38

70.5K 2.9K 388
                                    

Hukum Newton tiga

"Kak Raka, emang bener kalau Kak Luna itu pacarnya kakak?" Tanya adik kelas entah siapa

"Kenapa gue harus jawab?"

"Alasannya karena gue kepo kak, hehe." Ujarnya sambil cengengesan.

Saya sedang di kantin, sedang beli gorengan buat saya bawa ke kelas.

"Kak Raka, tadi gue lihat Sela sama Luna berantem." Ujar Ade Anggota Osis kelas satu.

"Beneran?" Aku menatapnya tajam seakan nggak percaya sama apa yang aku denger.

Dia mengangguk yakin.

Aku mengambil gorengan dan memberikan uang sepuluh ribuan. Lalu melesat pergi mencari keberadaan Luna dan Sela.

"Mi, lihat Luna sama Sela?" Tanyaku saat berpapasan dengannya di koridor.

Dia menunjuk lapangan dengan telunjuknya.

"Pacar lo lagi di hukum sama si Sela." Katanya datar.

Aku mengamati mereka berdua dari jarak sepuluh meter, aku di bohongi oleh Ade, parah banget.

Luna emang bener sedang sama Sela, tapi mereka nggak lagi berantem. Luna seperti sedang memunguti sampah di lapangan, sedangkan Sela hanya sedang menunjuk-nunjuk sampah yang ada di sudut-sudut lapangan.

Saya kembali lagi ke kantin untuk membelikan Luna air mineral dingin. Lalu kulihat Ade menatapku sambil tertawa jahil.

"Kenapa kak?" Godanya.

"Lo mau gue pecat dari jabatan lo yah!" Bentakku.

Dia tampak gelagapan. "Elah ketos, maaf kali. Lagian kan kejadian langka banget pacar sama selingkuhan akrab kayak gitu." Ucap Ade sambil nyengir.

Aku menatapnya tajam "ADE!" Bentakku.

Dia tertawa lagi, "Ampun bos." Katanya lalu lari entah kemana.


Aku menghampiri Luna yang sedang duduk di pinggir lapangan, tangannya mengibas-ibaskan wajahnya, mungkin gerah.

"Gerah yah?" Tanyaku, lalu ikut duduk di sampingnya.

"Raka, air minum buat aku yah? Makasih yah." Kata Sela tiba-tiba menyambar air minum yang kuletakan di samping.

Aku dan Luna melongo di buatnya. Ini teh beneran Sela? Sejak kapan Sela kayak gitu eh.

Aku menatap Luna yang tidak menunjukan reaksi apapun. Lalu menatap Sela sekali lagi sambil mengangguk. "Yaudah ambil aja." Jawabku pelan.

Dia tersenyum, "Makasih yah, Raka." Ucapnya seraya duduk di sampingku.

Aku melirik Luna yang sudah pergi dari sisiku, mungkin ke kelasnya atau ke kantin mencari Indra.

"Ka, aku minta maaf sikap aku kemarin-kemarin buruk sama kamu." Ucap Sela lembut,

"Kamu tahu Raka, kita ini temenan udah lama udah setahun setengah, pas ada kabar kamu pacaran sama Luna aku jujur aja sakit."

"Hmm." Kataku menanggapi.

"Kenapa kamu nggak bilang sama aku? Kenapa aku harus tahu dari orang lain, Raka." Kata Sela sambil memainkan intonasi nya.

Dia memberikan air mineral padaku, kebiasaan Sela yang nggak bisa membuka segel di air minum.

"Nih." Ucapku sambil memberikan botol yang sudah terbuka.

"Kenapa gue harus bilang?" Tanyaku setelah kami diam-diaman beberapa detik.

Sela menoleh ke arahku "Kalau ada apa-apa tolong bilang ke aku Raka, kalau kamu mau nikah, mau pacaran, bahkan mau mati sekalipun,-

Sela berjeda sesaat untuk menegak air minumnya.

"Biar aku memoersiapkan diri buat nggak bergantung sama kamu." Lanjut Sela. Dia menghela nafas, lalu menyentuh pundakku

"Kamu tahu, Aluna itu suka di hukum di sekolahan, nggak cerdas juga orangnya. Apalagi nggak pernah mentaati peraturan sekolah dan lagi, ucapan dia kasar. Itu semua bukanlah tipe kamu, kan.terus kenapa kamu pacarin dia?" Tanya Sela

Saya jadi inget kata ucapan Tere Liye dalam Novel serial Bumi ; Apa yang terlihat bisa jadi tidak seperti yang kita lihat, apa yang tidak ada bukan berarti benar-benar lenyap, ada banyak sekali jawaban dari tempat-tempat yang hilang.

Dan kita hanya perlu memerlukan sedikit banyak sudut pandang untuk mengenal dan melihat Aluna Ratu Az-Zahra.

"Atau kamu cuma kasian atau sebenarnya Aluna yang nembak kamu?" Tanya Sela makin mengada-ada.

Aku menghempaskan tangan Sela pelan dari dadaku, lalu menggeleng cepat. "Lo nggak akan bisa memahami apa yang menjadi alasan buat gue milih Luna."

"Yaudah kasih tahu alasannya apa?" Tanyanya

"Alasannya cukup gue simpen sendiri aja yah." Ucapku.

"Lagian kan, lo kan lebih mengenal Luna lebih dulu di banding gue."

Sela terhentak, diam membisu seakan saya baru aja membuka satu rahasia dari nya.

"Aluna ngomongin apa aja tengang aku?" Tanyanya sedikit terbata

"Harusnya lo tahu, kalau Luna itu nggak suka ngomongin orang."

Dia menghela nafas sesaat. "Aku sama Luna emang pernah sekelas pas SMP, cuma sekedar itu Raka, bahkan ngobrol aja nggak pernah karena Aluna itu sombong banget orangnya." Ucap Sela lembut.

Aku meliriknya tajam, kontrol Raka!

Ternyata ucapan-ucapan Sela yang lembut yang di puja-puja orang mengandung banyak kebohongan, yah.

Jika Sela lebih mengenal Luna, harusnya dia tahu kalau Luna pernah menjadi juara Olimpiade Sains waktu di SMP, nggak mungkin bukan, dia lupa akan hal itu? Ucapan nya nggak relevan, seperti hukum Newton tiga.

Apa yang dia ucapkan berbanding terbalik dengan kebenaran nya.

"Terus Raka, bukankah kamu bilang kalau kamu itu sukanya sama Bulan?" Tanya Sela lagi.

Aku mengangguk mantap. "kok malah pacaran sama Luna?"

Saya memang pernah cerita jika orang yang saya cintai adalah Bulan, cewek mungil yang baik hati mau temenan sama aku di masa kecil.
Tapi Bulan pergi, rumahnya pindah dan sampai sekarang saya tidak pernah bertemu dengannya.

"Anggep aja kalau Luna itu adalah Bulan." Jawabku,

"Udah yah, Sela. Gue mau ke kelas." Kataku sambil tersenyum.

"Ih ikut..." Ucapnya cepat.

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang