10

114K 4.6K 50
                                    

Minggu

Ini hari Minggu, dan aku cuma guling-guling di kasur tanpa tahu mau ngapain. Si galak Raka sedang ngajar les, setengah jam lalu berangkat.

Di kontrakan tidak ada televisi, kata Raka itu mengganggunya belajar, padahal kalau di rumah dia selalu nonton tv, menyebalkan.

Omong-omong, kasus kemarin di rahasiakan oleh sekolah, kepala sekolah meminta orang tua Darrel menemuinya dan membicarakan lebih lanjut tentang anaknya. Darrel mengundurkan diri dari sekolah, dan dia tidak bisa di laporkan ke polisi sebab masih di bawah umur, dari yang aku dengar, orang tua Darrel meminta maaf kepada Antonio dan keluarganya.

Kemarin, saat semua orang tahu Darrel mengundurkan diri, orang-orang beranggapan kalau Darrel depresi karena di tolak cintanya denganku, pret.

Dreeet...

Ponselku berdering, si dugong Jantan Indra memvideo call.

"Hoy!" Kata Indra di seberang sana. Aku menatapnya datar.

"Lunaaaa!" Suara perempuan terdengar memekik, lalu layar memunculkan Febi yang sedang makan es krim.

"Gimana sama kaki lo?" Tanyanya, aku tersenyum lalu mengarahkan kamera ponsel di kakiku yang di perban. 

"Belum terlalu baik." Jawabku.

"Kita kesana yah." Kata Febi, "Lo mau di bawain apa?"

Tadinya aku antusias mereka mau menemuiku, sebelum aku sadar jika aku tidak lagi ada di rumah.

"Bebeb Lunaaa, kita otw kesana." Kata Indra sambil memamerkan gigi putihnya.

Aku menggeleng cepat, "Nggak usah, kalian nggak usah kesini." Kataku.

Mereka memincingkan mata berbarengan.  "kenapa?" Tanya mereka kompak. Aku menggeleng sekali lagi, "Pokoknya nggak usah." Aku langsung mematikan panggilannya. Bisa gawat kalau mereka tahu kalau aku sudah menikah.

Bukan apa-apa, hanya saja aku belum siap menceritakannya pada mereka.
Ohya, omong-omong Febi dan Indra adalah temanku sejak SMP, Indra yang biasa aku panggil dugong jantan itu memiliki rambut yang sedikit ikal, memiliki satu lesung pipit di sebelah kanan dan memiliki selera humor yang tinggi.

Sedangkan Febi, dia biasa aku panggil Puteri Siput, karena dia selalu lelet dalam melakukan apapun apalagi makan. Tapi anehnya dia kalau dalam lari sangat cepat, dia bahkan berhasil memenangkan lari maraton waktu tahun lalu.

"WOY LUNA!"

suara pintu terdengar di ketuk di susul suara cempreng khas seseorang, aku mendengus malas, itu suara Febi pasti, tidak salah lagi, Dugong Jantan telah melacak nomerku. Iya, Indra sangat ahli dalam melacak.

Aku berjalan pincang, lalu membukakan pintu.

"Ini rumah siapa bodoh!" Gerutu Febi, dia masuk gitu saja, lalu di susul dengan indra yang memapah tubuhku menuju kursi.

"Gue ngontrak di sini." Gumamku pelan.

"HUWAAAT?"

Aku menjelaskan tentang semuanya, kenapa aku bisa ngontrak disini dan tentang aku yang sudah menikah dengan Raka.

"SUMPAAAH LO!" Febi histeris aku mengangguk.

"Berarti lo udah nggak perawan?" Tanya Indra to the point.

Aku menjitak kepalanya.  "Enak aja!" Dengusku.

"Lo harusnya bilang dari awal." Ucap Indra, matanya menatapku kecewa. Lalu berdiri dan keluar rumah.

Febi dan aku menatap punggung Indra.

"Maaf, gue juga bingung mau cerita gimana, dan ini terjadi sangat cepat." Cicitku.

"Lo tahu kan, Raka deket sama Sela." Indra berjalan masuk lagi, lalu duduk menghadapku.

"Gue nggak mau lo hancur lagi, Luna." Ucapnya lembut

Febi yang memang tidak satu sekolah denganku dan indra hanya diam, tapi raut wajahnya serius karena dia tahu tentang masa laluku.

"Tenang saja, gue akan baik-baik saja kok, selama kalian terus ada di samping gue." Tuturku, lalu tersenyum.

Febi tiba-tiba memelukku erat.

"Aaaaa!" Aku memekik, Febi baru saja menekan luka di kakiku.

"Sakit, Bangsat!" Teriakku

Febi terkekeh, dan Indra hanya tertawa renyah.

***

"Lun... Na."

Raka menatap kami bingung.  "Apa yang-

Suara Raka hilang di udara, tatapannya terkejut.

"Jadi ini yang namanya Raka." Ujar Febi, dia berdiri dari duduknya lalu menghampiri Raka.

"Salam kenal, gue Febi, temen Aluna." Katanya sambil mengulurkan tangannya.

Raka menatap Febi datar  "Gue Raka." Katanya sambil membalas jabat tangan dari Febi.

Febi langsung lari ke arahku dan berbisik cukup keras, kurasa bahkan Indra dan Raka pun mampu mendengarnya. "Sumpah suami lo ganteng banget."  Bisik Febi histeris. Aku memutar bola mataku malas, yayaya kebanyakan orang di sekolah juga bilang demikian.

"Gue mau bicara sama lo." Indra tiba-tiba menarik tangan Raka keluar, aku mengikuti mereka sambil jalan tertatih lalu tangan Febi menyentuh pundakku untuk membantuku berjalan.

"Asal lo tahu gue sayang sama Luna." Kata Indra, aku mungkin berada di balik pintu, tapi aku bisa lihat kalau Indra tengah menatap Raka tidak suka, ya sejak setahun yang lalu Indra memang tidak menyukainya

"Jadi?" Tanya Raka datar.

Indra berdecak marah.  "Kalau gue tahu lo nyakitin Aluna, gue orang pertama yang bakal nonjok lo sampe koma!" Ancam Indra, dia menunjuk Raka marah, sedangkan si nyebelin Raka hanya menatap Indra datar sambil menyedekapkan tangannya. 

"Udah cuma mau ngomong gitu doang?" Tanya Raka songong.

Indra makin menggeram marah, dia mengepalkan jemarinya "Bangsat!" Umpat Indra.

"Gue mau lo nggak usah deket sama Sela!" Kata Indra sambil menekan kata Sela . Raka mensifitkan matanya bingung. 

"Demi Aluna? Cewek buat onar tukang bolos itu?"

"LO NGGAK TAHU APA-APA TENTANG LUNA, BODOH!" Teriak Indra. Tangannya mengepal siap melemparkan tonjokannya.

"INDRA!" Aku berteriak, Indra menoleh ke arahku, lalu kugelengkan kepalaku bertanda kalau dia nggak perlu melakukan itu.

Indra menurunkan kepalan tangannya, lalu menghampiriku dan menarik tangan Febi kasar. "Ayo kita pulang." Kata Indra.

"Taa..pi-

"Gue bilang kita PULANG!"

Setelahnya Indra dan Febi pulang, tinggalah aku dan Raka yang masih terdiam canggung.

"Temen lo aneh." Umpatnya lalu masuk begitu saja melewatiku.

"Lo yang aneh!" Teriakku, lalu ikut masuk dengan jalan tertatih, sialan.

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang