65 (Raka)

83.2K 3.2K 226
                                    

Pengakuan Sela

Saya menunggu Luna yang sejak tadi belum juga ada di sekolah, padahal sudah menjelang Isya dan beberapa anak sudah keluar Mushola dari solat isya berjamaah.

Kami sudah kumpul di lapangan olahraga, membangun panggung kecil untuk acara lomba nyanyi seluruh siswa, aslinya saya tidak bisa menyanyi sama sekali, tapi karena terlanjur ikut serta untuk menantang keberanian Aluna. Jadi yasudah, mau bagaimana lagi.

Malam ini saya hanya memakai kemeja hitam dengan celana hitam, rambut rapih, sudah wangi dan sepaty hitam bersih, fiks kalau misal warna kulitku gelap saya yakin sudah seperti sedang akrobat sulap menghilang di malam remang-remang begini

Bu Sinta sudah memulai pembukaan nya, sedangkan Aluna tidak juga kunjung muncul. Jangan bilang aku di kerjain, awas aja kalau beneran di kerjain.

"Raka, Raka!" Aku tahu itu suara Luna, lalu langsung menoleh kebelakang.

Dia menggunakan Dres Merah muda, rambut panjang lurusnya jadi bergelombang dengan cepit besar bentuk bunga matahari. Pipinya ia beri gambar bulan sabit, khasnya Aluna.

Cantik
Manis
Menarik!

Saya tidak tahu ternyata dia bisa dandan juga, hehe

"Kesini sama apa?" Tanyaku

Dia tampak mengatur deru nafasnya lalu menatapku "di anter papa." Jawabnya

"Raka minta uang." Ucapnya

"Buat bapak-bapak di luar gerbang sekolah, kasihan dia teriak-teriak." Katanya heboh

"Eh, emang ada apa, Bapak-bapak nya teriak apa?" Tanyaku ikutan heboh

"Teriak Somay-somay." Jawabnya

Lah!

Aku mendengus sebal, lalu mencubit hidungnya  gemas

"Bilang aja minta jajan." Omelku seraya memberikan uang dua puluh ribuan.

Dia terkekeh, lalu mengambil uang dan buru-buru lari menuju gerbang sekolah.

***

S

etelah beberapa peserta, akhirnya nama Aluna terpanggil maju kedepan, menyanyikan lagu yang saya sendiri tidak tahu apa itu.

Di rentang waktu yang berjejal dan memburai

Kau berikan
Sepasang tanganmu terbuka dan membiru, enggan
Di gigir yang curam dan dunia tertinggal
Gelap membeku, sungguh
Peta melesap dan udara yang terbakar, jauh

Kita adalah sepasang kekasih yang peetama bercinta di luar angkasa
Seperti takkan pernah pulang
Kau membias di udara dan terhempaskan cahaya
Seperti takkan pernah pulang
Ketuk langkahmu menarilah jauh di permukaan
Di rentang waktu yang berjejal dan memburai
Kau berikan
Sepasang tanganmu terbuka dan membiru, enggan

Kita adalah sepasang kekasih yang pertama bercinta di luar angkasa
Seperti takkan pernah pulang
Kau membias di udara dan terhempaskan cahaya
Seperti takkan pernah pulang
Ketuk langkahmu menarilah jauh di permukaan
Kita adalah sepasang kekasih yang pertama bercinta di luar angkasa
Seperti takkan pernah pulang
Kau membias di udara dan terhempaskan cahaya
Seperti takkan pernah pulang
Ketuk langkahmu menarilah jauh di permukaan
Jalan pulang yang menghilang
Tertulis dan menghilang
Karena kita tah bercinta di luar angkasa
Jalan pulang yang menghilang
Tertulis dan menghilang
Karena kita, sebab kita, tlah bercinta di luar angkasa

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang