5

123K 5.6K 276
                                    

Raka sakit

Setelah Insiden semalam,  Raka tidak terlihat pagi ini.  Dia lebih dulu ke sekolah dan hanya meninggalkanku uang dua puluh ribuan di depan pintu kamar.  Dasar Raka memang bodoh,  nyebelin. 

Aku keluar dari angkot,  lalu berjalan beberapa meter menuju gerbang sekolah. 
Ini sudah jam setengah delapan,  sudah terlambat  dua puluh menit,  kulihat Bu Sinting  sedang menunggu siswa yang telat,  seperti  aku.  Dari jarak  sepuluh langkah Bu Sinting terus menatapku tajam,  tak  kalah tajam  seperti  matanya si galak Raka. 

"ALUNA!" suara Bu Sinting  merambat di gendang telingaku,  lalu aku terkekeh melihatnya. 

"Sudah berapa kali Ibu bilang kalau datang  itu tidak boleh  terlambat!" suara Bu Sinting  melengking nyaring,  lalu membukakan gerbang  sekolah sambil menjewer telingaku sekaligus menyeretku masuk ke sekolah. 

"Wuaaaah!" aku berteriak keras,  aku rasa telingaku ini sudah sangat merah.  Nggak bu sinting nggak si galak,  sama-sama hobi jewer  kuping orang,  menyebalkan. 

"Ikut saya kelapangan." umpat Bu Sintung. 

Bu Sinting ini adalah guru BK guru kesayangan anak osis yang suka menghukum anak-anak anti Mainstream.

"Berdiri  di sini dan beri hormat pada bendera." tutur Bu Sinting. 

Aku mendengus kesal,  lalu menatapnya sedikit tidak suka.  "Tatapan macam apa itu." umpat Bu Sinting. 

Aku segera berdiri menghadap  tiang bendera,  lalu hormat  sambil  mendongak ke atas,  hukaman seperti  ini si,  sudah sering aku terima,  ini bukan masalah besar. 

"Teruskan seperti  itu sampai jam istirahat!"  kata Bu Sinting tajam.  "Awas kalau berulah lagi." ancamnya.  Dia pergi di ujung lapangan lalu seperti  tengah memanggil seseorang  dan bicara padanya. 

Dari jauh aku melihat Raka menghampiriku,  dia menatapku dingin, lalu ikut berdiri di sampingku.

"Apa lo liat-liat." kataku sinis,  dia hanya diam,  masih memandangiku dengan tatapan dingin.

"Bisa nggak sih,  nggak usah telat masuk sekolah." gumamnya. 

Aku mendengus kesal "Harusnya lo bangunin gue,  bukan malah ninggalin gue." dengusku. 

"Gue kangen Mama." seruku menatapnya. 

Dia menatapku,  kali ini tanpa tatapan dinginnya.  "Mungkin  akhir pekan baru bisa kesana." jawabnya. 

"Kenapa,  kenapa harus akhir pekan." omelku. 

"Karena gue sibuk,  Luna."

"Gue nggak minta lo ikut juga ke rumah,  gue minta uang atau gue minjem motor lo buat pulang." ocehku. 

"Motornya di pake Luna, buat gue ngajar les,  dan gue belum punya uang buat ongkos sekaligus bawaan buat Mama." tuturnya. 

"Lo ngajar les?"

"Menurut lo,  selama ini uang lo itu darimana kalau bukan dari gue ngajar les." ocehnya,  dia menatapku sinis. 

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang