51

68.6K 3.2K 101
                                    

Gemeeeeeeees

Saya membuka knop pintu, lalu mendapati Luna yang sedang duduk membaca buku. Dia tampak serius sekali, dengan segelas susu di meja dan ponsel yang menyuarakan hujan.

Saya ikut nimbrung di sampingnya, "Kok pulang duluan." Gumamku pelan.

Dia melirikku sekilas lalu akhirnya melanjutkan membaca buku kembali.

Aku meletakan satu bungkus coklat di halaman buku yang sedang dia baca. Lalu mengangkat coklatnya dan menatapku kemudian.

Ekspresi nya mungkin akan bertanya ini maksudnya apa.

Kurasa begitu.

"Buat Luna." Ucapku sambil melempar senyum. Dia mendengus, lalu segera membuka bungkusnya dan memotong menjadi dua bagian.

Dia memberikannya satu bagian untukku, lalu sebagian yang lain dia lahap sambil membaca buku lagi. Heeh, ini saya di cuekin.

Karena bingung juga, akhirnya saya cuma memandanginya sambil ngemut coklat, padahal pengen nya sih ngemut bibir Luna.

ASTAGA! UCAPAN GUE UDAH AKUT.

"Luna." Gumamku pelan.

"Lunaaaaaaaaa..." Kali ini aku teriak.

Dia menatapku sebal, "Apaan sih!" Bentaknya lalu berdiri dan mengangkut segelas susunya menuju kamar.

Dia kembali lagi di kursi untuk mengambil ponselnya yang tergeletak, lalu dengan sekali hentakan, saya menarik dia sampai posisinya duduk di pahaku.

Dia menggeliat seperti Cacing terkena panas, lalu ku lingkarkan tanganku di perutnya sedikit kuat, tenaga Luna ini berasa gada habisnya lho.

"Raka sayang sama Luna." Ucapku,

Luna berhenti bergerak, cukup lama tanpa reaksi, akhirnya kuulang kalimat tadi.

"Luna, Raka sayang banget sama Luna." Bisikku tepat di telinganya. Sedikit kecupan di rambutnya, membuat dia bergerak gelisah karena tak nyaman

"Luna denger kan? Kalau Ivan Raka Pratama itu sayang banget sama Aluna." Aku mengulangi kalimatnya lagi, dia menoleh ke arahku, sorot matanya redup, aku tersenyum menatapnya. Lalu merapihkan rambutnya yang acak-acakan.

"Jangan diem-dieman gini yah,"

Dia menggembungkan pipinya. "Kamu tuh nyebelin Raka." Omelnya.

"Akutuh malu, aku kesel sama kamu, ih pokoknya kamutuh ngeselin!" Omelnya sambil memukul-mukul manja dada bidangku. Saya terkekeh, Luna kembali lagi seperti semula.

"Malu kenapa coba."

"Lebihnya takut, takut kalau kamu nggak sayang sama aku. Takut di kira murahan sama kamu." Gumamnya pelan. Saya tertawa ngakak.

Sejak kapan aku mikir Luna murahan si?

"Murahan karena ngomong sayang ke aku?" Tanyaku di sela-sela tawa. Dia mengangguk mantap.

"Ya Allah Luna, kamu gemesin banget sih. Mana ada aku mikir gitu." Kataku lalu tertawa lagi. Dia mencubit perutku.

"Kamu itu istri aku, wajar kalau kamu sayang sama aku, wajar juga kalau aku sayang sama kamu."

"Ya tapi kan, kita nikah juga karena perjodohan." Ucapnga cepat.

Aku meletakan Luna di sebelahku, biar lebih leluasa menatap wajah ayu-nya.

"Aku udah suka sama Luna sejak awal aku ngucap bismillah buat nikahin kamu." Kataku. Dia menatapku heran.

"Jadi, aku udah di kasih tahu sama Mama kalau umurku udah tujuh belas tahun mau di jodohin sama salah satu anak temennya Mama." Kataku.

"Naah, selama itu juga aku nyari tahu siapa orang yang bakal Mama jodohin buat aku. Eh ternyata cewek biang kerok bernama Aluna." Lanjutku, dia tampak mendengus kesal, tapi tidak mengatakan apapun.

"Nah waktu aku tahu aku di jodohin sama kamu, akutuh berasa kayak lagi ada di satu ruangan di lantai sepuluh terus ada gempa sepuluh Skala Richter. Dan sialnya aku nggak bisa kemana-mana, aku kejebak didalam sana." Ujarku.

"Aku kacau waktu itu, belum lagi Mama datengin Ustadz buat belajar tentang pernikahan tiap malem, kayak gimana cara berkomunikasi yang baik sama Istri dalam Islam, gimana cara melakukan hubungan suami istri yang benar menurut Islam." Kataku.

"Haduh, pokoknya aku mabok agama tiap malem, itu terjadi selama satu bulan. Aku pikir udah selesai, tapi setelahnya Mama justru datengin aku sama Psikolog, buat jelasin aku karakter-karakter dan cara nanganinya." Tuturku. Dia menatapku serius, entah ada dimana pikirannya, mungkin sedang menyimak atau sedang nge-halu.

"Dari sana, aku jadi tertarik sama kamu. Kamu yang bandel, nggak mentaati peraturan, suka buat onar, suka di hukum. Aku suka dari situ. Kayak seakan aku pengen jadiin kamu objek pengamatanku."

"Tapi kok, kamu dulu nyuruh aku buat nolak?" Tanyanya.

"Soalnya aku belum siap lahir batin buat punya istri, Luna. Maksudku aku nggak tahu bisa jamin kamu apa nggak." Jawabku. Dia mengangguk-angguk paham.

"Terus asal kamu tahu, sejak awal aku selalu cium kamu kalau kamu lagi tidur, katanya sih itu memperkuat hubungan suami-istri, karena aku belum berani pas kamu sadar, jadi pas kamu tidurpun nggak apa-apa." Kataku sambil terkekeh.

Dia menatapku sambil memajukan bibirnya, "Mesum!" Pekik nya sambil memukul bahuku.

Aku tertawa sekali lagi. "Nggak apa-apa, buktinya doaku terkabul."

"Doa apa?"

Doa yang aku ucapin tiap malem buat kamu, Luna.

"Rahasia. Hehe."

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang