sih, dia kan ranking satu di IPA." Balas Minju.

Lareina yang mendengar obrolan tersebut langsung tertunduk. Sama seperti Minkyu, gadis ini juga sering menyalahkan dirinya sendiri, bahkan dalam masalah yang sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan dirinya.

"Apa karena Minkyu sering sama gue akhir-akhir ini? Gue kan nggak pinter matematika. Kebodohan juga bisa menular kan?"


"Sebentar ya, Pak. Saya izin ke kamar kecil." Ucap Minkyu sambil setengah membungkuk.

"Iya, silahkan."

Sesampainya di kamar mandi, lagi-lagi Minkyu muntah. Efek kemoterapi beberapa hari yang lalu masih terasa, namun dia memaksakan diri untuk masuk sekolah. Badannya pun masih sedikit demam karena efek sinar radioaktif.

"Hoek.........."

"Hoek.........."

"Ah, kenapa gue mual lagi sih?"

***********

KRIIIIIIIIING!

Bel istirahat makan siang pun berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar kelas. Dari kamar mandi, sudah mulai terdengar riuh keramaian.

"Gue harus ke kantin buat ngisi perut. Makanan gue udah keluar semua tadi." Ucap Minkyu.

Kali ini, Minkyu terlambat sampai di kantin. Hampir semua bangku sudah terisi penuh oleh siswa lain. Namun untungnya, Minkyu melihat Junghwan, Daehwi, dan Asahi yang sedang duduk di bangku ujung.

Insight | Kim MinkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang