Basah-basah
Mama sudah berangkat ke Jogja pagi tadi, saat aku dan si galak Raka berangkat sekolah. Kini rumah rasanya sangat lengang, meski kesehariannya memanglah lengang, tapi ada yang aneh saja. Tidak ada lagi suara berisik Kikis, tidak ada lagi penampakan Kikis yang mencoba-coba make-up di usianya yang masih sangat kecil, memang yah... Jaman sekarang itu anak kecil cepat sekali besar dalam segi penampilan.
Saya melempar tasku asal di lantai. Lalu melantingkan sepatuku dan segera berlari menuju kolam. Kakiku serasa sakit semua akibat di hukum lari keliling sekolah sebanyak sepuluh kali. Ini badan kurus makin kurus banget tahu nggak sih.
DRRREEET,
ponselku berdering, lalu ku rogoh saku pakaianku dan mendapatkan satu pesan masuk melalui WhatsApp
088113326780
Hae, Lon-T! Gimana sama sekolahnya? Pasti heboh yah...
Gue bakal ngelakuin hal yang sama, anggep aja kalau ini sebuah teror, dan teror akan berakhir kalau lo meng-iyakan ucapan gue waktu itu.kalau lo bersedia jadi pacar gue.
Sial!
Itu pasti Andri, anak SMKN 61.
Ya, waktu itu dia tiba-tiba menyegatku di jalan saat aku hendak mencari angkutat umum untuk pulang ke kontrakan.Dia dengan tampak preman nya bilang sambil bersandar di tiang listrik. "Aluna Ratu Az-Zahra." Gumamnya lalu menyeringai.
"Lo mau apa!" Bentakku waktu itu.
Dia tersenyum meremehkan.
"Lo makin cantik, masih inget gue?" Tanyanya.
"Lo Andre, sepupu nya teman gue." Ujarku dengan menatap sebal ke arahnya.
"Benar sekali. Gue suka sama lo."
"Terus?"
"Lo harus jadi pacar gue."
"Kalau gue nggak mau?"
Dia tampak memiringkan wajahnya, lalu mendekat ke arahku seraya berbisik. "Gue bakal ngajak temen-temen gue buat tawuran sama sekolah lo!" Ancamnya.
"Bakal lemparin batu, bakal rusak semuanya dan saat itu terjadi bakal ada tawuran hebat antar sekolah." Dia berbisik lagi.
"Lo cemen! Gara-gara nggak di terima lo bawa pasukan." Kataku meremehkan.
Dia menggeram sebal. "Baik, ayo kita nge drive. Kita balap di depan sekolah lo. Kalau lo gagal, lo harus pilih sanksi nya." Ujar dia.
"Lo harus nerima gue atau, lo harus nangung semua teror setiap yang gue lakuin di sekolah lo." Katanya, lalu melenganh pergi.
Sebenarnya sesimpel itu, aku juga nggak begitu menggubris ucapannya. Tapi saat pagi tadi teman sekelasku kena semprot para osis bodoh itu, terutama Sela si centil itu. Aku nggak bisa cuma diem menyaksikan.
Jadi, tadi pagi teman sekelasku Titin sedang nganggur keliling lapangan sambil bawa ponselnya untuk ia rekam dan di kirim ke snap WhatsApp. Lalu katanya tidak sengaja melihat tiang bendera mencong-mencong hendak roboh. Dengan ponsel yang masih aktif, dia tampak memegang-megang tiang itu. Lalu tiangnya semakin oleng. Dan ketahuan oleh Ummi selaku wakil ketua osis. Disana terjadi adu mulut dan ummi meminta bukti dan di bawalah Titin keruang cctv yang ada di ruang kepala sekolah. Saat di cek ternyata CCTV hanya menunjukan gambar hitam yang berarti dua hal, antara rusak dan ada yang mematikannya.
Kejadian berikutnya, Sela menemukan CCTV yang tergeletak di tanah, lalu dibawa ke ruang kepala sekolah, disanalah semuanya menjadi memanas.
Aku yakin, pasti saat itu wajah Titin sudah sangat pucat pasi menahan takut, takut terlibat, takut di salahkan. Aku memang nggak menyaksikannya, tapi saat istirahat Titin yang mengatakannya.
Saat di lapangan pak kepala sekolah menyemproti Titin, aku datang sambil bilang kalau aku yang melakukannya. Bukan Titin, mereka percaya seratus persen tanpa pertimbangan karena mungkin mengetahui bahwa saya adalah pengacau.
Pak kepala sekolah yang rambutnya sudah banyak beruban itu bertanya sambil menahan amarahnya. "Gimana bisa kamu melakukan itu?" Tanyanya.
Saya hanya diam saat itu, karena akupun bingung gimana caranya. Tapi dengan tiang yang sudah miring, ku tendang tiang itu hingga roboh.
Kakiku jelas sakit, mungkin agak biru. Dan di tambah aku dapat hukuman lari keliling sekolah karena tindakanku yang sudah menutupi kebenaran yang ada.
"Jadi kelakuan sejak SMP nggak pernah berubah yah." Seseorang berkata lantang sekali, rasanya malah ikut menggema.
Saya menoleh ke belakangku, disana Febi sedang nyengir lebar sambil membawa tas besar.
"Gimana lo bisa masuk?" Tanyaku bingung.
Lalu, sebagai jawabannya dua orang yang tidak asing ada di belakang Febi.
Indra dan Raka. Jelas, pasti Raka yang membukakan pintunya, karena dia memiliki remote rumah ini."Gue denger lo bakal di sini satu minggu. Jadi gue mutusin buat nemenin lo nginep di sini." Katanya sambil nyengir.
"Kata siapa?"
"Kata si Dugong Jantan, siapa lagi." Ujarnya.
Aku hanya ber-ooh saja. Lalu ke ayunkan telapang tanganku untuk mengajak Febi mendekat padaku.
Febi meletakan tasnya di kursi goyang milik Kikis, iya bener deh, Kikis itu suka banget sama kursi goyang, bahkan di kamarnya saja dia punya satu.
"Hape gue lobet. Boleh pinjem hapenya nggak buat nelpon Kak Bara." Katanya.
Kak Bara itu kakak pertama Febi, usianya dua puluh lima tahun, sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki.
Aku memberikan ponselku padanya, lalu saat dia menyentuh ponselku, dia mendorongku sampai jatuh ke kolam renang.
Febi menjulurkan lidahnya mengejek. Dan Indra si Dugong jantan, juga si galak Raka justru tertawa kencang sekali, sialan emang!
Eh tapi, itu mereka kenapa jadi terlihat dekat? Atau hanya perasaanku saja. Entahlah.
"Gue juga bakal nginep Lun." Ucap Indra lalu melenganh pergi gitu aja. Mungkin mau mengambil minum. Raka juga ikut pergi, dia berjalan ke lantai atas mungkin mau ke kamar berganti baju. Eh sial, ini aku masih memakai seragam hers.
Febi hanya sibuk memainkan ponselku, entah apa yang di ketik, tapi syukurlah pesan-pesan dari Andri sudah semuanya saya hapus.
Febi meletakan ponselku di meja pinggir kursi goyang. Lalu melepaskan sepatunya dan berlari hendak menceburkan diri ke kelom.
"Waah segarnyaaa." Katanya saat kepalanya di angkat dari dalam air.
"Woy, kalau renang itu ngajak-ngajak." Teriak Indra dari lantai dua.hee, sejak kapan di ada di sana.
Lalu dia berjalan ke sudut ruangan, dia berjalan dari tangga tanpa anak tangga. Mengerti tidak? Disana ada sebuah tangga yang bukan di peruntukan untuk berjalan, karena tangga itu untuk sepeda, makanya nggak memiliki anak tangga.
Dia ikut menceburkan diri ke kolam.
Lalu di susul dengan Raka yang sudah berganti pakaian."Ayoh balapan renang." Usul Febi.
Jadi, sepanjang siang ini kami hanya basah-basahan di kolam renang, sambil sesekali lomba balap renak bak atlet Nasional.tapi itu sudah cukup seru, lucu dan rasanya sudah lama sekali tidak merasakan perasaan seperti ini, rasanya seperti BEBAS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Osis Galak Itu Suamiku
Teen Fiction16+ Bagi Raka, menikah dengan Aluna itu bencana, seperti Gempa dengan kekuatan 10 SR. Dan sialnya, dia tidak bisa mengelak karena perjodohan konyol orang tuanya. Dan, bagi Aluna, menikah dengan Raka adalah ajang balas dendam, karena Raka yan...