Jika kamu benar, apakah orang lain salah?
(publish ulang)Saya diam, tergagap kaku menatap Luna yang sedang menatapku penuh hampa.
Dia bernafas tidak teratur, menatapku dan Sela setelah kejadian tadi.
Saya menarik tangan Luna halus, memaksanya untuk mengikuti langkahku "Pulang yuk." Ujarku.
Dia nurut, tanpa kata apapun.
Menaiki motor, dan yasudah. Hanya diam dengan mekirian masing-masing.
Tiba-tiba tangannya ter-ulur mendekap perutku, saya reflek meremasnya pelan, dan fokus kembali kejalanan.
Sesampainya di dalam kontrakan dia juga tak kunjung bersuara, bahkan kini dia langsung melalang pergi ke-kamarnya dan menjatuhkan diri di kasur, masih dengan make-up di wajahnya dan masih dengan baju yang sama.
Saya menghela nafas gusar, memaki diri sendiri untuk kemudian merapalkan segala doa dan surah yang saya hafal.
Semoga Aluna tidak marah, begitu kataku dalam hati.
Kuberanikan diri membelai rambutnya, lalu punggungnya.
"Aku punya alasan." Ucapku parau, dia masih enggan bersuara dan tetap diam
"Lun..." Kataku lirih
Dia balik badan menjadi ter-lentang, lalu menatapku dengan sorot matanya yang penuh akan luka.
Dia menghela nafas, lalu merubah posisinya menjadi duduk.
"Jadi?"
"Luna, sayang... Setiap manusia itu kan, memiliki Attitude yah..." Saya berhenti, menghela nafas kembali.
"Rasanya nggak lah sopan jika kita mempermalukan seseorang di khalayak umum." Lanjutku setelah berkali-kali mengatupkan mulut.
"Oh gitu." Seru Luna datar
Saya menghembuskan nafas lagi, Luna benar-benar dalam mode marahnya.
"Iya sayang... Kayak semisal gini saat ada seorang laki-laki menembakmu di khalayak umum waktu itu, dan kamu menolaknya.itu bukanlah Attitude yang baik, itu nggak bener sayang..."
"Berarti Attitude bisa di artikan tidaklah tegas, yakan." Suaranya meningkat menatapku sedikit ber-api-api.
"Bukan begitu Luna. Coba kamu bayangin jika kamu ada di posisi Sela ataupun Darrel, yang memintamu lebih tapi kamu nggak kasih, mereka akan sakit hati banget, udah di lihatin banyak orang di khalayak umum dan di permalukan juga."
"Aku udah pernah rasain itu." Ucap Luna tajam.
"Dan kamu bilang mereka akan sakit hati? Terus aku ini apa Raka!" Luna ngebentak, bahkan menghempaskan bantal, di lemparnya sampai keluar kamar.
"LO PIKIR GUE NGGAK SAKIT!" teriak Aluna dadanya naik turun meluapkan emosinya.
Dia menangis, lalu dengan kasar mengahapus air mata dengan tangannya, membuat balutan make-up nya pudar dan gambar bulan sabit di pipinya luntur.
"Maaf. Kalau misal aku lihat kamu lebih dulu aku mungkin nggak akan gitu."
"Apa?"
"Jadi, kalau misal aku nih nggak disana kamu ngerasa layak buat ngelakuin apapun gitu?"
"Nggak gitu Luna."
"TERUS APAAAA!"
"Kan sudah Raka bilang, kalau itu cuma semata-mata biar Sela nggak malu di khalayak umum." Kataku.
"Iya terus kamu nggak inget kalau misal kamu itu miliknya Luna, Raka!" Sejak tadi suara Aluna terus naik turun, menatapku tajam dengan sesekali air matanya keluar.
"Inget, aku nggak akan pernah lupa. Tapi menurutku tindakan aku bener, sekali-kali cobalah Luna memahami sudut pandangnya Raka." Kataku parau
"Emangnya kamu sudah memahami sudut pandangku?"
Eh?
Jadi, saya ter-skak mat yah..."Raka, Aluna mah nggak tahu tentang ilmu pernikahan, nggak pernah dapet pelajaran itu kayak Raka yang di ajarin Ilmu pernikahan sama Ustad.
Dia berjeda, lalu menghembuskan nafas lagi.
"Tapi Luna sadar, kalau yang Raka lakukan itu memanglah salah."
"Raka... Luna ini udah pernah dapet perlakuan buruk di khalayak umum, jadi meskipun kamu ataupun aku nolak di khalayak umum bagiku itu baik-baik aja."
"Raka... Aku memang nggak pernah tahu apa yang ada di pikiran kamu, tapi aku tahu apa yang kamu anggap bener, sama apa yang aku anggap bener itu dua hal yang berbeda."
"Raka... Luna sadar, sejauh ini Raka coba buat Luna jadi lebih baik, Luna terima itu, karena memang tugasnya suami itu adalah merubah yang negatif menjadi positif."
"Tapi kamu tahu nggak sih, selain tugasnya pemimpin atau suami itu merubah sifat Istrinya, selain memimpin, seorang pemimpin seyogyanya merangkul."
"Aku nggak dapetin itu di diri kamu, kamu itu jiwanya pemimpin tapi nggak mampu merangkul sebagai tim. Apa yang kamu anggap bener ya bener, padahal nggak gitu Raka."
Dia berhenti, mulutnya yang tadi komat-kamit mengatup rapat.
"Luna mau tanya, kalau misal Luna bener, apakah Raka salah?" Tanya Luna lantang.
Saya diam seribu bahasa, tidak mampu menjawabnya.
Dia menganggukan kepala, lalu tersenyum tipis. "BAIK-
Dia menghela nafas lagi,
"Pulangin Luna kerumah, kamu jangan pernah temuin Luna sebelum kamu sadar apa kesalahan kamu." Ucapnya tegas.
Saya menatap dia lekat-lekat, lalu jiwa lemahku meronta, tiba-tiba mata ini berasa berkaca-kaca, menahan sendu agar tidak ter sedu-sedu. Menahan Luka, agar tidak tergores-gores.
"Aku minta maaf Lun..." Ucapku parau. "Jangaaan. Jangan gitu."
Dia menggeleng, "Bukan perkara kamu minta maaf atau nggak masalah selesai, tapi ini masalah yang ada di diri kamu sendiri. Kamu anggep aku apa nggak, itu masalah nya. Kamu itu sibuk menghargai orang lain sampai kamu lupa menghargai Luna!" Katanya tajam
"Luna sengaja lho tadi cuma diem, karena Luna sadar, nggak baik berdebat di khalayak umum."
"Karena Luna MENGHARGAI Raka!" Katanya sambil menekan kata menghargai
"Luna minta baik-baik sama Raka, tolong pulangin Luna kerumah Mama, jangan pernah temui Luna sampai Raka tahu salahnya Raka dimana, sampai Raka tahu, apa itu benar dan kebenaran, sama Raka tahu, kalau misal Raka benar, apakah Luna salah!"
Aloooooh teman-teman...
Yuk, ikutin tantangan Luna dengan menjawab pertanyaan nyaJika saya salah, apakah orang lain benar?
Jika saya benar apakah orang lain salah?
Apakah itu benar, dan apa itu kebenaran?
Ohya, maaf tidak bisa balas komentar kalian, sebab ada beberapa hal yang menjadi kesibukanku kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Osis Galak Itu Suamiku
Teen Fiction16+ Bagi Raka, menikah dengan Aluna itu bencana, seperti Gempa dengan kekuatan 10 SR. Dan sialnya, dia tidak bisa mengelak karena perjodohan konyol orang tuanya. Dan, bagi Aluna, menikah dengan Raka adalah ajang balas dendam, karena Raka yan...