39

70.1K 3K 127
                                    

Merayu Luna

Kami sedang berbaris di lapangan, untuk melaksanakan perjalanan Darmawisata sebelum UAS di mulai.

Samar-samar saya melihat Luna yang jaraknya hanya dua baris di belakangku, sedang asik ngobrol sama Indra dan Jaka.

Saya mendecak takjub, ada yah anak Osis yang suka ngobrol saat apel berlangsung.tapi lebih aneh lagi ada Osis yang kerjanya bolos pelajaran, kayak tokoh di novel-novel miliknya Luna.

"Baiklah, untuk mempersingkat keberangkatan, marilah kita berdoa sesuai dengan kepercayaan kita masing-masing." Kata Pak Halili selaku ketua apel pagi buta ini.

Ini jam setengah enam, masih pagi buta untuk ukuran ke sekolah.

Saya cuma berdoa, semoga Aluna nggak buat kacau disana, semoga Aluna nggak terlalu takut gelap.

Omong-omong, Luna awalnya nggak mau ikut, tapi setelah di bujuk rayu, dia akhirnya ikut juga dengan iming-iming akan dibelikan kendaraan untuk nya kesekolah.  Saya masih ingin ketawa membayangkan ekspresi wajah Luna saat ku iming-iming kan kendaraan, matanya itu lho, berbinar-binar banget. Padahal saya cuma mau belikan dia Sepeda, beda jauh dari ekspektasi nya yang dia anggap motor ataupun mobil. Dasar Luna, memangnya ada yah, guru les yang gajinya sampe kebeli motor atau mobil?

Gaji les aku itu cuma empat ratus perbulan, Di tambah dengan jadi tutor online lima ratus. Nggak sampai satu juta kan. Iya temen-temen, jadi guru itu bukan pekerjaan, tapi lebih ke pengabdian.

"Berdoa selesai." Ujar pak Halili tiba-tiba membawaku dari lamunan.

Saya maju kedepan, kali ini saya bukan lagi Ketua osis, tapi ketuplak (ketua pelaksana) dengan wakilnya Pak Habibi, iya nggak kebalik kok, kata Pak Busron guru itu hanya mengarahkan, muridnya yang bertugas, itung-itung belajar menjadi ketua sebagai bekal kepala rumah tangga.

Masalahnya saya nggak tahan pengen senyum kalau denger kepala rumah tangga, saya jadi langsung inget sama Aluna.

Mereka yang baru denger Luna pacar saya aja langsunh heboh, gimana kalau misal mereka tahu Luna itu istri saya?

"Temen-temen, saya minta kerja samanya dari kalian semua. Kalau misal disana harus jaga sikap, sopan santunnya di jaga. Terus jangan sampai kepisah dari temen-temen, pokoknya mah jangan ninggiin ego kalian yah. Terus, nanti bus nya itu ada sepuluh, satu bus untuk dua kelas. Sudah ada nama kelasnya masing-masing yah. Kalau malem juga kalian harus pake Jaket soalnya disana dingin banget, terus sarung tangan sama kaos kaki tambahan takut ada yang alergi dingin, juga obat-obatan nya jangan lupa. Kalau misal di antara kalian ada yang kelupaan atau ketinggalan. Kita selaku panitia masih bisa kasih kalian waktu tiga puluh menit buat kembali kerumah ambil barang yang kurang, semisal obat atau uang. Tapi dilain itu kami tidak beri waktu." Tuturku.

"Terus temen-temen jaga kekompakan." Tuturku sekali lagi.

"Udah sih, segitu aja. Nggak usah panjang-panjang kalian juga udah nggak sabar kan yah buat cepet-cepet sampe ke sana." Ucapku lalu tersenyum

"Ayo kita tos rame-rame dulu yuk!" Seruku

Aku mengulurkan tanganku, lalu di susul dengan Pak Habibi dan yang lainnya.

"Nanti bilang gini yah jargonnya. Kalau gue bilang-

"Eh ketuplak, itu kata tidak bakunya di buanh dulu kalau lagi tugas." Koreksi Pak Habibi, aku meringis

"Iya nanti kalau saya bilang KELAS SEBELAS, kalian jawabnya  KOMPAK DAN SETIA KAWAN!"

"Siap yah!"

"KELAS SEBELAS!" saya berteriak cukup nyaring. Lalu tangan-tangan kami di tarik ke atas seraya mengucap sama-sama jargon kebanggaan yang baru di buat beberapa detik tadi.

S

aya naik ke mobil nomer dua, disana ada tulisan IPA 1 dan IPA 6, ini suer deh. Buat saya yang buat tapi pihak sekolah kebetulan banget satu bus dengan kelasnya Luna.

"Raka," panggil pak Habibi

Aku menghampiri beliau, padahal ini kakiku sudah melangkah menaiki tangga bus.

"Bapak di mobil anak Bahasa yah, kalau ada apa-apa tinggal chat atau telepon, oke."

"Oke pak," kataku sekenanya. Lalu berjalan lagi mendekati Bus.

Saat saya naik, tempatnya sudah penuh, hanya tinggal satu di tempat Sela, lalu di belakangnya ada Luna yang sedang duduk dengan Indra. Mungkin ada beberapa yang nggak percaya kalau saya adalah pacarnya Luna, masalnya dia itu kemanapun pasti bareng Indra, istirahat aja melipirnya sama Indra, sama saya cuma pas kena hukuman aja. Lihat aja bahkan sekarang dia satu headset dengan Indra.

Cemburu? Jangan tanya. Tapi masalahnya, memangnya layak saya cemburu dengan Indra setelah Indra membantu saya banyak banget.

Saya itu tahu, Indra suka sama Luna, cinta sama Luna bahkan mungkin sayangnya aku ke Luna nggak sebanding sama perasaan Indra. Tapi hebatnya dia mampu lho melepas Luna buat saya, dia mampu buat jagain Luna karena emang dia sayang meski dia tahu nggak akan bisa milikin Luna. Gini-gini akutu peka masalah rasa, entah Luna sadar atau nggak akan hal itu. Beda sama Bobi, yang cintanya ke Luna itu lebih ke pengen milikin, bukan lebih ke ikhlas kalau memang Luna milik orang lain.

"Sini Ka, duduk. Aku sengaja nyediain buat kamu." Ucap Sela sambil menepuk-nepuk kursi kosons di sampingnya.

Aku melirik Luna sesaat, ternyata dia juga sama tengah menatapku dengan wajah datarnya, wajah yang selalu dia lakukan saat melihat Sela.

"Makasih." Kataku karena nggak ada alasan untuk menolak.

"Ka!" Sahut Bobi dari belakang.

Aku menoleh, tumben banget dia nyapa setelah sekian minggu mendiamiku

"Lo itu cocoknya sama Sela, lihat aja pacar lo malah duduk berduaan sama temennya," teriak dia lagi.

"Eh atau, selingkuhan nya." Kini suara Bobi terasa menggema di telingaku.

Teman-temanku tertawa, "Berisik lo!" Hardikku.

"Udah Ka, pacar nggak tahu aturan kayak Luna mah mending di buang aja." Sahut salah Miya.

Saya mendengus kesal, ini akan buat Sela menjadi-jadi kan.

"BACOT KALIAN SEMUA!" Kini justru giliran Indra yang teriak.

Saya menghela nafas pelan, lalu memijit pangkal hidungku, kacau eh.

"Minggir lo!" Bentak Indra yang berdiri di sampingku.

Aku menatapnya bengong. "Minggir gue mau duduk di situ." Ocehnya.

Aku berdiri, nurut saja. Lalu pindah ke belakang, di tempatnya Luna yang sedang menganggukan kepala mendengarkan musik.

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang