Suasana di kamar rumah sakit sudah kondusif. Wei, Mogu, dan Eunsang pun kembali tidur dengan nyenyak, mengistirahatkan tubuh mereka yang meriang pasca terapi bergilir. Berbeda dengan Minkyu, ia menjadi satu-satunya pasien yang masih terjaga. Minkyu hanya duduk di tempat tidurnya dengan tatapan kosong.
"Aduh............ Badan gue masih demam aja. Padahal udah dikompres."
"Pusing pula, gimana gue mau tidur?"
Minkyu mengambil segelas air putih yang terletak di meja sampingnya. Ia hanya meminumnya sedikit, lalu meletakkannya lagi. Tampaknya, tubuh Minkyu sudah menolak untuk diisi.
"Hidup gue kok makin berat ya?"
"Ga cuma memberatkan diri sendiri, tapi juga orang lain."
"Buktinya, bapak sampe dateng ke rumah sakit dan bentak-bentak gue. Bapak ga salah, karena emang guenya yang banyak ngerepotin beliau."
"Kanker gue udah stadium tiga. Bapak bakalan banyak keluar uang buat ngobatin gue. Iya kalo sembuh, kalo mati kan sama aja boong?"
"Di saat yang sama, ranking gue turun terus. Biasanya selalu tiga besar, tiba-tiba jadi ranking sepuluh pas di tengah semester. Begitu pembagian rapot, gue ranking dua belas. Gue sebodoh itu ya? "
"Pantesan aja bapak kecewa sama gue."
"Kebayang ga sih Kyu, bapak harus nanggung biaya seberat apa? Biaya sekolah lo juga ga murah, Kyu. Selama ini lo cuma ngandelin beasiswa."
"Gue nggak tau lagi, kemana gue harus bersandar. Semua orang udah pergi ninggalin gue."
"Apa sih, yang bisa dibanggain dari hidup gue sekarang?"
Minkyu pun turun dari tempat tidurnya. Kebetulan, tempat tidur Minkyu paling dekat dengan jendela. Ia menarik tiang infusnya, lalu berdiri menghadap ke jendela besar itu.
"Kayaknya, udara di luar enak."
"Mumpung mereka bertiga tidur, gue pikir ini saat yang tepat."
Dengan nekat, tangan kanan Minkyu membuka jendela tersebut. Ia sempat melihat ke bawah. Tinggi juga, pikirnya. Jelas saja, kamar perawatan tersebut terletak di lantai lima belas gedung timur.
Minkyu sempat menoleh ke belakang, memastikan bahwa tiga pasien lainnya tidak ada yang terbangun. Perlahan-lahan, kaki Minkyu mulai menginjak sofa yang berada di dekat jendela. Tubuh Minkyu memang tinggi, namun ia tidak bisa menggapai jendela tersebut tanpa kursi. Hingga akhirnya, Minkyu pun sudah dalam posisi duduk di kayu jendela itu.
Angin dari luar jendela rumah sakit meniup rambut Minkyu. Ia sempat merasakan ketenangan dalam dirinya, biarpun hanya sesaat. Minkyu tak ingin lagi mengurungkan niatnya yang sudah ia tekadkan sejak lama.
"Sekarang aja kali ya?"
Minkyu menutup kedua mata indahnya. Secara kasar, ia mencabut selang infus yang terpasang di punggung tangan kirinya. Minkyu mulai menggeser tubuhnya ke arah luar secara bertahap, dan kedua kakinya sudah menggantung di luar jendela. Tinggal menunggu kapan dia siap untuk terjun bebas dari sana.
"Ayo Kyu, selesaikan semua urusan lo di umur 17 ini."
"Buat siapapun yang masih peduli sama gue, gue minta maaf."
Langit yang gelap dan suasana kota yang mulai sepi menjadi saksi bisu atas kejadian itu. Seorang anak laki-laki yang terlihat sempurna dan tidak pernah menderita di mata teman-temannya, ternyata bertekad untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang tidak wajar. Siapa yang menyangka, dia bisa melakukan hal itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Insight | Kim Minkyu
FanfictionMurid teladan yang menyembunyikan rasa sakitnya dari ruang publik....... Achievements: #1 in #2001 (31/08/2019) #2 in #01L (24/8/2019) #16 in #kpop (28/08/2019) #11 in #kimminkyu (17/08/2019) COMPLETED [01/08/2019 - 28/06/2020]