96. Wish

808 116 10
                                    

Lutut Minkyu langsung melemas setelah dirinya mendengar informasi curian dari dokter Minhyun tadi. Minkyu bahkan hampir jatuh, untungnya Eunsang buru-buru menahan tubuhnya.

"Kyu, udah yuk, balik ke kamar aja?"

"Nggak, Sang. Gue nggak mau."

"Loh, kenapa?"

"Sama aja kan, ujung-ujungnya bakal mati? Ngapain gue berobat lagi?"

Tak peduli dengan Minkyu yang keras kepala, Eunsang terus memaksanya untuk kembali ke ruang perawatan. Ia berusaha menarik tiang infus Minkyu, namun sayang, Minkyu menepis tangannya. Tatapan Minkyu mendadak dingin dan kosong layaknya raga yang ditinggalkan oleh ruhnya.

"Kyu, ayolah, percaya sama gue. Lo bakalan sembuh kok."

"Atas dasar apa lo ngomong gitu, Sang? Lo bahkan bukan dokter atau tenaga medis. Hidup gue udah nggak lama lagi, gue bakal meninggal."

"Minkyu, jaga kata-kata lo."

"Kenapa harus gitu?"

"Mungkin ini terdengar menjijikkan, tapi gue gamau kehilangan lo. Gue mau lo sembuh, sama kayak gue sekarang."

"Gue cape berjuang, Sang. Badan gue udah nggak kuat. Gue mau selesai aja."

"Lo harus tau, Kyu. Ga cuma gue yang nungguin kesembuhan lo. Lo masih inget Lareina kan? Coba bayangin, gimana perasaan dia kalo tiba-tiba lo tinggal untuk selamanya? Pasti hati dia ancur, Kyu. Gue mohon, kalo lo nggak bisa berjuang sembuh untuk gue, lakuin ini semua buat Lareina."

Deg.

Jantung Minkyu berdebar lebih cepat saat nama itu disebut. Lareina. Sontak, Minkyu berfikir, berapa jumlah hari yang tersisa untuk dirinya dan Lareina? Manakah yang akan terjadi lebih dahulu, kepergian Lareina menuju Australia, atau kepergiannya menuju surga?

*********

"Minkyu, seperti biasa, ayah mau periksa badan kamu yaa?" Ujar dokter Minhyun sambil melangkah mendekati anaknya.

"Iya, Yah."

"Sekalian, ayah mau ngasih tau hasil pemeriksaan terakhir tentang perkembangan kankermu."

Raut wajah Minkyu tampak pasrah. Pikiran negatifnya semakin menjadi-jadi saat melihat Mogu yang terbaring lemah tak berdaya di kasurnya. Sepertinya, ia baru saja menerima kabar buruk mengenai penyakitnya.

"Minkyu......"

"Hasil laboratorium ini mengatakan bahwa kanker darah yang kamu derita sudah menyebar luas ke organ tubuh lainnya."

"Makanya kamu sering mengeluh pusing, karena sel kankermu sudah sampai ke otak."

Minkyu sempat menatap ayahnya sejenak. Biasanya, anak itu melakukannya sambil tersenyum. Namun kali ini tidak. Hanya raut wajah dingin yang terlihat dari kedua mata ayahnya.

"Minkyu tau kok, Yah. Dan Minkyu udah denger semuanya."

"Denger apa, Nak?"

"Semuanya. Semua yang ayah sembunyiin dari Minkyu selama ini."

"Eng—ayah nggak ngerti maksud kamu. Emangnya ayah nyembunyiin apa?"

"Soal sisa umur Minkyu yang nggak lama lagi. Bener kan, Yah?"

Dokter Minhyun bungkam. Kulitnya yang putih bersih berubah menjadi kemerahan, begitu pula kedua mata indahnya. Berulang kali beliau menarik nafas dalam-dalam agar tangisnya tidak pecah. Faktanya, semakin lama beliau menghabiskan waktu bersama Minkyu, semakin perih pula hatinya. Akhirnya, dokter Minhyun pun memilih untuk berbalik badan dan meninggalkan ruang perawatan.

"Tunggu, Ayah. Jangan keluar dulu." Ucap Minkyu sambil mecegat tangan ayah angkatnya.

"Kenapa, Nak? Ada yang mau kamu sampaikan?"

"Iya. Dan Minkyu mau ayah turutin ini sebelum Minkyu pergi."

"Ngomong sama ayah, Nak. Kamu mau apa? Pasti ayah turutin. Kamu mau ayah bawain makanan dari restoran paling mahal di kota ini? Atau ayah beliin handphone baru yang kamu mau sejak dulu? Atau—"

"Nggak, Yah. Bukan itu yang Minkyu mau. Barang bisa dicari, tapi yang ini enggak."

"Apa itu?"

"Minkyu mau keluar dari rumah sakit sekarang juga. Minkyu mau pulang."

"T-Tapi, keadaanmu membutuhkan bantuan medis, Minkyu. Kamu harus tetep di rumah sakit."

"Ayah, hidup Minkyu tinggal beberapa bulan lagi. Seenggaknya, Minkyu sempet bikin ayah bangga sebelum Minkyu mati. Minkyu mau ikut Ujian Nasional, Minkyu mau keterima di universitas yang selama ini Minkyu perjuangin. Minkyu pengen buktiin sama ayah, kalo Minkyu bukan anak angkat yang jadi beban buat orang tuanya. Minkyu pengen bisa kayak almarhum Jinyoung. Dia hebat, makanya dia bisa bertahan di hati ayah sampe sekarang, biarpun dia udah nggak ada."

"Satu lagi, Minkyu mau ngabisin waktu sama seseorang yang selalu ada buat nyemangatin Minkyu. Dari waktu Minkyu masih sehat, sampe keluar masuk rumah sakit kayak sekarang, dia nggak pernah pergi. Dia sabar dan tulus banget sama Minkyu. Sebentar lagi, orang itu bakal mengadu nasib di negeri orang dalam waktu lama. Minkyu takut kalo dia nggak bisa liat Minkyu lagi sebelum ninggalin Indonesia."

"Boleh kan Yah, kalo Minkyu keluar dari rumah sakit buat hidup seperti biasa? Nggak akan lama kok, Yah. Cuma tiga bulan kan? Minkyu janji nggak akan bikin ayah khawatir."

Suasana ruang perawatan berubah sendu. Dokter Minhyun langsung memeluk Minkyu erat-erat seraya meneteskan seluruh air matanya di punggung anak itu. Eunsang yang masih disana untuk menjenguk sahabatnya pun ikut menangis. Di satu sisi, mereka sangat mencemaskan kesehatan Minkyu. Tetapi di lain sisi, mereka juga ingin melihat Minkyu menggapai mimpinya sebelum waktunya tiba.

"Kyu......" Panggil Mogu dari tempat tidurnya.

"Iya, Bang?"

"Lo juga orang hebat. Di saat kondisi tubuh lo udah sejatuh ini, lo masih memperjuangkan kebahagiaan orang lain. Gue salut sama lo, Kyu."

Minkyu hanya menjawab pujian Mogu dengan senyum tipis. Ia tidak tahu bahwa kalimat itu adalah kata-kata terakhir dari Mogu sebelum dia melangkah pergi. Entah kemana.

"Dok?? Bang Mogu kenapa??" Tanya Eunsang panik.

"Astaga, Koo Mogu!!"

Dokter Minhyun segera menghampiri pasien berusia sembilan belas tahun itu untuk memeriksa denyut nadinya. Dan ternyata, Mogu tak lagi bernyawa. Hanya tubuh pucat dan kaku yang terlihat di balik selimut tebal itu.

"Bang Mogu........ Hiks......." Eunsang menangis sambil memeluk jenazah teman seperjuangannya itu.

"Bangun, Bang......."

"Ayo sembuh, supaya kita bisa jalan bareng sama Minkyu. Gue mau kita bertiga survive, Bang....."

"Suster, tolong kabarkan keluarga Koo Mogu untuk segera kesini." Pinta dokter Minhyun kepada tenaga medis lainnya.

"Baik, Dok!"

"Dan sebentar lagi, gue akan nyusul bang Mogu."


******

Halo, Readersku!!

Pertama-tama, author mau ngucapin selamat tahun baru 2020!! Semoga apa yang kalian harapkan di tahun ini terkabul yaa!

Author minta maaf karena telat update, sesuai janji kan harusnya author udah update dari tanggal 1 Januari kemaren. Tapi author sakit pas balik liburan huhu, jadinya ngaret seminggu deh....

Author bakal berusaha semaksimal mungkin untuk fast update berhubung author masih banyak waktu luang, so stay tune guys! Jangan lupa vote dan comment seperti biasa yaa supaya author semangat buat lanjutin sampe tamat!!


💓,

Danielmidam.

Insight | Kim MinkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang