41. Multitasking

1K 167 11
                                    

"Oke, Anak-anak. Sekian untuk pelajaran kita hari ini, besok ulangan yaa!" Ucap bu Yumi sambil membereskan buku-bukunya.

"Oke, Buu!"

Setelah guru sosiologi itu meninggalkan ruang kelas, seluruh murid pun segera berkemas-kemas untuk pulang.

"Rei, lo abis ini free nggak?" Tanya Hitomi.

"Kenapa emangnya?"

"Ajarin gue dong, sumpah materi ulangannya banyak banget. Lo kan pinter tuh kalo soal hafalan."

"Ayo aja. Gue ngajarin sekalian nginget materi. Mau dimana?"

"Terserah. Gue ngikut."

"Perpustakaan kota aja gimana? Disitu ada ruangan khusus yang bisa dipinjem perorangan kok, jadi kita bisa ngobrol. Sekalian, abis belajar kita makan bareng. Mau?"

"Yuk!!"

Sementara Lareina dan Hitomi langsung tancap gas untuk belajar bersama, hal ini tidak berlaku pada Minkyu. Sesuai perjanjiannya dengan sang bapak, ia harus bekerja di pasar sampai seluruh dagangannya laku. Sebenarnya Minkyu tidak masalah dengan hal itu, karena dia sudah belajar sejak jauh-jauh hari. Namun, dia belum sempat me-review semuanya.

"Semoga gue bisa konsentrasi deh, belajar sambil jaga kios. Kan gue kerja sore, harusnya sih itu pasar nggak terlalu rame." Gumam Minkyu saat di perjalanan.

Sesampainya di pasar yang terletak di pinggir laut itu, Minkyu segera memarkirkan motornya, lalu menghampiri kios sang bapak. Sesuai dugaannya, bapak Minkyu tidak ada disana. Ia hanya diberi amanah untuk mengambil barang dagangan di bawah meja, lalu menjaga kios tersebut sendirian.

"Loh, kok dagangannya masih utuh? Emangnya daritadi nggak ada pembeli?" Batin Minkyu saat melihat wadah berisi jajanan pasar itu.

Minkyu tidak tahu, bahwa sang bapak tidak berjualan di pasar sejak tadi pagi. Beliau malah pulang ke rumah saat Minkyu berangkat sekolah, dan tidak kembali sampai sekarang. Maka dari itulah, dagangannya utuh. Semua tugas itu beliau limpahkan kepada Minkyu.

"Sambil nunggu pembeli, gue belajar dulu deh." Ucap Minkyu sambil membuka buku sosiologinya.


Baru sebentar Minkyu membaca buku, kondisi pasar sudah ramai, sehingga mengganggu fokusnya. Dugaan Minkyu bahwa pasar akan sepi di sore hari itu meleset. Saat itu sudah mendekati waktu maghrib, dimana banyak orang tua yang ingin membeli makanan untuk anak-anaknya.

Seramai-ramainya kondisi pasar, tidak ada satupun orang yang berkunjung ke kios Minkyu. Mereka hanya berlalu-lalang tanpa menoleh ke arahnya sedikitpun. Minkyu berusaha sabar, karena pasti akan ada orang yang membeli dagangannya sebentar lagi.

"Semoga dagangannya cepet laku deh, kasian bapak. Biaya pengobatan kanker gue kan nggak murah. Emang seharusnya gue yang bertanggung jawab nge-handle ini semua, karena gue yang sakit dan bikin perekonomian keluarga makin susah." Ucap Minkyu dalam hati.


"Permisi, Mas!" Sapa seorang ibu yang membawa dua anaknya.

"Selamat sore, Bu! Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya mau beli kuenya dong......"

"Boleh....... Yang mana, Bu?"

"Yang merah empat, kue lapisnya dua, sama minuman yang itu dua gelas ya!"

"BU, KAKAK MAU YANG ITU!!!!!" Sang anak yang memegangi rok ibunya merengek minta dibelikan kue.

"Yang mana, Dek?" Tanya Minkyu lembut.

"Itu kak!! Yang bulet!!!"

Minkyu tersenyum kepada anak kecil itu, seraya melayaninya. Ia senang, akhirnya ada orang yang mengunjungi kiosnya dan langsung membeli dalam jumlah banyak.

"Ini ya, Bu!" Ucap Minkyu sambil menyerahkan satu kantong plastik berisi kue.

"Makasih, Mas! Ini uangnya........"

"Terima kasih, Bu."

Minkyu bernafas lega. Biarpun dagangan itu masih tersisa banyak, setidaknya sudah ada satu orang pembeli yang menyisihkan uang untuk membantu hidupnya.

"Alhamdulillah, semoga rejeki ibunya lancar........"



Hari sudah semakin gelap, dan tingkat keramaian pasar mulai berkurang. Para penjual yang berada di sekitar Minkyu sudah ada yang membereskan kiosnya, dan bersiap untuk pulang menyambut keluarga di rumah. Di lorong itu, hanya tersisa Minkyu dan dua orang lainnya, yang dagangannya sudah hampir habis.

"Kayaknya gue bakal jadi orang terakhir yang ninggalin pasar ini. Tapi gapapa, kalo sepi gini kan gue bisa konsen belajar lagi."

Sifat rajin Minkyu memang sudah mendarah daging. Dalam kondisi seperti ini pun, dia masih sempat untuk mengulang materi. Sebenarnya, dia sama seperti Lareina yang tidak bisa belajar di tempat ramai. Namun apa boleh buat, saat ini Minkyu harus melaksanakan dua kewajiban sekaligus.

Saat sedang asik menghafal materi, tiba-tiba seluruh badan Minkyu terasa sakit. Minkyu sempat memijatnya perlahan, tapi usahanya itu tidak bekerja. Rasa nyeri terus menyiksa tubuhnya, terutama di bagian kaki dan punggung.

"Aduh....... Kayaknya karena gue kebanyakan lari hari ini. Gue kan gaboleh terlalu cape."

Sejenak, Minkyu menyenderkan kepalanya di meja kios. Ia merasa pusing, dan pandangannya mulai kabur. Padahal, dia sudah memakai kacamata. Minkyu meraba keningnya perlahan, dan benar saja, badannya panas.

Minkyu berusaha mencari obatnya di dalam tas. Namun sayangnya, baru berdiri sebentar, rasa pusing yang menyerangnya itu semakin parah. Tak lama, Minkyu mimisan. Darah yang keluar dari hidungnya tak kunjung berhenti.

Minkyu reflek menuju kamar mandi untuk mencuci hidungnya. Darahnya sudah menetes dimana-mana, bahkan tissue yang Minkyu bawa tidak cukup untuk menampungnya. Sebenarnya ini pertanda bahwa tubuh Minkyu sudah sangat drop, namun dia sama sekali tidak peka.

"Kok darahnya ga berhenti-berhenti sih? Ngalir terus......." Gumam Minkyu sambil menyumbat lubang hidungnya dengan tissue.

Berbagai cara Minkyu lakukan untuk menghentikan pendarahannya, namun tidak berhasil. Gumpalan darah terus keluar dari hidungnya, hingga tubuh Minkyu melemah.

"Jam segini dokter Minhyun masih praktek nggak ya? Gue ke rumah sakit aja deh."

Minkyu segera mencari nomor telepon dokter Minhyun. Ia berniat untuk membereskan dagangannya dan langsung bertolak ke rumah sakit. Namun, Minkyu terkejut saat melihat meja kiosnya. Seluruh barang dagangannya lenyap.

"Astaga........ Lo kok bodoh banget sih, Kyu???"

"Kok bisa ilang nggak bersisa gini ya?"

"Mana nggak ada CCTV......."

Sontak, Minkyu berkeliling ke kios yang masih buka, untuk menanyakan apakah ada orang yang masuk ke kiosnya atau tidak. Naasnya, mereka hanya geleng-geleng kepala.

"Yaampun, gue harus ngomong apa sama bapak?"

*******

Insight | Kim MinkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang