27

74.5K 3.3K 43
                                    

Cium

Raka menepikan mobilnya, lalu meringis menatapku menangis kencang.

Aku membekap mulutku sendiri, sambil menggigit jemariku kuat menahan sakit.

Lalu, dia keluar untuk membuka gerbang rumah. Dan mobil berjalan lagi menuju garasi.

Raka membopong tubuku, aku memeluk tubuhnya kuat, aku tidak perduli berat badanku menyiksa Raka atau tidak, yang pasti ini sakit banget asli untuk sekedar berjalan.

Raka mendudukiku di sofa depan tv, lalu menatapku sambil meringis ngeri.

Raka berjongkok, lalu kakiku dia angkat untuk di topang di lututnya.

"Nggak apa-apa." Ucap Raka pelan.

Aku mencengkram rambut Raka, karena saat tangannya menyentuh paku itu membuat getaran nyeri yang luar biasa sakitnya.

Satu paku sudah tercabut. Sisa dua, aku berteriak kencang sekali, lalu yang ketiga kalinya. Aku menggigit bibirku sendiri karena kasian melihat Raka menutup telinganya karena terganggu dengan suaraku.

Raka melepaskan kaos kakiku yang basah darah, lalu melepaskan sepautuku yang satunya beserta kaos kakinya.

Raka meletakan kakiku di atas sofa untuk terlentang. Lalu dia meninggalkanku sendiri untuk membuang paku payungnya.

Raka membawakanku baskom berisi air, lalu mengelap kakiku yang masih berdarah.

"Sakit yah?" Tanya Raka.

Bodoh nggak sih, udah tahu sakit malah nanya. Padahal dia sudah tahu jawabannya seratus persen!

Dia mengobati lukaku dengan obat merah, lalu memperbannya dengan kasa steril.

Raka ikut duduk di sampingku, sambil menatapku iba.

Dia menyentuh bibirku. Lalu merabanya pelan.

"Bibir kamu sampe berdarah karena terlalu kenceng di gigit." Gumamnya.

Dia mengelap darah di bibirku dengan tisu, lalu mendekatkan wajahnya dan mencium bibirku singkat. Iya, hanya kecupan saja.

"Makanya jangan suka cari gara-gara, kan di jahilin gini." Katanya pelan.

Aku menatapnya kesal. "Gue nggak cari gara-gara, dianya aja yang jahat." Kataku. Lalu mataku berkaca-kaca, ya aku tahu karena aku merasakannya.

"Apa salah kalau nolong orang?" Tanyaku pada diri sendiri.
Raka menatapku sendu, lalu memeluk ku erat sekali.

"Kamu nggak salah, tapi kamu kurang pinter aja." Bisik Raka. Aku menatap matanya, lalu memukul dada bidangnya. Raka terkekeh. Lalu mencium bibirku sekali lagi.

Dia menggerakan bibirku pelan, aku bingung, aku harus apa. Satu-satunya yang aku bisa hanyalah menutup mataku.

"Menikmatinya Nona?"tanya Raka.

Aku membuka mataku, dan mendapati wajah Raka sedang nyengir lebar menatapku.

"Ih pipinya merah." Godanya sambil menoel pipiku.

Aku menggembungkan pipiku, lalu mendekati wajahnya dan mengecup singkat bibirnya. Aku nggak tahu apakah ini salah ataukah benar, ini terasa abu-abu tapi aku tak mampu mengelaknya.

"Luna, kamu itu nggak pandai berciuman tahu." Dengusnya.

Nyebelin!

Ketua Osis Galak Itu  Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang